Tiga Puluh Dua

17K 1.4K 43
                                    

Seperti angin,
Kau selalu meniupku.
Angin itulah yang paling menggelitikku di dunia ini.

Namun,
Angin yang menghempasku juga berasal darimu.
Karna itu hariku lebih dingin dari hari-hari sebelumnya.

Kehangatan kemarin, hari ini telah berubah..

(Sung Dam – Season/Ost.Devilish Joy, terjemahan)

•°•

Awalnya, Bryna berpikir bahwa setelah ia berbaikan dengan Brenda, semuanya akan selesai dan baik-baik saja.

Tapi rupanya tidak sesederhana itu. Dia senang, tentu saja. Semua baik-baik saja sekarang. Tapi, entah kenapa seakan masih ada sesuatu yang mencubit hatinya. Dia tidak merasa lega sama sekali.

"Jadi ke Adelaide, Bry? Kupikir setelah kemarin, kamu akan membatalkan rencana kamu dan stay disini."

Bryna juga berpikir begitu sebelumnya.
Tapi ternyata, ada luka-luka tak tampak yang menolak sembuh setelah pengakuan Brenda kemarin.

Dia memang tidak menyalahkan semuanya pada Brenda. Biar bagaimanapun, Bryna mendapat andil yang cukup besar untuk menjadi alasan dibalik perlakuan Brenda.

Tetap saja, tinggal bersama dalam satu atap dengan Brenda masih bukan jalan keluar terbaik menurutnya.

Jadi, disinilah Bryna sekarang, mengemasi koper dan barang-barangnya, bersiap untuk berangkat ke bandara 3jam lagi.

"Jadi, Bren." Jawabnya pelan.

"Kamu masih marah?"

"No."

"Lalu?"

Bryna menarik nafas.
"Aku bersyukur semua membaik sekarang, Bren. Sungguh. Hanya saja, entahlah. Kurasa ikut Sean masih jadi opsi terbaik untukku."

"Ibu pengen kamu disini."

"Tante Ayu juga. Dia ingin aku tinggal disana, bersamanya. Jelas kan? Mereka akan terus berdebat tentang siapa yang lebih layak untuk tinggal bersamaku, Bren. Dan aku tidak ingin hubungan mereka terus memanas."

"Dan tinggal dengan Sean akan menyelesaikan semua masalah?"

"Tidak juga. Jalan keluarnya tentu saja aku tinggal sendiri. Tapi jelas-jelas tidak akan disetujui. Jadi, kecuali aku menikah dan tinggal bersama seuamiku.."

Kalimat Bryna terhenti.
Menikah?
Bagaimana dia bisa mengatakan itu? Mau menikah dengan siapa?

Bayangan tentang Rumah yang lain melintas di benaknya.
Sebuah rumah yang di dominasi warna putih dengan Tama di dalamnya.

Ah, Tama?

Bryna menggeleng.
Tama sama sekali bukan tipe husband material. Laki-laki itu lebih suka bersenang-senang dan jelas tidak tertarik dengan sebuah hubungan. Jadi kenapa otaknya langsung menuju padanya saat membahas pernikahan?
Tidak masuk akal.

"Saat ini, hanya itu yang paling masuk akal di kepalaku, Bren." Kilah Bryna akhirnya.

Brenda diam sebentar.

"Hmm, kalau aku jadi bercerai, apakah.. Mungkinkah kamu akan kembali pada Nicko nantinya?"

"Tidak." Sahut Bryna cepat.

"Kamu yakin? Maksudku, setelah ini, dia single, dan, kurasa jelas sekali kalau dia masih mencintaimu."

Bryna tidak jadi melanjutkan packingnya. Dia menatap Brenda yang terlihat tidak nyaman dan akhirnya menggeleng yakin.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang