Dua puluh Delapan

14.3K 1.4K 45
                                    

Stay here and lay here.
Tinggalah di sini dan berbaringlah di sini.
Right in my arms.
Tepat di pelukanku.
It's only a moment, before you're gone.
Ini hanya sesaat, sebelum kau pergi.
And I, am keeping you warm.
Dan aku, kan terus menghangatkanmu.
Just act like you love me,
So I can go on..
Bertingkahlah seolah kau mencintaiku,
Agar aku bisa meneruskan hidup..

(Shawn Mendes_
Act Like You Love Me)

•°•

Begitu Tama keluar dari kamar, Bryna bergegas membuka pintu penghubung antara kamar dan walk in closet sederhana milik Tama. Tidak luas. Mungkin lebarnya hanya sekitar 2m, tapi dibuat memanjang mengikuti ukuran kamar Tama.

Bernuansa kayu, kabinet-kabinet di dalamnya sudah diatur rapi sesuai dengan jenisnya. Mulai dari tumpukan kaos, jins, hingga kemeja dan jas yang digantung rapi ditempatnya.

Tapi Bryna tidak sempat mengagumi kerapiannya. Dia melewati koleksi sepatu dan dasi Tama begitu saja, mengambil kaus secara acak dan menarik celana training panjang milik Tama dari tempatnya.

Memakainya dengan cepat, ia setengah berlari menuruni tangga dan membuka pintu depan. Benar-benar khawatir kalau mereka berdua melakukan tindakan tidak dewasa untuk menyelesaikan masalah ini. Ia sadar betul bahwa Sean dan Tama memiliki kesamaan dalam hal ini, mereka keras kepala.

Saat sampai di teras depan dan melihat dua orang berdiri di sana, Bryna tidak tahu harus merasa lega atau tambah khawatir saat mendapati bahwa bukan Sean yang datang menemuinya.

"Nick?" Ucapnya otomatis.

Baik Tama maupun Nicko menoleh.

"Hai." Nicko menyapanya, mencoba tersenyum.

"Ada apa?" Bryna mendekat.

"Hanya ingin memastikan keadaan kamu. Baik-baik saja?"

Malam-malam begini Nicko rela mendatanginya hanya untuk menanyakan keadaannya?
Ah, sweet sekali laki-laki ini.

Bryna tersenyum, "Baik-baik saja sekarang, Nick. Terimakasih."

"Baguslah. Dan Bry, we need to talk." Katanya, penuh harap.

"Sure."

Bryna berusaha mengabaikan lirikan tajam Tama saat Bryna mengatakan itu. Tapi tidak mudah mengabaikan keberadaannya, sungguh. Tama masih bertelanjang dada, dan bekas gigitan di bahunya mengingatkan Bryna pada percintaan panas mereka. Kenyataannya, dia adalah candu, dan Bryna ketagihan.

Menggeleng sedikit untuk mengembalikan fokusnya, Bryna lalu memilih untuk duduk di undakan depan dan memberi tanda pada Nicko untuk bergabung dengannya, sementara Tama masih tetap berdiri di tempatnya dan mengawasi mereka.

"Ada apa, Nick?"

Nicko melirik kearah Tama, sepertinya merasa tidak nyaman membuka obrolan di hadapan laki-laki itu.

"Apa? Ini rumahku. Aku boleh berada dimana saja sesukaku kan?" Sahut Tama dengan nada menantang.

Apa-apan dia? Dasar childish.

"Kami hanya ingin bicara, Tam." Kata Bryna tenang.

"Jadi kenapa? Bicara saja, aku tidak akan mengganggu."

Huh, yang benar saja.

Bryna menggeser posisi duduknya, membelakangi Tama dan menghadap Nicko. Berusaha keras melupakan bahwa dia disana dan mendengar semua percakapan mereka.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Where stories live. Discover now