Sembilan

14.4K 1.5K 21
                                    

I can’t talk right now, I’m looking and I like what I’m seeing
Got me feeling kinda shocked right now..

(Zara Larsson_Ain't my Fault)

•°•

Kepala Bryna tertunduk.
Sambil menutup matanya, dia meregangkan bagian belakang lehernya, lalu memutar kepalanya ke sekeliling bahunya yang sakit untuk mengatasi kelelahan.

Ia mencoba untuk kembali fokus pada berkas-berkas di depannya. Tapi ternyata tidak bisa. Matanya yang lelah menolaknya.
Berdiri, ia meninggalkan meja dan berjalan ke seberang ruangan, berusaha meregangkan tubuhnya yang kaku. Lalu ia menatap meja  kerjanya lagi.

Sudah tiga hari ia masuk ke Karya Utama. Tapi tidak banyak yang bisa ia lakukan. Ia hanya duduk di dalam ruangan, memeriksa kontrak-kontrak lama, melihat-lihat fortofolio proyek-proyek yang sudah berhasil mereka kerjakan, dan ia hanya jadi pendengar saat mengikuti rapat.

Semuanya sudah di handle Tama. Membagi team dan tugas-tugas mereka, memeriksa RAB, menentukan design, negosiasi dengan klien, dan semua hal lainnya.

Dan meskipun Tama tidak menganggap keberadaannya dan selalu mengacuhkan Bryna sejak hari pertamanya bergabung, tapi Bryna harus mengakui bahwa Om Indra benar tentang laki-laki itu. Dia begitu luar biasa saat bekerja.

Dan mengingat bahwa apa yang ia kerjakan hanyalah duduk di mejanya, mau tak mau Bryna merasa omongan Tama waktu itu ada benarnya. Ia tidak diperlukan disini.

Mungkin Brenda sudah mengambil keputusan tepat dengan tidak mau bergabung dengannya disini. Adiknya itu lebih memilih mengurusi ibunya –dan juga kegiatan sosialnya- daripada harus berjibaku dengan sesuatu diluar pemahamannya.

Saat itu hampir jam makan siang saat Tama menerobos masuk ke dalam ruangannya begitu saja dan menyodorkan kunci mobilnya di atas meja.

"Sudah selesai diperbaiki. Sekarang mobilmu ada di parkiran." Katanya tenang, dan berhasil membuat Bryna tertegun selama beberapa detik.

Mobilnya, tentu saja.
Bryna nyaris tidak memikirkannya lagi sejak Nicko menanyakannya tempo hari.

Ini adalah pertama kalinya mereka sendirian di dalam ruangan yang sama setelah kejadian malam itu.
Dan Bryna tidak tahu apa yang ia harapkan saat bertemu dengan Tama. Tapi laki-laki itu memandangnnya dengan tatapan mencemooh, seolah terus menerus ingin mengingatkannya atas ciuman itu.
Sialan.

"Ya. Mobilku. Sekalian biaya perbaikan dan uang ganti rugi yang kamu keluarkan tempo hari.”

"Tidak perlu."

"Perlu. Aku tidak ingin berhutang apapun padamu." Katanya defensif.

Tama menatapnya tajam.
"Aku tidak menguangkan bantuan, sayangnya."
Lalu berbalik melangkah menjauhi meja Bryna.

"Tunggu." Panggil Bryna tanpa berpikir.

Tama berhenti. Berbalik menatap Bryna dengan pandangan ingin tahu.

"Dengar, aku berterimakasih atas bantuanmu tapi aku tidak ingin.."

“Masih membacanya?” Tama memotongnya.

"Apa?"

"Semua itu." Katanya, menunjuk kearah meja yang penuh berkas dengan dagunya.

“Ya, sepanjang hari selama tiga hari terakhir.” Jawabnya lemah.

Tama tidak menyahut. Ia masih menatap Bryna dengan pandangan menyelidik.

"Tama, tentang semua ganti rugi.."

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Where stories live. Discover now