Sepuluh

14.4K 1.4K 12
                                    

And it won’ t slow down,
No matter what you do.
So you just gotta hold on.
All we can do is hold on, yeah..

(Shawn Mendes_Hold On)

•°•

Bryna masih menggerutu tidak jelas setelah Tama menurunkannya di parkiran setengah jam kemudian.

Ia merasa marah terhadap dirinya sendiri karena mendadak susah bernafas saat laki-laki itu mendekatinya.

“Dasar menyebalkan.” Runtuknya pelan, membuka tas tangannya untuk mencari kunci yang ditinggalkan Tama untuknya.

“Menyebalkan.” Ulangnya lagi.

Ponselnya berdering tiba-tiba. Bryna bergegas meraupnya dengan jantung yang berdetak cepat saat melihat nama yang tertera di layarnya.

“Halo, dr.Evan?”

“Bryna? Tolong datang ke Rumah Sakit secepat kamu bisa. Kami membutuhkanmu disini.”

“Ibu?” Tanyanya penuh rasa takut.

“Dia terkena serangan jantung besar yang lain. Kita tidak punya pilihan sekarang kecuali operasi.”

"Operasi?"

"Ya, dengan kemungkinan berhasil 50:50. Sorry, Bry."

Bryna mati rasa selama 5 detik penuh. Lalu buru-buru berkata, “Saya kesana sekarang.”

Setengah berlari, Bryna mengarahkan kakinya ke Lexus dark red miliknya. Sebelah tangannya sibuk dengan ponsel, mencoba menghubungi Brenda. Yang untung saja,  menjawab panggilannya di dering kedua.

Bryna tidak sempat mengucapkan 'halo' atau menunggu Brenda mengatakannya terlebih dulu, ia langsung berkata, “Ke Rumah Sakit sekarang!”

•°•

Tiga orang di ruang tunggu itu terdiam. Tidak ada yang bicara. Ketiganya cemas dan pucat, dan menguatkan diri untuk menunggu operasinya selesai dijalankan.

Bryna  menelan ludah dengan susah payah. Dia tidak ingin menangis sekarang, jadi ia menahan isaknya sampai tenggorokannya terasa sakit.
Berkali-kali ia mengusap telapak tangannya yang lembab karena gelisah. Ujung-jarinya terasa dingin dan tidak berwarna.

Ia tidak tahu sudah berapa lama mereka menunggu disana saat dr.Evan keluar dan berdiri disana. Masih memakai pakaian operasi dan menatap mereka dengan prihatin.

“Apakah Ibuku masih hidup?” Adalah pertanyaan pertama yang keluar dari bibir Bryna.

Dokter itu tersenyum, “Ya, dia selamat.”

Beberapa simpul di dalam dada Bryna terurai, dan dia bisa mengambil nafas lega pertamanya sejak berjam-jam yang lalu.

“Ibu sudah baik-baik saja?” Giliran Brenda bertanya. Dia menempel pada suaminya, seolah membutuhkan sandaran agar tidak jatuh saking cemasnya.

Dokter Evan mengangguk ragu-ragu. "Kita harus menunggu, melihat perkembangannya dalam 36 jam kedepan atau lebih untuk mengetahuinya.”

Ketegangan ini belum berakhir. Tapi Bryna mencoba mengerti bahwa dokter Evan dan timnya sudah melakukan yang terbaik untuk ibu.

“Terimakasih dokter.” Ucapnya sungguh-sungguh.

Dokter Evan menyarankan mereka untuk pulang dan beristirahat, tapi nyatanya tidak seorangpun dari mereka bergerak untuk meninggalkan rumah sakit sampai tengah malam.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Where stories live. Discover now