Part 1

705 37 71
                                    

Raina sedang bersantai di ruang tengah rumahnya, sambil mengutak atik ponsel canggihnya tidak lupa televisi didepannya juga menyala agar tidak terlalu hening. Sementara mamanya sedang sibuk mempacking baju-baju yang sudah dipesan oleh pelanggannya.

"Ra." Tidak ada sahutan dari gadis beranjak dewasa itu.

"Rara!" Mamanya sedikit meninggikan suara agar Raina mendengar. Tetapi, tetap sama.

"Raina!" Sementara yang dipanggil memutar bola mata malas, sebenarnya dia mendengar dari tadi.

"Kamu itu kalau dipanggil, ya, nyahut. Nggak punya mulut apa? Kebiasaan, ya, kamu harus diteriakin dulu," omel mama Raina dengan kesal karena tingkah anaknya itu.

"Apasih, Ma? Aku dengar kok. Mama perlu bantuan kan? Tinggal bilang, Ma, nggak perlu teriak-teriak," ucapnya santai.

Rani, mamanya Raina geleng-geleng kepala, lalu berkata,"Kamu itu, ya. Ini tolong kamu ambilkan plastik diatas meja kak Vivi. Mama tadi lupa bawa kesini."

"Gitu kek dari tadi, kan, Mama nggak perlu teriak-teriak manggil aku. Pasti langsung aku ambilin," jawabnya enteng sambil beranjak untuk mengambil yang diperlukan mamanya, di lantai 2, tempat dimana kamar Vivi berada.

Mama Rani hanya menghela napas panjang, "Dasar anak Rikardo," gumam mamanya kesal.

Tak lama Raina pun muncul dan membawa plastik. Ekspresi wajah datar Raina sungguh membuat mama Rani geleng-geleng.

"Nih, Ma." Dia meletakkan di atas meja.

Mama Rani kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan yang masih menunggu dan harus diselesaikan.

"Besok kamu kuliah?" tanya mama Rani tidak menoleh pada putri keduanya itu.

"Hmm," jawab Raina.

"Jam berapa?"

"Hmm." Dia seolah berfikir. Mamanya menghela napas sambil menatap putrinya itu malas, "Mama tanya jam Berapa Raina?" Pertanyaan itu diucapkan dengan penuh penekanan.

Yang ditanya malah nyengir melirik sekilas mamanya, "Belum tau Mama."

Bangun kesiangan tidak membuat Raina terlambat, padahal mama Rani sudah mengomel sejak pagi pada kedua putrinya yang susah untuk bangun pagi.

Raina sekarang sudah berada di kampus bersama teman-temannya. Mereka bercerita sambil menunggu dosen datang. Tak lama dosen pun datang dan mereka seisi kelas menghentikan kegiatan masing-masing.

Walau sudah berstatus mahasiswa dan mahasiswi tidak merubah sikap mereka yang kadang kekanakan seperti masih suka berlari-larian, menciptakan adegan drama dadakan sambil menunggu dosen. Bernyanyi tidak jelas dan yang paling sering bergosip, khusus untuk anak perempuan.

"Ra." Panggil seseorang.

"Hmm," jawabnya tanpa menoleh.

"Temani gue, dong, ke rumah sepupu gue."

"Emang dimana?" Raina sudah menoleh ke sahabatnya yang bernama Vita. Dari wajah Raina seperti tidak tertarik dengan ajakan Vita. Namun Vita tidak peduli dengan itu.

"Nah, itu dia ... lo kan tinggal di Komplek Taman Anggrek dan mereka juga sekarang pindah kesana. Gue ajak lo, biar gue gampang nantinya nyari rumahnya. Secara, kan, lo pasti lebih tau seluk beluk wilayahnya," jelasnya panjang lebar dan berharap Raina langsung menjawab iya.

"Oh." Mulut Raina hanya membulat tanpa adanya anggukan ataupun ekspresi lainnya.

"Gitu doang Ra?" Vita merespon dengan melotot sambil menegakkan duduknya.

"Terus?" Raina bertanya heran.

"Ah, udah lah, gue paham elo sih. Jadi gimana? Mau, ya, ya, ya." Vita memohon.

"Yowis."

"Yes!" teriak Vita pelan.

Sekarang Raina dan Vita sedang menuju rumah Raina. Dan tadi mereka berbicara ditengah dosen yang sedang mengajar. Sungguh mahasiswa super teladan bukan? Bukan.

Raina dan Vita memutuskan untuk ke
rumah Raina terlebih dahulu. Beberapa minggu lalu sepupu Vita sudah pindah dari Bali, orangtua dan adik Vita kemarin sudah berkunjung namun tanpa Vita, karena bentrok dengan jadwal kuliah tambahan. Jadi, orangtua Vita pun menyuruhnya untuk mengunjungi hari ini sepulang kuliah. Maka terjadilah sekarang ini Raina dan Vita tepat berada di depan pintu sang pemilik rumah.

Tok ... tok ... tok.

Seorang remaja membuka pintu. Vita tersenyum melihatnya dan tentu dibalas oleh penghuni rumah itu.

"Kak Vita?" sambutnya sedikit berteriak dan sangat surprise dengan kedatangan kakak sepupunya.

"Iya, Della." Senyum Vita semakin lebar dan mereka langsung berpelukan. Raina pun tersenyum geli melihat pemandangan itu.

"Ayo, masuk kak, kebetulan Mama sama Papa dirumah, eh,  kak Nara juga kok, hehe," kata Della antusias. Vita mengangguk tersenyum dan tak lupa dia mengajak Raina yang sedari tadi hanya diam.

"Ma ... Pa ... ada kak Vita, nih," teriak Della. Vita melihat tantenya itu datang dari arah dapur, namun belum melihat pamannya dan juga sepupunya Nara.

"Vita?" sambut tante Vita seolah tak percaya.

"Kamu, kok, nggak bilang mau datang nak?" Tantenya memeluk Vita dan dilangsung dibalasnya.

"Iya, Tante, maaf, lupa ngabarin, hehe."

"Loh, kamu sama siapa ini? Temennya, ya?" tanya tantenya sambil melihat Raina yang sedang tersenyum mengangguk sopan.

"Iya, tante namanya Raina, dia tinggal disini juga loh tante di blok C." Vita mengenalkan dan Raina langsung memberi salam.

"Oh, ya, cantik loh temen kamu Vit," puji tante Andin.

"Iya, cantik kan, Ma, nggak kayak kak Vita hahaha." Della mulai meledek, saat mereka sibuk bercanda ria. Tiba-tiba pamannya Vita dan Nara muncul.

"Eh, rame nih," seru Nara

"Iya, ada Vita nih," sambung pamannya tak mau kalah. Semua terkekeh mendengarnya.

"Kak Nara,  om Gilbert," sambut Vita sumringah. Vita langsung memberi salam pada pamannya itu dan cipika-cipiki dengan Nara.

Mereka pun duduk sambil ngobrol asik apalagi Della yang suka meledek Vita, lalu bagaimana dengan Raina? Cewek itu pun hanya menyaksikan diam sesekali tersenyum dan menjawab jika ditanya. Sungguh sebenarnya Raina ingin kabur dari situasi seperti ini karena dia merasa canggung. Namun satu hal yang Raina nilai adalah keluarga itu sangat asik dan seru. Dia membayangkan jika dia mampu bersikap hangat dengan keluarga seperti yang dilihatnya sekarang ini maka pasti akan terasa indah. Namun apa dayanya, sifat dingin dan terkesan tidak peduli itu seperti sudah mendarah daging di tubuhnya.

Bahkan, walau mama Rani sudah berulang kali menasehati soal itu, sampai-sampai bisa mengomel sepanjang malam, dan hal itu seolah menjadi penghantar tidur Raina. Tentu Revi kakaknya Raina, atau mereka biasa memanggilnya dengan sebutan Vivi, merasa ikut terganggu. Dan Raina kembali menjadi sasarannya untuk mengomel.

Raina melirik jam tangan yang melingkar di tangannya, sudah hampir 2 jam mereka ada disana, namun Vita masih terlihat tenang serpeti tidak punya dosa.

Walau sudah disuguhi minuman segar dan brownis kukus tidak membuat niat Raina untuk berlama-lama disana.

"Pengen banget gue getok nih kepala," batin Raina sambil mencuri-curi pandang ke kepala Vita yang tidak mau diam, dia pura-pura tersenyum seolah ikut berbaur dengan situasi yang ada.

Mengenai rumah sepupu Vita berada di blok E memang tidak jauh dari rumah Raina hanya selisih satu blok saja. Dan sebenarnya ini kali pertama Raina main ke blok E selama ini Raina hanya tahu posisinya dimana namun tidak pernah mendatangi dan masih banyak lokasi yang ada di komplek itu yang tidak pernah dia kunjungi atau pun hanya sekedar lewat dan mampir.

RainaDevan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang