part 14

202 12 36
                                    

Devan memilih kafe yang tidak jauh dari kediaman mereka. Dan tempat itu biasa di kunjungi kaum muda-mudi seperti mereka.

"Lo bohong ya sama nyokap lo?" todong Devan setelah mereka memilih tempat duduk.

"Bukan urusan lo." sahut Raina acuh.

Devan memutar bola mata nya malas sambil menghembuskan nafas kasar.

Setelah itu mereka saling diam. Raina dengan sifat bodo amatnya. Dan Devan pun mendadak merasa situasi mereka saat itu menjadi awkward. Devan merasa bingung kenapa dia mendadak diam seribu bahasa di depan Raina. Biasanya dia selalu ada cara buat Raina berbicara dengan nada galaknya.

Tapi ini? Apa Devan mulai memikirkan jika dia memang sudah menyukai Raina tanpa di sadarinya sendiri?

Karena Devan merasa pusing. Devan mengusap rambutnya kasar. Raina menatapnya dengan alis yang bertautan.

"Lo pesan apa?" Devan akhirnya membuka suara. Buku menu makanan yang sedari tadi dimeja itu pun di sodorkannya kearah Raina.

"Gak mood." jawab Raina singkat sambil menggeser kembali buku menu ke Devan.

"Sama lo itu banyakan hening ciptanya ya dari pada pidato. Padahal kan biasanya pidato itu lebih banyak makan waktu di banding hening cipta." celoteh Devan sambil sibuk membolak balikkan buku menu. Ntah apa isi kepala Devan sehingga bisa ngelantur gitu.

"Ngomongin apa sih lo? Belum move on dari upacara di SMA lo dulu?" tanya Raina setengah meledek.

Devan salah tingkah. Dia sendiri bingung kenapa harus mengeluarkan kata-kata itu. Ide dari mana dia mendapatkan itu.

Untuk menghilangkan salah tingkahnya Devan memanggil pelayan, setelah si pelayan datang Devan pun menyebutkan menu yang ingin di pesannya.

"Mbaknya nggak mau mesan?" tanya pelayan dengan polosnya. Membuat Raina ingin menerjangnya ke laut. Gak tau apa kalau Raina sedang tidak mood?
Jelas saja si pelayan tidak tahu, karena dia bukan cenayang.

"Diet dia mas. Gak lihat pipinya gembul gitu." celetuk Devan yang menyiratkan cengiran ledekan pada Raina. Fix Devan yang asli kembali muncul. Si pelayan tersebut tampak menahan tawanya.

Itu membuat kapala Raina menjadi semakin panas. Tetapi dia berusaha tenang. "Iya nih gue lagi diet." ucap Raina sambil melirik Devan sinis. Sementara Devan terlihat menahan tawanya agar tidak pecah.

Setelah mengucapkan itu si pelayan pun pergi. Devan masih dengan tingkahnya.

"Seneng lo?!" tanya Raina sengit. Devan tersenyum simpul sambil manggut-manggut.

"Gue suka kalo sisi kesingaan lo itu keluar." kata Devan santai, tak lupa suara tawanya yang khas itu terdengar di telinga Raina.

"Gemesin gimana gitu." sambungnya lagi.

"Udah deh lo buruan ngomong, maksud lo ngajak gue kesini buat apa?" jengah Raina.

"Buru-buru amat sih." sewot Devan.

"Gue emang buru-buru. Cepetan."

"Sok sibuk banget sih." balas Devan.

"Oke, gue balik nih." kata Raina segera beranjak dari duduknya.

"Eh.. Apaan sih." cegah Devan menahan lengan Raina. Dan Raina kembali duduk dengan malas.

"Ya. Makanya, buruan." kata Raina gak sabaran. Lalu menepis tangan Devan sehingga tidak lagi menggemgam tangannya.

"Iya iya.. Gue cuma mau bilang lo jangan marah lagi sama Vita. Vita gitu karna dia pengen banget sahabatnya di sampingnya saat pesta ulang tahun itu." Devan pun mengalah dan menjaskan tujuannya.

"Udah itu doang? Yaelah buang waktu gue aja lo." ucap Raina.

Devan menautkan alisnya. "Nih anak bener-bener minta di cium, gemesin sumpah." pikir Devan. "Eh gue mikir apaan sih." pikirnya lagi.

"Oke, gue itu mungkin nggak penting buat lo. Tapi disini gue cuma selesain tugas gue. Dan gue udah ngomong sama lo. Sekarang terserah deh, lo masih marah ke Vita atau nggak." jelas Devan.

"Ya ya ya.. Gue nggak ngerti sih apa tujuan lo ngelakuin ini. Tapi gue sama Vita itu baik-baik aja. Kita biasa sih begini dan gak lama juga bakal baikan tanpa harus lo datang sebagai pahlawan kesiangan." jelas Raina pada akhir kalimatnya menatap Devan remeh.

"Tuh kan bener minta di cium." batin Devan. Devan semakin geram saja dengan Raina.

"Gue juga gak pengen sih jadi pahlawan kesiangan gini. Gue cuma sadar aja, karna gue malam itu lo harus ikut gue dan ninggalin acara Vita sebelum ketemu dia sama sekali." jelas Devan dan menyadari akan kesalahannya itu. Memang benarkan jika itu karena ulah Devan.

"Baru sadar lo?" tanya Raina.

"Ya gue minta maaf soal itu." kata Devan mau tidak mau.

Raina tersenyum tipis. "Akhirnya.." kata Raina. Raina merasa menang karena Devan mengeluarkan kata maaf. Ya, walau bukan untuk masalah yang dulu-dulu dia lakukan. Tapi itu sudah cukup membuat Devan kalah.

Sementara Devan tertegun melihat senyum Raina walaupun hanya senyum tipis. Karena Devan sangat jarang melihat senyum Raina. Terakhir Devan melihat senyum itu pada saat malam itu, di pasar malam. Tapi jika melihatnya sering maka Devan bisa saja semakin jatuh cinta pada cewek itu.

"Lo cantik kalo senyum." ucap Devan tanpa sadar dan wajahnya memancarkan senyuman tulus.

Raina kaget dengan ucapan dan tingkah laku Devan, menjadikannya gelagapan karena di puji tulus begitu. Sudah dua kali Raina gugup begitu saat di puji Devan dengan tulus. Dan Devan selalu tanpa sadar melakukan itu. Raina memang anak yang cuek, namun jika sudah begitu hatinya bisa juga menjadi berantakan. Dan pikirannya mungkin sebentar lagi akan di penuhi dengan segala tingkah Devan terhadapnya, baik yang menyebalkan maupun yang tidak.































Jangan lupa Vote dan komen.

RainaDevan (Completed)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin