part 20

171 7 0
                                    

Wandi merasa sangat bahagia malam ini. Dia bersyukur ada Vita yang mendukungnya bersama Raina, apalagi mereka itu sahabatan.

Wandi sudah memesan makanan dan minuman yang menjadi andalan di restaurant yang dia pilih sendiri.

Sementara Raina sedari tadi diam sambil mengedarkan pandangannya pada seluruh isi restaurant tersebut.

"Ra.. Kamu suka kan?" Tanya Wandi setelah pelayan datang menghidangkan makanan serta minuman di hadapan mereka.

Raina hanya mengangguk. Lagi lagi hanya ekspresi datar saja yang muncul pada wajahnya.

"Yaudah, langsung dimakan aja yuk, keburu dingin ntar." Titah Wandi.

Raina kembali mengangguk.

"Ra.. Masih marah gak?" Tanya Wandi hati-hati di sela melahap makanan yang terhidang.

Raina menggeleng. "Percuma." Katanya tanpa melihat Wandi.

Wandi bernafas lega.
Saat setelah Raina merasa cukup untuk makan, dia pun menatap Wandi yang masih menyantap makanannya. Wandi membalas tatapan itu seolah berkata "Kenapa?"

"Gue udahan, mau balik." Kata Raina dengan wajah datarnya. Memang Raina sebenarnya sudah merasa bosan dan tidak mood juga.

Dia hanya menghargai Wandi yang sudah datang ke rumahnya dengan pakaian yang rapi.

Wandi mengerutkan dahinya seolah tidak percaya dengan ucapan Raina tadi.

"Lo gak suka? Kenapa?" Tanya Wandi. Dia tidak terima dengan sikap Raina.

"Bukan. Gue cuma gak mood." Jawab Raina santai tanpa beban.

Wandi menghela nafas kasar.
Di lihatnya sekitar mereka yang ternyata tidak terlalu ramai, juga jarak tiap-tiap meja disana juga cukup jauh.

"Ra. Lo bisa jangan kaya gini gak?" Ucap Wandi dengan nada yang mulai berubah dari sebelumnya. Tentu Raina menyadari itu. Tapi Raina tetap lah Raina.

"Gue cuma gak mood Wandi. Emangnya salah?" balas Raina bernada rendah.

Wandi menghela nafas panjang dan membuangnya dengan kasar.
"Gue bela-belain buat ini semua untuk lo Ra, tapi kenapa lo kaya gak hargain gue?" Raut wajah Wandi semakin terlihat tidak ramah seperti biasanya.

Raina pun menyipitkan matanya. Karena mulai merasa sifat Wandi yang sebenarnya muncul.

"Lo tau. Lo itu sok banget, sok kecantikan, lo itu gak ada apa-apanya." Sambung Wandi lagi dengan remeh.

Raina sangat terkejut dengan ucapan Wandi itu.

"Terus kalau gue gak ada apa-apanya? Kenapa lo selalu deketin gue?!" Kata Raina tidak terima.

Wandi tersenyum remeh.

"Karna gue cuma penasaran aja sama lo. Pengen buat si cewek es batu ini bertekuk lutut sama gue. Dan lo bukan satu-satunya cewek didunia ini. Dan lagi, gue cuma mau buktiin aja ke temen-temen gue, kalo gue bisa dapetin elo." Jawab Wandi sombong.

"Lo mau balik kan? Sama gue juga. Bayar tuh tagihan." Sambung Wandi lagi dengan senyum kemenangannya. Dia pun segera beranjak dari duduknya dan berlalu begitu saja meninggalkan Raina yang masih tersulut emosi.

"Sialan." Geram Raina sambil mengepalkan tangannya.

Raina meraih tas kecilnya. Lalu beralih ke dompetnya, tidak banyak uang yang dia bawa. Kartu ATMnya saja tinggal.

Raina merasa di jebak oleh Wandi. Tujuan Wandi pun terkuak saat setelah merasa tidak mampu mendapatkan perhatian Raina. Walau begitu Raina jadi bersyukur bahwa dengan cepat dia mengetahui sifat asli dari Wandi. Dan soal masalah membayar makanan mereka tadi, dia masih berharap bahwa Wandi sudah membayar makanan mereka. Raina pun memutuskan ke kasir, untuk menanyakan hal tersebut. Dan ternyata jawabannya sama sekali tidak diharapkan Raina.

Lengkap sudah penderitaan Raina. Hari sudah semakin larut. Pukul 10 malam restaurant itu akan ditutup.

Raina menggigit kukunya. Yang menandakan dia sedang cemas.

"Mbak mau bayar sekarang?" Tanya si pelayan.

"Hah?! Oh, eh maaf mbak. Berapa ya semua?" Tanya Raina cemas.

"Total 570 ribu mbak." jawab si pelayan dengan ramah.

"Duhh, mana cukup duit gue." Gumam Raina dengan panik.

Tanpa Raina sengaja dia menangkap sesosok orang yang sepertinya dia kenali.

Cowok itu sedang membelakangi Raina, yang masih setia berdiri di depan kasir.

Dia tentu tidak mau jika tertahan disana karena tidak bisa membayar makanan itu.

Tanpa pikir panjang dan membuang gengsinya jauh-jauh. Raina setengah berlari ke arah cowok itu.

"Heh, lo harus bantuin gue." todongnya ke si cowok yang sudah terlihat kaget dan heran itu.

"Apaan sih lo?!" Kata si cowok gak terima.

"Gue butuh bantuan lo." Kata Raina sedikit jutek dia masih dihantui oleh gengsinya itu.

Cowok itu menyatukan alisnya.

"Ntar dulu deh. Lo kenapa disini? Terus lo sendiri?" Tanya Devan sambil melirik ke sekitar mereka seolah memastikan dugaannya.

"Jangan banyak tanya deh. Gue sendiri. Gue mau pinjem duit lo." Kata Raina to the point.

"Lo malak gue?"

Raina memutar bola mata malas.

"Nggak. Gue Minjem. Bakal gue ganti." Jawab Raina penuh penekanan.

"Elah udah minta tolong. Malah ngegas." Devan tersenyum simpul.

"Boleh apa nggak?" Tanya Raina gak sabaran.

"Hmm... Boleh sih..." Sahut Devan sambil manggut-manggut. Namun otaknya sudah memikirkan hal lain yang bisa menguntungkannya juga, sayang sekali hal seperti ini tidak di manfaatkan oleh Devan.

"Ada syaratnya."

Raina mengehela nafas kasar.

"Serah lo!" Seru Raina.
Setelah itu Devan tersenyum lebar.

RainaDevan (Completed)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant