part 24

158 7 0
                                    

Tanpa terasa perjanjian antara Raina dan Devan berakhir. Jelas saja, kesepakatan yang mereka buat telah berakhir. Yang sebenarnya Devan tidak rela. Namun apa boleh buat waktu yang di janjikan sudah berakhir, tentu Devan tidak kehabisan akal membuat Raina selalu berada di dekatnya atau hanya sekedar melihatnya saja.

Berbeda dengan Devan yang memiliki pemikiran akan tetap berada dekat dengan Raina. Pada keadaan sekarang, ada satu hal yang mengganggu pikiran Raina. Vita sahabatnya itu sedikit berubah sejak kejadian Raina banyak menghabiskan waktu bersama Devan belakangan ini. Ya, mereka memang jadi sering telihat bersama karena syarat konyol Devan itu. Namun Raina bingung mengapa sikap Vita pun seolah berubah, padahal kan dia tahu bagaimana Devan. Dan lagi, mereka itu kan saudara sepupu.

"Lihat Vita gak?" Tanya Raina kesalah satu temannya yang sedang memesan makanan di kantin kampus mereka.

"Tadi sih lihat. Tapi gak tau deh sekarang." Jawabnya.

"Dimana?" Tanya Raina penasaran.

"Deket perpus sih tadi." Jawabnya lagi.

"Oke. Makasih." Balas Raina sambil menepuk sekali pundak temannya, lalu berlalu menuju perpustakaan yang dimaksud.

Perpustakaan yang dimaksud adalah  yang berada pada fakultas mereka, jadi setiap fakultas itu memiliki perpustakaan mini.

Vita memang masuk kelas, hanya saja Raina belum sempat ngobrol dengan Vita seperti biasa jangankan ngobrol, saling berpapasan saja tidak. Dan seperti perasaan Raina, Vita juga terlihat seperti membatasi diri dengannya. Vita sangat aneh. Raina mengedarkan pandangannya ke arah perpustakaan mini. Dia tidak melihat Vita.

"Kemana sih?" Gumam Raina kesal.

"Nyari siapa, Ra?" Suara itu, sangat Raina kenali.

Raina menulikan telinganya.

"Lo masih dendam sama gue?" Tanya Wandi.

Raina tetap membungkam mulutnya dan memilih untuk pergi dari sana. Cewek itu tidak peduli jika beberapa pasang mata melihat mereka. Sebelum melangkah, Wandi mencekal tangan Raina.

"Ra, Pliss." Mohon Wandi.

"Lepas." Ucap Raina dingin, dia tidak menoleh sama sekali.

"Lo maafin gue dulu. Gue terbawa emosi aja Ra," Wandi berbicara seenak jidat. Dasar cowok! Tidak memikirkan perasaan perempuan yang sudah dipermalukan walau tidak jadi tontonan pada waktu itu, tetapi tetap saja Raina merasa direndahkan.

Raina menghela nafas kasar. Lalu menepis tangan Wandi kasar.
Dia pergi dengan langkah cepat.

"Ra!!" Panggil Wandi, tentu Raina mengabaikannya.

Permintaan maaf Wandi yang kedua kalinya itu sama sekali tidak membuat Raina luluh.
Bagaimana bisa seorang cowok seperti Wandi dimaafkan dengan mudahnya. Dia sudah membuat hati Raina sakit dengan ucapannya, lalu harus menanggung malu, bahkan dia harus dengan rela mengemis ke Devan agar tertolong. Dan karena itu semua, dia harus rela menuruti aturan Devan.

Saat sampai di rumah, Raina langsung menuju kamarnya.

Mama Rani sedikit heran dengan tingkah Raina belakangan ini. Memang anaknya itu sudah aneh tingkahnya sejak bayi. Tapi kali ini sepertinya berbeda.

Mama Rani memutuskan untuk bertanya nanti saja, karena masih sibuk dengan orderannya yang semakin banyak itu.

"Ma.." Itu suara Vivi yang pulang.

"Rara udah pulang?" Tanya Vivi yang sudah berada di hadapan mamanya.

"Udah. Makin aneh aja itu anak." Lapor mama Rani.
Vivi mengerutkan dahinya.

"Emang kenapa dia?" Tanya Vivi kepo.
Belum sempat mama Rani menjawab, Vivi langsung melontarkan pertanyaannya lagi.

"Terus dia dimana?" Tanya Vivi lagi sambil celingak celinguk ke sekelilingnya.

Mama Rani mendengus.

"Di kamar. Kamu itu ya baru pulang udah banyak tanya. Sana mandi gih. Bau banget kamu." mama Rani malah mengomel.

Bukannya mendengarkan omelan mamanya Vivi malah terus berbicara.

"Ma.. Ada yang lebih penting dari baunya Vivi." kata Vivi tanpa beban.

"Tadi Vivi ke cafe yang deket kampus Raina. Terus ngeliat Vita dong." Sambungnya lagi.

"Mama tau gak?" Vivi masih berbicara dengan antusias. Sementara mamanya terlihat tidak semangat. Dia merasa memang tingkah Vivi yang perlu di pertanyakan. Kenapa bisa seaneh itu? Heboh gak jelas.

"Gak tau." Jawab mama Rani sambil sibuk dengan kegiatannya.

"Ihh, iyalah mama kagak tau. Vivi kan belum cerita." Omel Vivi. Nah kan, malah mamanya sekarang yang di omelin.

"Iya iya yaudah sekarang cepetan cerita. Mama juga gak kepo." Sahut mama Rani dan menghentikan kegiatannya sejenak. Tidak kepo namun menghentikan kegiatannya dan malah memfokuskan pendengarannya pada Vivi. Lalu tanpa peduli lagi dengan tanggapan mamanya, Vivi pun berbicara dengan heboh dan semangatnya.

"Mama bakalan heboh setelah Vivi cerita." ucapnya sebelum masuk ke inti cerita.

Vivi menceritakan kronologi bagaimana dia bisa melihat Vita saat itu bersama temannya yang tidak Vivi kenali. Namun setelah menceritakan apa yang Vivi dengar dari percakapan Vita dan temannya itu, mama Rani tahu jika itu adalah Niken yang merupakan teman Raina juga, walau tidak dekat.

"Kamu yang bener sih kak. Gak mungkin lah Vita begitu." begitu lah respon mama Rani setelah mendengar cerita dari Vivi.

"Dihh buat apa sih boong? Tadinya Vivi juga pengen nyamperin Vita, eh setelah denger apa yang mereka omongin Vivi milih buat nguping aja." Jelas Vivi lagi.

"Tapi kok Vita gitu?" Tanya mama Rani masih tidak percaya.

"Gak nyangka kan? Sama deh." kata Vivi yang sudah terlihat sedikit geram namun seperti masih tidak percaya.

Mereka berdua pun terdiam dan saling memandang.

"Jadi kasih tau Rara gak nih?" tanya Vivi.

"Jangan dulu, tunggu Raina mau cerita sesuatu ke kita dulu baru kita bilang pelan-pelan." putus mama Rani.

"Pantesan Rara kaya aneh gitu belakang ini. Mungkin dia ngerasa sikap Vita mulai berubah, apalagi dia baru dibuat malu sama si cowok pengecut itu." Lanjut mama Rani mulai geram.

Vivi hanya mengangguk setuju.



Haiii haiii jangan lupa vote yaa 😘😘😄

RainaDevan (Completed)Where stories live. Discover now