part 15

194 10 16
                                    

Memang benar aksi saling diam mendiamkan Raina dan Vita hanya berlangsung sebentar. Saat mereka bertemu di kampus suasana mereka langsung cair. Begitu lah persahabatan mereka. Suka berselisih paham namun tidak lama hati mereka kembali ke awal dimana seperti sedia kala yang baik-baik saja.

Soal Devan bisa mendapat nomor HP Raina itu dari Vita. Tanpa membuang waktu, saat Devan pulang dari rumahnya dia langsung mengirim nomor Raina ke Devan.

"Kenapa lo mesti ngelibatin sepupu lo itu sih?" Tanya Raina penasaran namun tetap dengan gaya cueknya. Dan sekarang Raina tengah berada di rumah Vita yaitu tepat pada halaman belakang rumah Vita.

"Sebenarnya sih gue cuma ngetes doang. Apa lagi emang posisinya juga gue lagi kesal sama dia. Eh nggak taunya di mau-mau aja." Jawab Vita cengengesan karena membayangkan wajah Devan yang tiba-tiba bego saat di ceramahi Vita waktu itu.

"Iya, yang ujung nya lo ngorbanin gue juga. Udah tau gue males banget berurusan sama makhluk gila itu." Sebal Raina lalu memasukkan keripik singkong yang disediakan Vita kedalam mulutnya.

"Ah. Lo mah ngomongnya gitu. Tapi waktu itu mau aja di tarik Devan ninggalin acara gue." Sindir Vita.

"Vit...amin jangan mulai deh. Lo mau kita ribut lagi?" tanya Raina menatap Vita lekat.

Vita mengangkat kedua tangannya. "Iya iya lupain." Vita menyerah.

"Tapi gue rasa nih ya Ra. Devan itu bisa jadi suka sama lo." Kumat deh jiwa tebak menebak Vita. Vita itu suka banget menebak sesuatu. Ya, walau memang sering benar sama tebakannya.

Raina acuh sambil terus mengunyah camilannya.

"Kenapa gue bilang gitu. Karna setau gue nih ya. Devan itu gak pernah segini nya buat gangguin cewek. Ya maksudnya orang lain bukan yang punya hubungan saudara atau sejenisnya." Sambung Vita dengan sesekali menggerak kan tangannya. Vita sama sekali tidak peduli dengan wajah Raina yang masa bodoh.

Raina jika di tanya, maka sebenarnya dia, sangat muak jika sudah membahas Devan. Jadi dia memilih hanya sekedar mendengarkan celotehan Vita saja.

"Lo percaya nggak? Kalau Devan belum pernah pacaran?" Tanya Vita antusias sambil menghadapkan tubuhnya ke arah Raina yang menatapnya malas.

Raina hanya mengangkat bahu. Tanda tidak peduli, mulutnya juga masih sibuk mengunyah makanan itu.

Vita berdecak kesal. "Lo tuh ya!"

"Gue nih, sebagai cewek normal mengakui sepupu gue yang gila itu emang ganteng. Dan gue juga sebagai cewek normal kaget banget sih pas tau dari kak Nara, kalau Devan belum pernah pacaran sama sekali. Gila sih.
Padahal ya, setau gue dia itu suka banget ngedeketin cewek, goda-goda gak jelas. Giliran ceweknya baper dia gak tanggung jawab." Vita masih terlihat semangat bercerita. Walau Raina hanya acuh saja. Menurut Vita tidak masalah. Karena dia tahu sahabatnya, walau begitu tapi tetap mendengarkan ceritanya dengan baik.

"Lalu?" Tanya Raina. Bener kan cerita Vita sedari tadi di dengarkan.

"Ya intinya ya, dia itu belum pernah begini banget ke cewek. Coba deh lo banyangin udah berapa lama Devan selalu buat ngalihin perhatian lo ke dia? Udah hampir 5 bulan Ra. Sejak awal yang kita barengan ke rumah tante gue." Jelas Vita heboh. Lihat saja, bagaimana Vita mengingat semuanya. Raina saja, tidak tahu sudah berapa lama hal itu terjadi.

"Kan lo bilang dia emang gitu ke semua cewek. Suka ganjen. Mungkin hanya penasaran doang sama gue. Bukan berarti suka Vitaaa." Sahut Raina malas.
Seolah menyadarkan tebakan Vita itu salah total.

"Iya sih." Vita bergumam sambil manggut.

"Tapi gue ingetin ke elo ya. Jangan pernah baper ke Devan. Gue takut ntar dia buat elo kaya cewek-cewek yang sebelumnya di gangguin dan godain setelah ceweknya baper malah di tinggalin." Peringat Vita.

"Yang ada gue malah kesal kalau lihat wajah itu anak." jawab Raina mulai ketus.

"Gue tau dia emang sepupu gue. Cuma gue juga gak terima kalo sepupu gue ngedeketin lo hanya untuk rasa penasaran atau pun hanya untuk kesenangan semata." Kata Vita khawatir.

"Iya lo tenang aja. Nggak bakal deh." Raina menjawabnya dengan tersenyum manis, dia senang punya sahabat seperti Vita. Meskipun Vita tergolong bawel seperti mama dan kakaknya Vivi.

Vita pun membalas senyum Raina tidak kalah manis, sambil menganggukkan kepalanya sedikit.

Tersadar akan sesuatu, Raina melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 17.35 Wib. Memang tadi Raina memilih sepulang kuliah untuk ke rumah Vita saja. Tanpa mampir ke rumahnya dulu.

"Udah sore banget nih Vit. Gue balik ya." Pamit Raina lalu meraih tasnya dan memasukkan ponselnya yang sedari tadi hanya dianggurin di atas meja kecil.

"Sori gue nggak bisa anter. Lo tau sendiri gue harus nungguin mama gue pulang." Kata Vita sedikit tidak enak.

"Iya nggak papa. Santai aja sih." jawab Raina tersenyum mengerti.

"Tapi gue tetep anterin lo sampai simpang kok. Biar lo tinggal naik angkot doang." ucap Vita nyengir sambil menaik turunkan alisnya.

Raina tertawa hambar. "Serah ibuk Vita aja."

Vita itu sangat dekat dengan mamanya, jadi jika mamanya pulang kerja dia mau jadi orang pertama yang menyambut mamanya. Sementara papa Vita jarang di rumah dikarenakan sibuk bekerja di luar kota dan akan pulang saat mendapat cuti panjang.






RainaDevan (Completed)Where stories live. Discover now