part 22

162 7 0
                                    

Mereka saat ini sudah berada di pusat perbelanjaan, namun Raina merasa sikap Vita agak berbeda.
Saat setelah mereka merasa lelah berbelanja, mereka memilih untuk mencari tempat makan di dalam mall.

Tidak seperti Raina, Vita dan Niken yang lebih banyak berbelanja. Raina tentu bukan tipe cewek yang hobi belanja. Dia hanya membeli yang di butuhkan saja.

Setelah memesan menu masing-masing, tiba-tiba ponsel Raina berbunyi.

Disana terdapat pesan dari seorang cowok yang seharusnya tidak muncul pada layar ponsel Raina.

+62891*******
"Dimana lo?"

Itu lah pesan singkat dari Devan. Raina memang tidak berniat untuk menyimpan kontak Devan.

Raina mengehela nafas. Dia sebenarnya ingat akan janjinya ke Devan, tapi dia berpura-pura untuk melupakan itu.

Vita yang masih ngobrol dengan Niken sesekali melirik Raina. Vita tahu jika pesan itu dari Devan.

Belum sempat membalas pesan Devan, muncul sebuah video call dari Devan.

"Bener sakit jiwa ini orang." Gumam Raina kesal.

Raina dengan sigap mematikan panggilan itu.

"Kenapa di matiin woi!!! Ohh... siap-siap aja rumah lo gue buat gempar!!!."

Itu lah pesan dari Devan saat setelah Raina mematikan panggilannya.
Raina sadar dia sedang di ancam.

Cewek itu sudah sangat geram dengan Devan yang super menyebalkan.

"Cie, kayanya Raina sibuk banget nih sama gebetannya." Canda Niken yang menyadari kesibukan Raina sedari tadi.

Raina mendongak dengan raut wajah tidak terima jika Devan disebut sebagai gebetannya.

Lalu setelah itu dengan cepat Raina membalas pesan Devan.

"Jangan macem-macem lo!!"
Itu lah balasan Raina.

"Apaan gebetan. Orang gila sih iya." Balas Raina sedikit ketus.

"Dia gak punya gebetan Ken,"  ucap Vita menimpali sambil mengaduk-aduk minumannya.

"Tuh bener." Jawab Raina cepat.

"Oh kirain, yaudah deh makan dulu yuk keburu dingin nih. Udah gue traktir loh ini." Intrupsi Niken, dan di angguki oleh Vita.

Sementara Raina sudah kehilangan nafsu makan.

Mereka pun menikmati makanan yang terhidang sambil sesekali berbincang-bincang di selingi canda dan tawa. Raina tetap berusaha bersikap biasa.

Sekitar satu jam lamanya mereka pun memutuskan keluar dari tempat makan tersebut. Sebenarnya Raina kurang suka di traktir oleh Niken, namun bagaimana lagi? Rejeki kan tidak boleh di tolak, lumayan buat penghematan kalau mama Rani bilang.

Di sisi lain Devan sudah berkeliling mencari keberadaan ketiga cewek itu. Dan akhirnya Devan bisa menemukan mereka saat dia melihat Vita yang pertama kali keluar dari sebuah tempat makan.

Devan mempercepat langkahnya. Dan saat itu juga terlihat sosok Raina dan jelas dia datang kesana hanya untuk mencari Raina saja. Bahkan Vita sepupunya saja di acuhkannya.

"Wah.. Disini lo ternyata." Sergap Devan dengan senyum remehnya.

Raina melebarkan matanya. Melihat Devan yang sedang menghadangnya.

"Lo ngpain sih?!" Ketus Raina.

"Lo ngpain.. Lo ngpain.. Ya nagih janji lo lah. Pake acara kabur lagi lo." Balas Devan.

Sementara Vita dan Niken menyaksikan. Vita melirik ekspresi dari Niken yang masih terlihat bingung.

"Devan.. Kok disini?" Tanya Niken lembut, cewek itu tidak memperdulikan percakapan Raina dan Devan barusan.

"Gue mau jemput cewek es batu ini." Tunjuk Devan ke arah Raina dengan tatapan seperti siap untuk bertempur.

Niken menyatukan alisnya.

"Emang kalian ada hubungan apa?" Kepo Niken.

Dengan pedenya Devan merangkul Raina. Dan Raina berusaha mengelak, namun Devan terus mempererat rangkulannya.

"Dia.... Calon pacar gue." Kata Devan santai.

Seketika itu Niken membulatkan bola matanya, lalu Vita menatap Devan seolah memberi peringatan. Dan Raina menunjukkan raut wajah tidak terima dengan ucapan Devan.

"Paan sih lo! Gila aja. Gak sudi gue." Kata Raina sambil menepis rangkulan Devan tadi.

"Van, lo jangan mimpi deh. Raina gak bakalan mau sama lo." Yakin Vita.

"Udah deh Vit jangan ikut campur. Sekarang urusan gue cuma sama Raina si cewek es batu ini. Lo pada balik gih atau nggak belanja lagi." Balas Devan tanpa beban.

Vita menatap Devan dengan tatapan permusuhan lalu memberi pengertian ke Niken agar pergi dari sana.

Tinggallah Devan dan Raina.
Devan hanya memasang wajah santai dan tidak berdosanya. Dan Raina merasa kepalanya ingin segera pecah.

Raina menatap Devan dengan sengit.

"Apa?" Tanya Devan santai.

Raina tidak menjawab. Dia masih menatap Devan seperti tadi.

"Oh lo mau tanya, kenapa gue tau lo disini?" Terka Devan.

"Gue tau dari nyokap lo sih, dan dengan baik hatinya nyokap lo kasih tau gue, kan calon mantu idaman." Kata Devan lagi dengan bangganya.

"Tapi tenang aja gue belum buat gempar rumah lo kok," Sambung cowok itu lagi.

Raina sedikit lega karena Devan tidak menunjukkan kegilaannya dengan mengatakan bahwa mereka pacaran ke mama Rani ataupun Vivi.

Jika tidak Raina akan menguras tenaganya lagi dalam menghadapi reaksi mama Rani dan Vivi tentunya.

"Kenapa lo kabur sih?" Devan kembali bersuara saat mereka di parkiran motor untuk pergi dari sana.

"Gue gak kabur." Singkat Raina dengan nada cuek, lalu memasang helm yang diberikan Devan.

"Apa namanya kalo menghindar dari janji yang udah di tetapkan?"

Raina diam sesaat.

"Lupa." Kata Raina masih cuek.

Devan menghela nafas lalu memutar badannya menghadap Raina.

"Pake helm itu yang bener.. Ini tuh harus di kancing biar lo lebih aman." Kata Devan sambil mengkaitkan ikatan itu.

Raina merasa sedikit gugup hingga membuat dia mundur sedikit.

"Sini elah, malah mundur." Peringat Devan sambil meraih kedua bahu Raina agar kembali mendekat.










Vote and comment plissss 😂😆😍😘

RainaDevan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang