part 3

412 27 62
                                    

Hari ini jadwal kuliah Raina tidak begitu padat, hanya ada satu kali pertemuan, itu juga hanya selama satu jam lebih. Dan selanjutnya tidak ada mata kuliah lagi. Hal itu menjadikan Raina lebih cepat pulang.
Walau sudah berada pada semester 2, Raina masih saja belum bisa seperti anak-anak kebanyakan. Dimana, jika tidak ada mata kuliah maka mereka akan pergi shopping atau nongkrong ke tempat yang sedang digandrungi oleh anak-anak jaman sekarang. Padahal, dia bisa saja melakukannya. Apalagi Raina termasuk orang yang banyak disukai dan bisa dengan mudah bepergian sesukanya.

Sejak pertama kali masuk, memang Raina banyak dikagumi para cowok dikelasnya maupun seniornya karena wajah Raina begitu cantik dan adem, kalau kata Vita, nggak ngebosenin. Kalau sifat jangan ditanya. Walau begitu Raina tidak terlalu meladeni mereka yang mendekati karena prinsipnya, tidak ingin menyia-nyiakan waktu kalau hanya untuk bermain-main. Jika itu tidak dari hatinya.

Sebenarnya Raina begitu banyak memiliki keinginan, seperti pergi ke suatu tempat yang memiliki alam yang sangat indah. Intinya Raina suka dengan kegiatan membuatnya merasa tertantang.
Tetapi apa boleh buat, kebanyakan teman-teman yang Raina miliki, tidak seperti dirinya.
Mereka cenderung senang dengan kegiatan yang suka membuang uang dengan sia-sia.

Dijaman yang semakin modern ini, membuat seseorang semakin hilang akal dalam mencapai sesuatu yang menurutnya dapat menaikkan level kehidupannya.

"Ra, nanti temenin gue, ya, ke rumah tante Andin," ajak Vita tersenyum sambil menaik turunkan alisnya.

"Ngapain lagi? Mau buat gue diam-diam aja, terus senyum-senyum dengerin kalian berceloteh gak jelas? Hah!" sahut Raina dengan wajah jutek.

"Untuk kali ini nggak, Ra. Gue cuma anterin kueh titipan mama, buat mereka kok. Soalnya, mama gue kan, tau kalau tiap pulang kuliah lo selalu nebeng. Nggak modal banget sih," ledek Vita.

"Jadi gak ikhlas? Yaudah, pergi sana sendiri. Gue, mah, gampang! Naik angkot doang selesai udah biasa," balas Raina.

"Becanda kali, Ra ... gitu aja baper."

"Nggak, kok," balas Raina cepat sambil tersenyum lebar.

"Yaudah, gerak sekarang." Vita menarik tangan Raina menuju parkiran motor.

Sampailah mereka di tempat yang dituju. Vita sengaja tidak singgah kerumah Raina dulu karena dia tidak mau kalau Raina berganti baju dan Vita tidak. Tentu Raina akan terlihat lebih fresh sementara dia terlihat dekil. Nggak dekil juga sih.

Tok ... tok ... tok ...

Muncullah seorang laki-laki bertubuh tinggi yang badannya terlihat cukup atletis. Dia menyambut dengan ramah.

"Loh, Vita? Ngapain?" tanya cowok itu.

"Bodoh! Ini, kan, rumah tante gue. Wajarkan kalau gue datang," jawab Vita dengan nada ketus. Sementara Raina masih berada di belakang Vita, sambil mengutak-atik ponselnya. Mata Devan melirik kearah belakang Vita. Dengan sigap Vita menarik Raina sehingga Devan bisa melihat jelas. Devan menyatukan kedua alisnya. Seolah mengingat sesuatu. Raina memandangnya dengan wajah biasa saja.

"Eh, kenapa lo?" tanya Vita, karena heran dengan ekspresi Devan.

"Kayanya ... gue pernah lihat deh," ucapnya, tangannya berada didagunya masih dengan wajah yang berusaha mengingat.

"Ah, iya,  lo yang gue tawarin buat naik motor dan lo nggak mau kan? Iya, ini mah, yang sombong itu Vit," kata Devan cenderung nyolot. Raina menatap Devan dengan wajah seolah berkata What?! tidak terima dikatain sombong. Raina menatapnya sengit.

Vita menyaksikan itu.

"Apa?! Gak terima lo? Hahaha, muka dikondisikan dong," kata Devan lagi, lalu melipat tangannya didada. Raina semakin geram, dia memang cuek, nggak pedulian, tetapi untuk masalah ini tidak bisa. Cowok itu seolah sengaja membuat Raina kesal dan marah.

"Gue pulang," kata Raina penuh dengan penekanan, sembari menatap Devan seolah siap untuk menerkamnya.
Sementara Devan malah tersenyum remeh.

"Eh." Vita berusaha menggapai tangan Raina namun gagal.

"Elo, sih!" Vita menatap Devan kesal, tidak lupa dia memberikan kueh yang dibawa sedari tadi, setelah itu langsung mengejar Raina. Devan cengengesan menatap dua cewek yang semakin menjauh itu, sambil mengeluarkan umpatannya, "Emang enak?! Siapa suruh nyuekin gue kemarin, malu tauk." Devan memang sangat tidak suka jika diabaikan.
Tanpa disadarinya ada seorang wanita yang melangkah dari arah belakangnya.

"Bang, ngomong sama siapa?" tanya mamanya begitu mendapati Devan didepan pintu.

"Eh, hehe ... nggak, Ma. Nih, ada titipan kueh dari Vita." Devan memberikannya. Mamanya pun menerima.

"Loh? Vita-nya mana?" tanya mamanya sambil mengedarkan pandangannya mencari sosok Vita.

"Udah pulang, Ma. Dia buru-buru," jawabnya berbohong. Mamanya hanya mengangguk.

Setelah merasa aman, Devan melengos, lalu pergi memasuki rumahnya, tentu dia tidak mau jika mamanya itu bertanya terlalu jauh.
Karena hal itu akan membuat Devan berbohong kembali.
Dengan masuk kedalam kamar, maka pertanyaan lanjutan pun tidak akan ada.

RainaDevan (Completed)Where stories live. Discover now