13

461 72 10
                                    

Entah sejak kapan suara gesekan ujung pena bertinta merah terasa sangat memekakak di telinga Albar, oh mungkin sejak lembar demi lembar kertas skripsinya di bubuhi bukan hanya satu-dua coretan bahkan bisa sampai garis merah panjang yang sengaja di tarik melingkar untuk mendandai kurang telitinya Albar dalam menyusun kalimat. Siang ini Albar kembali menelan pil pahit rencana Skripsi yang sudah disusunnya sedemikian rupa harus mundur lagi dan lagi. Bahkan setelah tiga minggu lebih bergulat dengan bab 3, dosen pembimbing Albar masih belum merelakan mahasiswa berprestasinya itu untuk beranjak ke bab 4. Padahal kalau menurut timeline yang sudah disusun Albar sejak sebelum dia mengajukan judul Skripsi harusnya di bulan-bulan sekarang ini dia sudah bisa menyebar Kuesioner dan menarik data untuk di kelola, sayangnya tak ada rencana manusia yang bisa mengalahkan rencana Tuhan.

Tepat setelah Albar melangkahkan kaki keluar ruang dosen, sebuah helaan nafas panjang lolos dari bibirnya. Pikirannya terlalu bercabang-cabang akhir-akhir ini. Terlalu banyak hal yang tak sesuai ekspektasinya. Bukan cuma masalah rencana skripsi yang harus mundur jauh, tapi juga rencana pembukaan distro miliknya dan sahabat-sahabatnya yang juga lewat dari tanggal seharusnya karena masalah produksi yang terhenti beberapa minggu. Albar mengusap wajahnya kasar sambil mengambil posisi duduk di salah satu kuersi panjang di depan ruang dosen. Albar lelah, bukan lelah fisik tapi lebih ke lelah pikiran. Albar stres dan tertekan, tapi dia bahkan tak tau harus melakukan apa untuk membuang itu semua. Kata orang cara terampuh menghilangkan stres adalah pergi keluar, menghirup udara segar dan melihat pemandangan baru, laut biru atau hijau pegunungan. Sayangnya bagi Albar lebih baik dia menggunakan waktu luangnya itu untuk segera merevisi Skripsinya dari pada di buang percuma. Bagi Albar kasur empuk dan makanan enak sudah lebih dari cukup untuk menaikan moodnya lagi, walau tak sepenuhnya bisa mengusir stres dan rasa tertekannya.

Albar sadar betul selama manusia hidup, masalah tentu taka akan ada habisnya. Yang lebih dibutuhkan tak lain adalah sumber kekuatan, semangat dan jalan keluar untuk menyelesaikannya satu-per satu. Sayangnya akhir-akhir ini Albar kehilangan satu komponen penting dari itu semua, semangat. Albar tak tau kemana perginya semangat yang dimilikinya. Terhitung sudah dua pekan sejak terakhir kali Albar bertemu dengan sumber semangatnya, sang kekasih, Dara. Sejak itu tak seharipun Albar melihat senyum terkembang diwajah bulat sang gadis, tak sekalipun juga ada sebuah sapaan atau kabar yang disematkan di dinding obrolan mereka.

Sebenarnya bukan kali pertama hal seperti ini terjadi dalam hubungan Albar dan Dara. Sering kali Dara menghilang seperti di telan bumi, tak mau bertemu Albar saat dia menjemput, tak mau mengangkat telfon dan mengabaikan pesan kekhawatiran Albar, bahkan tak jarang dengan sadar Dara memblokir nomor Albar untuk waktu yang tak pernah di tentukan. Dulu Albar tak pernah mempermasalahkan itu, Albar sadar Dara mungkin butuh ruang untuk dirinya sendiri. Yang bisa Albar lakukan biasanya menunggu di depan gerbang sekolah Dara setiap pagi, memandang gadis itu dari jauh untuk memastikan dia tak melewatkan sekolahnya dan baik-baik saja.

Sayangnya kali ini Albar tak bisa seperti ini lebih lama, dia merindukan Dara dan butuh bertemu gadis itu untuk menyuntikan semangat kepada otak, hati dan raganya. Tapi Albar sadar tak akan bisa memohon Dara untuk bertemu karena kemungkinan terburuknya adalah gadis itu akan marah besar. Maka saat ini yang bisa dilakukan Albar hanya melihat belasan video Dara yang tengah menari di iringi suara musik dari berbagai genre di ponselnya. Iya, Dara suka menari, Dara suka membiarkan tubuhnya hanyut dan bergabung dalam satu lantunan lagu, dan Albar menyukai itu. Albar menyukai ketika senyum terkembang di wajah Dara yang sedang menari, Albar menyukai ketika gadis itu bisa tampak begitu berekspresi seolah tak punya beban.

 Albar menyukai ketika senyum terkembang di wajah Dara yang sedang menari, Albar menyukai ketika gadis itu bisa tampak begitu berekspresi seolah tak punya beban

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ιστορία - ISTORIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang