31

429 60 8
                                    


Hari ini rencananya akan diadakan pemotretan untuk produk-produk terbaru distro. List kegiatan bahkan sudah di bagikan Nata sejak minggu lalu, sayangnya Haikal tidak bisa ikut bergabung sedari pagi karena ada kelas praktik sidang sampai sidang, lagi pula kali ini kontribusinya tak terlalu di butuhkan karena bukan dia yang jadi modelnya, jadi dengan janji akan membawakan makanan Haikal di perbolehkan menyusul.

Selesai kelas, masih dengan atribut selaku jaksa, Haikal bergegas beranjak turun dari lantai dua kelasnya karena terus-terusan di bombardir pesan singkat dari Citra yang menggambarkan situasinya yang haus dan kelaparan. Sayangnya langkah itu mendadak berat saat mata Haikal menatap sosok seseorang yang seperti dikenalnya namun dengan tampilan yang mampu membuat mulut Haikal sedikit menganga terkejut.

Sudah lama sekali rasanya Haikal tak melihat sosok itu, selain karena sikapnya yang tanpa sadar sering menghindar dari tempat-tempat khusus dimana ia biasa bertemu dengannya tapi juga karena sosok itu sepertinya ikut dimenghindari Haikal, membuat mereka seperti dua kutub magnet yang sejenis.

Langkah Haikal resmi terhenti saat akhirnya hatinya yakin bahwa ia sedang tak salah lihat, Sabia siang itu tengah duduk di sebuah kursi panjang dekat perpustakaan bukan kursi-kursi besi di lobi dengan tatanan rambut yang di ubah sangat pendek sebahunya, yang Haikal tahu Sabia begitu menyukai rambut panjang lurusnya dan Haikal pun terbiasa melihat gadis itu memainkan rambut-rambutnya dengan ujung jari tangan, lalu ketika sekarang rambut panjang itu digantikan dengan rambut pendek Haikal benar-benar tertegun. Sabia bahkan terlihat jauh lebih cantik dengan rambut pendeknya, satu pemandangan yang bahkan tak pernah terlintas di kepala Haikal akan terjadi.

Saat itu pertahanan Haikal mendadak langsung runtuh. Ia tak pernah tau bahwa Tuhan punya hukum alam untuk membuat umatnua jatuh cinta belasan kali dengan satu sosok yang sama dengan cara berbeda. Dinding yang perlahan terbangun setelah ia bertemu dengan Saddam yang menyuruhnya menjauh dari Sabia dan paham akan posisinya mendadak luluh begitu saja saat manik mata Sabia menyadari keadaannya yang membatu tak jauh dari tempat gadis itu.

Haikal tau ia punya pilihan untuk kabur dan pergi seperti pecundang, terus-terusan mengelabuhi perasaannya sendiri bahwa ia merindukan Sabia. Persetan dengan kata-kata Saddam yang berminggu-minggu terakhir terngiang dalam memori ingatannya yang membuat Haikal mati-matian memberi jarak antaranya dan Sabia, membuat Haikal tak pernah lagi meninggalkan pesan singkat untuk gadis itu sejak pertemuan terakhir mereka, membuatnya mengabaikan isi hatinya sendiri yang mulai tersiksa, karena hari ini Haikal sedang tak ingin menjadi si bodoh yang menyia-nyiakan kesempatan.

"hai, Bi" sapa Haikal sambil memberanikan diri duduk di sebelah Sabia dengan jarak tak ransel milik gadis itu.

"hai kak" balas Sabia canggung.

"lagi nunggu apa?" tanya Haikal sambil melepas atribut-atribut praktik jaksanya.

"nunggu temen" balas Sabia sambil menggerakkan ponselnya memberi isyarat pada Haikal yang bisa menangkap bahwa orang yang dimaksud adalah Saddam.

Tidak, Haikal tidak sedang mode mundur perlahan karena fakta itu. Hari ini Haikal sedang dalam mode memperjuangkan perasaannya sendiri. Mari menjadi egois dan mengabaikan hal-hal yang tidak penting.

"you looks different" ucap Haikal membuat Sabia langsung menengok dan menatapnya dengan manik mata terkejut.

"weird?" tanya Sabia sambil menyentuh ujung-ujung rambutnya yang jatuh di bahu.

"no, you looks good" balas Haikal tak lupa sambil menyisipkan sebuah senyum tipis diiringi dengan degup jantung tak beraturan atas kejujurannya barusan.

"thank you" balas Sabia sambil buru-buru mengalihkan pandangannya, namun tak membuat Haikal kehilangan momen untuk menangkap gurat merah muda di pipinya, dan tentu saja membuat Haikal harus meredam euforianya untuk tak berseru gemas dan bahagia.

ιστορία - ISTORIAWhere stories live. Discover now