[14] Cascade - Ice Within The Fire

4.7K 1K 326
                                    

Aku tidak mampu berjauh-jauh dari Troya begitu sampai di Oceanus 27. Meski air yang membekukan pakaianku sudah dicairkan dan kini telah sepenuhnya kering---berkat bantuan bangsa Glacer---tapi aku sungguh tidak terbiasa dengan udara seperti ini. Mau tak mau aku terus berdekatan pada satu-satunya yang punya sumber api di perutnya, si naga.

Pasukan bangsa Glacer langsung menghadang kami dengan tombak-tombak dan narwhal besar mereka. Dalam skala satu sampai sepuluh, skala keseraman mereka delapan bagiku. Sensasinya seperti melihat hantu. Kulit sepucat salju mereka seakan turut membeku dan keras. Bulu-bulu tebal mereka bagaikan mantel beruang. Mereka menyimpan sabit di pinggul dan tombak setajam silet di punggung. Nah sekarang bayangkan wujud itu tengah menunggangi hewan besar seperti beluga yang punya tanduk unicorn di kepalanya.

Dua orang penjaga berenang menghampiriku. Troya terbang beberapa meter di atas permukaan air, dan ia bergeming. Hal yang terlintas di benakku adalah Troya tahu, bahwa lawannya saat ini benar-benar tidak bisa diremehkan. Aku yakin kita berdua sepemikiran. Bila salah satu saja dari kami berkutik, yang lain akan diserang. Mereka berenang tanpa merasa kedinginan sedikit pun meski bertelanjang dada.

Aku tertegun ketika merasakan cengkeraman kuat mereka di lenganku. Serius, itu cengkeraman yang kuat sekali. Mereka menyeretku di dalam air menuju narwhal-narwhal besar itu. Salah satu narwhal mengembuskan napas lewat lubang hidungnya. Mereka tampak lebih menyeramkan dari dekat.

"Lepaskan dia," desis Troya.

"Silakan bersuara lagi ketika kau sampai di tujuan. Ini wilayah kami, ini rumah kami, dan setiap pengunjung sudah sepatutnya mengikuti sang tuan rumah," respons salah seorang Glacerian, iris seputih esnya menatap tajam Troya. "Kami tahu kau kuat, Orthros. Tapi aku yakin kau tak mau es sampai membekukan api yang bersarang di tubuhmu."

"Dari mana kau tahu namaku?" balas Troya muram.

"Oh, siapa yang tidak?" Si Glacerian balas bertanya.

Mereka menyeretku ke punggung narwhal. Troya menggeram di atas sana. Glacerian yang kuduga adalah pemimpin dari tim ini menyahut. "Ubah dirimu menjadi manusia. Aku yakin kau tak mau temanmu ini kenapa-kenapa."

"Kau hanya menggertak. Jadi rupanya para Glacer begitu? Gemar mengancam, eh?" cemooh Troya.

"Aku tak menggertak. Pemuda ini kuat tapi aku masih bisa meremukkan leher dan rusuknya dengan mudah. Tulang manusia tidak sekeras tulang beruang." Sang Glacerian mengedikkan bahu santai.

Troya bergeming. Aku bahkan dapat merasakan kemarahannya. Lalu ia bertransformasi dan langsung mendarat di punggung salah satu narwhal. Tidak sepertiku yang menggigil kedinginan (bahkan jubahku mulai membeku sebab basah), Troya bersikap santai di udara yang ekstrim.

Para narwhal berenang dalam kecepatan normal, tubuh kami terayun lembut seiring gerakan berenang mereka yang halus namun efisien. Gigiku bergelatuk kedinginan. Bahkan musim dingin Oceanus asalku sama sekali tidak seekstrim ini. Evolusi tubuh bangsa Glacer semenajubkan itu, barangkali mereka adalah bangsa tertangguh yang pernah ada.

Mataku bersitatap dengan milik Troya. Netra emasnya menyiratkan hal yang sepemikiran dengan benakku. Kita harus terus bersama.

"Ke mana kalian akan membawa kami?" tanyaku.

"Raja kalian?" tambah Troya malas.

Para narwhal berhenti di dermaga yang diselimuti salju putih. Dua bangsa Glacer menarikku untuk naik ke atas dermaga. Troya meloncat ke atas.

"Setidaknya buat pakaian pemuda itu mencair dan kering dulu, dasar bajingan. Apa kalian mencoba membunuhnya?" tegur Troya dengan nada tersinis yang pernah kudengar dari siapa pun.

Oceanus: The Breathing IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang