[30] Cascade - Ethereal

3.5K 648 226
                                    

a/n: *nyanyi* the way that armor look on you amazing, but nothing can compare to when you're in white 🏳️‍🌈🏳️‍🌈🏳️‍🌈🏳️‍🌈

a/n: *nyanyi* the way that armor look on you amazing, but nothing can compare to when you're in white 🏳️‍🌈🏳️‍🌈🏳️‍🌈🏳️‍🌈

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Troya in tunic artwork by © me /wink/

ututu ukenya siapa niii🥺🥺

**

Aku terbangun dari tidurku begitu mendengar suara pekikan dari Troya yang begitu mendadak. Naluriku sebagai pemburu membuatku selalu refleks terjaga bila mendengar suara apa pun. Aku mengangkat kepala untuk mengecek Troya di sisi lain ranjang, jelas ia tidak baik-baik saja. Kedua matanya masih tertutup rapat, tetapi lelaki itu resah. Ia terus menggumamkan kata 'tidak' dan 'tolong', terdengar begitu ketakutan. Aku membeku di tempat, tidak tahu harus berbuat apa. Namun Troya semakin tidak tenang di dalam tidurnya.

"Troya?" tegurku sembari menyentuh pundaknya, mengguncangkan perlahan. "Troya? Bangun! Hey, bangun!"

Dalam sekejap kedua netranya melebar dalam kehororan yang begitu kentara, seakan-akan ia baru saja mengalami sesuatu yang traumatis. Ia bernapas dengan cepat, dilanda kepanikan. Ini adalah hari keempat perjalanan kami di kapal, sebelum-sebelumnya Troya memang terkadang resah di dalam tidurnya. Sesekali aku terbangun di tengah malam karena itu, akan tetapi ia selalu kembali terlelap dengan tenang setelahnya. Namun kali ini berbeda. Troya bangkit duduk setelah itu, perlahan tapi pasti, ritme bernapasnya kembali normal.

"Hey." Aku kontan mengikutinya bangkit duduk. Troya terengah, bahkan tubuhnya bergetar---sesuatu yang tak pernah kusaksikan sepanjang kami saling mengenal. Kekhawatiran meliputi diriku. "Ada apa?"

Troya tidak menjawab, ia justru membawa kedua tangannya ke kepala, meremas surai merahnya sendiri. Memoriku melayang ke hari di mana ia tak sadarkan diri selepas pulang dari Jantung Iblis. Aku masih mengingat dengan jelas betapa resah dirinya, tidak pernah tenang di dalam tidurnya selagi tubuhnya mengalami demam dingin tak berkesudahan saat itu. Troya akan mengerang tidak karuan, dalam ketakutan di setiap jamnya. Terkadang ia menggeram, sesekali melirihkan permohonan. Yang terburuk adalah bila ia mulai memberontak. Selimutnya yang selalu berantakan mampu menjelaskan betapa menyiksanya keresahan yang ia derita selama ia tak sadarkan diri. Akan tetapi aku tak pernah mengira bahwa hingga sekarang, mimpi-mimpi buruk itu masih menghantuinya.

"Mimpi buruk lagi, ya?" tanyaku, menatapnya miris. Troya menatapku, sekali lagi aku merasa ribuan tombak menghujam dadaku begitu mendapati ketakutan nyata di iris keemasannya. Seseorang yang kehilangan harapan. Dari mana kau tahu? Tatapannya kira-kira berarti seperti itu. Kusunggingkan senyuman tipis. "Aku tahu saja."

Pemuda itu tidak menjawab, ia menghela napas berat. "Mereka di sini, aku bersumpah...," Troya berkata dengan lirih. "Aku bersumpah, Cascade. Mereka di sini, mereka benar-benar di sini. Tangan-tangan itu---"

"Hey, hey, tidak. Itu tidak benar." Aku mendekat, mencengkeram lembut bahunya. "Itu cuma mimpi buruk. Tidak ada apa-apa di sini."

"Mimpi-mimpi berengsek," rutuk Troya di bawah napasnya. "Bahkan ... bahkan itu juga membangunkanmu."

Oceanus: The Breathing IslandWhere stories live. Discover now