[31] Troya - Taste of Your Sorrow

4.2K 618 266
                                    

a/n: whatever they kiss in this one

**

MEREKA semakin banyak berdatangan, para penjelma naga itu. Kesemuanya menyebar di sekitar pos pengungsian darurat dan tenda-tenda penjual pangan. Zirah-zirah sisik berkilauan di bawah terpaan mentari sore; hijau milik naga pohon, biru muda milik naga air dan sungai, putih salju milik naga es, dan kebanyakan berwarna merah milik naga api, jenisku sendiri. Meskipun tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyebabkan suatu masalah, orang-orang yang berada di jalur mereka tetap berusaha menghindar. Tidak ada kepuasan atau kepongahan pada raut wajah para penjelma naga itu, hanya ekspresi datar yang menampakkan kewajaran murni, ekspektasi bahwa mereka memang akan selalu menerima perlakukan semacam itu seumur hidup.

Aku tak kuasa bertanya-tanya apa yang mendorong bangsa penjelma naga ke Jurathyrm. Kami—merekatidak sebaik hati itu sehingga rela membangun posko-posko penampungan, terutama terhadap bangsa elf. Mereka juga tak pernah kekurangan satu koin emas pun sehingga merasa harus memanfaatkan momen ramai guna menjual apa pun. Ditambah, gerak-gerik para penjelma naga yang santai dan tergolong cuek mengesankan seolah-olah mereka telah lama berada di sini ... barangkali selama pengungsi pertama yang datang.

Sempat kupikir mereka merupakan bangsa shapeshifter naga liar yang bukan berasal dari Oceanus 3, persis pasukan naga yang pernah direkrut sekali oleh Quasso dulu untuk menyerang bangsa raksasa. Namun, sesuatu pada aura mereka mengatakan sebaliknya; keanggunan bangsawan alih-alih kebiadaban kaum barbar. Mereka sungguh datang dari Oceanus 3.

Kenapa? Aku mendapat firasat mencekam bahwa sebenarnya aku mengetahui jawabannya. Satu hal yang belum kuperoleh ialah konfirmasi belaka.

Cascade dan aku sekarang berbaur di antara para pengungsi di dekat salah satu tenda pangan paling pinggir, makanan kami sudah lama tandas, orang-orang di sekitar kami asyik berbincang atau mengerjakan kesibukan masing-masing. Suara-suara tersebut menjadi sekadar latar belakang di balik benakku yang berkabut. Sesekali Cascade berkecimpung dalam obrolan, tertawa tetapi entah mengapa tak seriang biasa, sementara aku terus memakukan pandang ke arah bangsa naga, tidak berani berpaling terlalu lama sebab enggan kehilangan jejak dari mereka yang terdekat.

Surai merahku yang mencolok kini terlindung aman di balik tudung jubah Cascade—dialah yang telah memutuskan untuk menutupnya beberapa waktu lalu, menarik tudung dengan begitu cepat dan mendadak hingga kepalaku tertunduk. Mula-mula aku ingin membalasnya karena itu, tetapi kemudian kusadari tindakan Cascade semata-mata bertujuan untuk menyamarkanku.

"Mereka mengenalimu, bukan?" tanyanya, membawa serta kenyataan getir yang muncul bersama pertanyaan itu.

Mau tak mau aku mengangguk muram, menatap wajah-wajah familiar para penjelma naga yang kuingat betul nama beserta asal keluarganya. Dan aku mengenali mereka, batinku. Hanya gara-gara tidak sedang mengenakan zirah, bukan berarti aku otomatis menjadi orang asing.

Kami berlama-lama berdiam diri di depan posko pengungsi itu. Orang-orang yang tadinya duduk di sana perlahan pergi dan digantikan yang baru, memperdengarkan obrolan dan candaan yang baru pula.

Waktu semakin larut. Kabut menebal dan udara berangsur dingin. Di dekat posko, seseorang berinisiatif menyalakan api unggun guna menyambut malam. Kehangatannya nyaman tetapi tak cukup menenangkan. Kupejamkan mata sejenak, menghilangkan citra sepasang penjelma naga sungai beberapa meter di kejauhan.

"Kita sudah menemui beberapa pemburu," ujarku seraya menatap lurus rerumputan di bawah kaki telanjangku. "Ini kesempatanmu pulang."

Kualihkan pandanganku ke arah dua naga sungai tadi yang sekarang mulai berjalan menjauh, perhatian mereka sepenuhnya terfokus pada hal lain. Sebagaimana aku yang cepat atau lambat harus kembali, Cascade seharusnya bergabung bersama bangsa pemburunya dan pulang ke Oceanus 15.

Oceanus: The Breathing IslandWhere stories live. Discover now