II

2.2K 124 5
                                    

Shafira duduk di taman untuk menenangkan dirinya. Tangan lentiknya merogoh ke dalam tas hitamnya berniat untuk mengambil ponselnya.

Tapi sialnya ponsel miliknya di lempar pada laki laki tadi dan belum sempat mengambilnya.

Mudah untuk Shafira jika dirinya ingin membeli ponsel baru, tapi masalahnya banyak file berharga di dalam ponselnya.

"Sebaiknya aku pulang, jika bertemu dengan pria itu lagi akan merepotkan" batinnya.

.

.

Kediaman Ravidson

Pintu besar bercat coklat tua itu terbuka menunjukan para pelayan ya g berbaris untuk menyambut sang nona besar.

Para pelayan menyambut Shafira dengan senyuman, salah satu di antara mereka berjalan menghampiri Shafira.

"Tuan besar memanggil nona untuk segera menemui beliau di ruangannya "

Itu adalah Moli, wanita paruh baya itu adalah ketua pelayan di mansion ini. Dia yang mengurus semua kebutuhan yang ada di rumah ini juga mengurus para pelayan yang bekerja di sini.

"Tolong sampaikan padanya aku akan datang 10 menit lagi"

"Tapi yang mulia sudah menunggu kedatangan nona"

Shafira menatap tajam ke arah Moli yang menundukan kepalanya.

"Sampaikan saja apa yang aku katakan" Setelah mengatakan itu Shafira pergi menuju kamarnya.

Shafira meletakan tas hitamnya di depan meja riasnya. Menuangkan air putih ke dalam gelas lalu meneguknya perlahan.

Shafira menatap pantulan tubuhnya, merapihkan rambut juga pakaian yang di kenakannya.

"Sekarang omong kosong apa lagi yang akan dia katakan?"

Beberapa waktu berlalu saat ini Shafira tepat berada di depan ruang kerja ayahnya. Shafira menarik nafasnya, menahannya, lalu membuang nafasnya secara perlahan.

"Apa kau hanya akan diam di depan pintu seperti orang bodoh?" Ucap seseorang dari balik pintu, yang tidak lain dan tak bukan adalah Tuan Ravidson

Mendergar hal itu Shafira segera membuka pintunya berjalan ke arah sang ayah yang duduk di kursi kebesarannya.

"Kau membuat ku menunggu, bukannya kau tahu jika aku membencinya?" Ravidson menatap ke arah anak semata wayangnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Apa yang ingin kau katakan?"

Ravidson terkekeh tak lama dia tertawa, tapi matanya tidak lepas menatap ke arah Shafira. Ruangan itu di penuhi dengan suara kekehan Ravidson.

"Aku tidak ingin berlama lama di tempat ini, cepat katakan"

Dalam sekejap ruangan itu hening. Ravidson berjalan ke arah Shafira berdiri tepat di depannya.Ntah apa yang di pikirkan olehnya, Ravidson menampar Shafira dengan keras meninggalkan bekas merah yang terlihat sangat jelas di kulit putihnya.

"Siapa yang mengajarimu untuk bersikap seperti itu?"

"Aku belajar dari mu" Shafira menatap tajam ke arah Ravidson.

Ravidson kembali menampar Shafira kali ini Shafira tidak bisa menahannya, dia jatuh terduduk di lantai.

"3 bulan ke depan kau akan menikah. Aku berbaik hati agar kau tidak kaget nanti, persiapkan diri mu."

Shafira terkejut dengan pernyataan yang baru saja di katakan oleh ayahnya. Shafira mendongakkan kepalanya menatap Ravidson yang tengah menyesap rokok di sela sela jarinya.

"Aku tidak mengizinkan mu untuk memberi komentar tentang ini, kembali ke ruangan mu dan renungkan perbuatan yang baru saja kamu lakukan."

Shafira mengepalkan tangannya dengan kuat, dirinya merasa sangat kesal. Shafira kembali berdiri

"Menikah untuk keperluan perusahaan? Kau gila" setelah mengatakan itu Shafira keluar dari ruangan yang sangat menyesakan baginya. Berjalan cepat menuju ke arah kamarnya, matanya terasa panas.

Benar saja setelah sampai di kamarnya air matanya berlomba lomba untuk keluar, matanya tidak bisa menahannya lagi.

"Tidak boleh berkomentar? Yang benar saja." Di sela tangisannya Shafira terkekeh.

" Padahal ini menyangkut masa depan ku, tapi dia tetap saja memikirkan kepentingan dirinya sendiri. . ."

"Dia benar benar gila"

.

.

.

Di tempat lain di waktu yang sama.

"Sampai kapan kau akan menentang ku?"

"Aku ingin belajar  bertanggung jawab, jadi aku pikir tidak bisa menuruti apa yang papa minta saat ini."

"Tanggung jawab? Setelah kau menghamili puluhan gadis dan sekarang tanpa malu kau bilang ingin bertanggung jawab?"


"Tapi Misela gimana? Dia pacar aku pa,  ga mungkin tinggalin dia gitu aja"

"Lagi lagi kau menyebutkan nama jalang itu di depanku."

"Misela mempunyai nama dan dia bukan jal-"

" jalang tetaplah jalang, sudah berapa kali kau tidur dengannya?"

"Tapi Mis-"

"Jika kau masih saja memilih wanita itu, jangan harap kau akan menjadi bagian dari keluarga ini lagi. Nanti malam kosongkan semua jadwalmu akan ada acara perjamuan makan malam. Jika kau melakukan hal bodoh lagi, kau tahu kan seperti apa bukan?"

"Sial , selalu saja seperti ini" batin pemuda itu.

.

.

.

Akhirnya malam pun tiba, Shafira dan kedua orang tuanya segera bergegas ke tempat yang sudah di tentukan.

"Sepertinya mereka sudah sampai terlebih dahulu"

Mereka pun segera berjalan ke arah meja no 08.

"Maaf membuat kalian menunggu."

"Tidak masalah kami juga baru saja sampai, silahkan duduk"

Shafira duduk tepat di depan laki laki yang tidak asing baginya. Kedua orang tua dari dua keluarga itu asik mengobrol, membicarakan banyak hal termasuk soal perusahaan.

Shafira terhayut dalam lamunannya, sedari tadi ada yang mengganggu pikirannya.

"Kenapa bajingan itu ada di sini?"

- to be continued -

PULCHRA (  TAHAP REVISI ) [ END ] ✓Where stories live. Discover now