v

1.5K 84 1
                                    

Shafira telah selesai melakukan pemeriksaan, itu bukan penyakit yang harus di khawatirkan sakit kepalanya di sebabkan karena Shafira terlalu tertekan, Shafira di perkenankan untuk pulang.

"Aku akan mengantarkan mu pulang." 

"Apa kau sedang berpura pura baik padaku? jika iya berhentilah melakukan itu."

"Lagi lagi kau berfikir buruk tentang ku?"

"Aku tidak pernah salah dalam menilai orang."

"Kau menilai ku buruk karena satu kesalahan yang aku perbuat?"

"Jangan terlalu dekat dengan ku, aku tidak ingin hal buruk terjadi padaku." Shafira berlalu meninggalkan Devano. Tapi lagi lagi  Shafira di kejutkan dengan Devano yang kembali memangku tubuh kecil itu.

"Apa kau tidak mendengar apa yang baru saja aku katakan?"

"Pendengaran ku masih berfungsi dengan sangat baik, tapi tetap saja kau masih sakit. Aku tidak ingin kau merepotkan ku di kemudian hari, jadi cepatlah sembuh."

Shafira berhenti memberontak dan menuruti apa yang di katakan Devano. 

Di perjalanan pulang

"Selamat malam semuanya, bertemu lagi dengan saya roboco fm. Malam ini di awali dengan kabar buruk yaitu akses ke kota di tutup di karenakan cuaca buruk jadi selama sementara anda tidak akan bisa melewati jalan ini."

Mereka berdua saling bertatapan

"Lalu sekarang bagaimana?"

"Mungkin kita akan bermalam di daerah sini."

"kau dan aku? di kota ini? yang benar saja. Kota ini di kenal dengan tingkat kriminalitas yang tinggi mereka adalah penjahat berdarah dingin mereka tidak akan segan segan untuk membunuh." nada bicara Shafira terdengar gemetar.

"Shhhh. . . tenanglah aku bersamamu di sini, kau aman bersama ku." Devano berusaha menenangkan Shafira.

"Langkah pertama kita harus mencari tempat untuk meninap."

Devano memutar kemudinya mencari hotel yang masih beroperasi. Setelah 30 menit di perjalanan akhirya mereka menemukan hotel yang masih beroperasi, di daerah sini sangat sulit untuk menemukan tempat penginapan di karenakan banyak turis yang barang bawaanya di jarah kelompok pencuri jadi daerah ini lambat laun semakin tertinggal dan banyak perusahaan yang gulung tikar lalu meninggalkan kota ini.

"Hanya tersisa satu kamar." ucap sang resepsionis

"ah baik, terima kasih." Devano membawa kuncinya lalu berjalan ke arah Shafira yang duduk di ruang tunggu.

"Bagaimana?"

"Hanya ada satu kamar."

302

Mereka berdua sampai depan pintu kamarnya, tangan Devano terulur membuka knop pintu berwarna coklat tua itu.

"Isirahatlah, aku akan keluar sebentar untuk mencari makan." 

"Ini tengah malam, jangan melakukan sesuatu yang gila"

"Kau harus meminum obat mu, aku akan segera kembali." Devano menutup pintu, tidak ama kemudian laki laki itu kembali muncul. 

"Jangan bukakan pintu pada orang asing." setelah mengucapkan itu Devano benar benar menghilang dari balik pintu.

Shafira mendudukan dirinya di sofa sambil menunggu Devano.

30 menit berlalu Devano tak kunjung datang, Shafira masih mencoba berpikir positif jika warung yang saat ini Devano kunjungi sedang ramai jadinya harus mengantri. 

1 jam kemudian, Devano belum juga menunjukan batang hidungnya. Hal buruk lainnya kepala Shafira mulai terasa sakit lagi. Jika saja Shafira bertukar nomor dengan Devano rasa khawatirnya akan sedikit berkurang.

2 jam kemudian, Shafira menyesali dirinya menaruh harapan pada laki laki bajingan itu.

Mungkin saja Devano pergi ke kota tanpa dirinya, meninggalkan dirinya di kota yang kejam ini.

- To be continued -

PULCHRA (  TAHAP REVISI ) [ END ] ✓Where stories live. Discover now