VIII

1.3K 75 3
                                    

Shafira membungkukkan badannya mengucapkan terimakasih pada penjaga kasir di depannya. Shafira berjalan ke arah mobil lalu kembali duduk di kemudinya.

"Apa yang kamu beli?"

"Buka baju mu."

"Kau gila? Sekarang ? di mobil ini?"

Shafira mengangguk, Devano perlahan membuka satu persatu kancing kemejanya.

"Aku tidak pernah berpikir kita akan melakukannya di dalam mobil, tapi akan ku pastikan kau merasa nyam-"

"Apa yang kau pikirkan?"

"Kita akan melakukan itu di sini bukan."

"Jangan berpikiran terlalu jauh, aku hanya ingin mengobati luka mu." Shafira mengeluarkan obat obatan yang baru saja ia beli.

"Tahan sebentar, ini akan terasa sedikit perih." Shafira mulai mengoleskan salep pereda nyeri di beberapa bagian tubuh Devano.

Devano meringis kesakitan, lukanya terasa perih.

"Terimakasih"

"Ha?"

"Apa kau tuli? Aku bilang terimakasih."

Devano terkekeh.

"Kau berterimakasih pada seorang sampah?"

"Aku minta maaf soal itu"Shafira kembali merapikan obat ke dalam tasnya.

"Setelah melihat apa yang kamu lakukan,aku pikir kau dapat berbicara dengan ku."

Mendengar hal itu Devano tersenyum tipis, lalu mendekatkan tubuhnya pada Shafira.

"Apa yang kamu lakukan? Kau terlalu dekat" Shafira mengalihkan pandangannya sebaliknya Devano semakin mengikis jarak antara mereka berdua.

"Dia akan mencium ku? Aku pikir tak apa, anggap saja ini sebagai ucapan terimakasih" Shafira perlahan menutup matanya.

"Pakai sabuknya" bisik Devano dengan suara beratnya.

Mendengar hal itu Shafira mendorong Devano agar menjauh darinya.

"Sial, bajingan itu baru saja mempermainkan ku." Shafira mengarahkan pandangannya ke arah jalan tidak berani menatap Devano karena saat ini wajahnya benar benar merah.

Devano kembali melajukan mobilnya.

"Aku pikir ini akan sedikit menarik" batin Devano


• • •

Beberapa Minggu  kemudian

Ini adalah hari pernikahan Delano dan Shafira. Acara pernikahan ini di gelar besar besaran dengan tamu dari seluruh penjuru dunia, banyak tokok tokoh besar yang datang untuk melihat upacara janji suci antara Devano dan Shafira. Hal menarik lainnya pernikahan ini di liput oleh media besar dan di siarkan di beberapa negara tetangga.

"Apa kau gugup?"

Shafira yang tengah terduduk di depan meja riasnya menatap seseorang yang berjalan ke arahnya. Wanita itu duduk di samping Shafira menggenggam tangannya lalu mengelusnya lembut.

"Tenang lah, ini adalah hari bahagia mu" ucapnya dengan nada lembut yang menenangkan.

Terdengar suara ketukan pintu, sontak Shafira segera melepas genggamannya.


"Segeralah bersiap, sebentar lagi kamu akan di panggil untuk memasuki altar." Ucap pemandu acara.

.
.

Shafira di dampingi oleh ayahnya berjalan dengan anggun menuju Devano yang sudah menunggunya di atas altar.

Setelah berada tepat di depan altar tangan Devano terulur ke arah Shafira, Laki laki paruh baya itu melepaskan genggaman di lengannya lalu memberikan tangan putrinya itu ke genggaman Devano.

"Aku menitipkan anak tercintaku pada mu, jaga dia sebaik mungkin."

"Baik ayah, akan ku jaga istriku dengan baik."

Devano dan Shafira melangkah bersamaan hingga mereka berdua berhadapan dengan pendeta yang akan menjadi saksi pernikahannya.

Setalah mengucapkan janji cuci sehidup semati, tibalah acara saat pasangan pengantin berciuman di depan para tamu undangan.

Saat ini Devano dan Shafira sudah saling berhadapan.

"Sekarang kita sudah resmi menjadi suami istri, apa kau senang akan hal itu?" Devano menarik Shafira agar lebih mendekat padanya.

"Entahlah, mungkin saja ini baik untuk ku tapi tidak untuk mu."

"Tentu saja ini hal baik karena aku mendapatkan wanita secantik dirimu." Tanpa menunggu lama Devano menarik tengkuk Shafira merasakan bibir tipis istrinya yang terasa sangat manis.

Semua para tamu undangan bersorak melihat apa yang di lakukan kedua pasutri itu. Acara demi acara telah selesai, pasutri di perbolehkan untuk beristirahat.

Malam harinya.

Devano dan Shafira saat ini berada di rumah miliknya. Sebelumnya ini adalah rumah Devano dia membeli rumah ini saat berumur 17 tahun, itu salah satu pencapaian yang luar biasa di usia yang masih terbilang muda.

Shafira memunculkan kepalanya di balik pintu, matanya menelisik setiap sudut ruangan itu.

"Deanoo " teriak Shafira.

"Ada apa?" Delano terburu buru masuk ke kamar tidurnya.

"Bisa tolong ambilkan handuk? Aku lupa membawanya tadi."

"Astaga bisa bisanya kamu lupa hal sekecil itu."

"Ishh aku terburu buru tadi."

"Yasudah tunggu sebentar." Delano berjalan mengambil handuk lalu memberikannya pada Shafira.

"Tunggu apa lagi, pergi sana." Usir Shafira.

"Kau tidak membiarkan ku masuk juga? Aku juga ingin mandi."

"Dengan cepat Shafira menutup pintu kamar mandinya rapat rapat.

"P-pakai kamar mandi satunya saja di sini sempit!" Teriak Shafira.

Devano degan sengaja mendorong dorong pintu kamar mandinya.

"jangan menganggu kuu!" Rengek Shafira.

"Pelit, aku mandi di belakang saja."


"Nah gitu dong, dari tadi."

"Iya iyaa"

- To be continued -

PULCHRA (  TAHAP REVISI ) [ END ] ✓Where stories live. Discover now