VI

1.4K 86 4
                                    

Malam ini terasa sangat dingin Shafira memeluk lututnya untuk menghangatkan dirinya. Lagi lagi air mata keluar dari pelupuk matanya, hingga saat ini Shafira masih berharap jika Delano akan kembali padanya.

Tangis Shafira tertahan saat seseorang menggedor pintu kamarnya, Shafira berusaha meredam suaranya.

"Delano . . . akhirnya kau datang" dengan tubuh ringkihnya Shafira berusaha berjalan mendekati pintu. Tetapi sesaat sebelum Shafira membukanya Shafira mendengar perbincangan seseorang di luar.

"Apa kau yakin ini kamarnya?"

"benar, resepsionis itu mengatakan ada wanita kaya di dalam sini."

"Kalau begitu dobrak saja pintunya."

"resepsionis? jadi mereka bekerja sama untuk menjarah harta para turis yang berkunjung ke kota ini?"

Kedua orang yang berada di depan kamar itu mulai mendobrak pintunya. Shafira menatap sekeliling mencari alat yang bisa di jadikan untuk senjata, setelah di pikir pikir di dalam kamar ini tidak ada cctv sepertinya hotel ini sudah di rancang untuk melakukan tindak kejahatan seperti ini.

Shafira berjalan menuju lemari pakaian berniat bersembunyi di dalam sana. jika kemungkinan terburuknya para penjahat itu masuk mereka akan segera mengambil barang barang yang ada lalu segera pergi tanpa mengecek lemari terlebih dahulu.

Shafira menutup mata dan telinganya rapat rapat saat suara dobrakan pintu itu semakin keras, di dalam hatinya Shafira terus merapalkan nama seseorang. Shafira merasakan hawa dingin yang menerpa tubuhnya, itu artinya seseorang membuka lemari tempat dia bersembunyi.

Tapi saat Shafira membuka matanya tangis Shafira semakin menjadi, doanya di kabulkan oleh tuhan laki laki yang berada di depannya adalah Devano.

Laki laki jangkung itu datang dengan penampilan yang berantakan juga luka lebam di beberapa bagian tubuhnya.

"Maaf membuatmu menunggu terlalu lama, ada beberapa hama yang mengganggu ku saat di perjalanan pulang." Devano membawa Shafira kedalam pelukannya, memeluknya sangat erat. Tangis Shafira pecah di dalam pelukan Devano tangannya meremat kuat kemeja yang di kenakan Devano.

"Terimakasih telah kembali padaku dengan selamat." ucap Shafira di sela tangisannya.

.

.

"Buburnya sedikit dingin, tapi ini masih bisa di makan." Devano memberikan sepiring bubur pada Shafira yang terduduk di atas tempat tidur.

"Ingin aku suapi?"

"Tidak perlu, aku bukan bayi."

"Kau bilang kau bukan bayi? lalu siapa yang menangis di dadaku sambil merengek meminta untuk pulang?"

Mendengar hal itu wajah Shafira memerah membuat Devano gemas padanya. Setelah selesai meminum obatnya Shafira hendak tidur tapi Shafira terkejut saat Devano naik ke ranjangnya.

"Aku tidak tertarik pada orang yang sedang sakit, jadi tenanglah aku tidak akan melakukan apa apa padamu."

Mendengar hal itu Shafira merasa sedikit lega, tidak lama kemudian Shafira tertidur mungkin karena efek samping obat yang di minumnya.

pukul 04.00

Devano terbangun karena Shafira mengingau tentang orang tuanya. Saat Devano akan mengelap keringat Shafira, Delano merasakan jika suhu tubuh Shafira sangat tinggi.

"Dia demam." Devano segera membawa air juga lap kecil untuk mengompres tubuh Shafira berharap demamnya turun.

Usaha yang Devano lakukan sia sia, sudah 30 menit waktu berlalu demamnya tak kunjung turun.

"Tidak ada pihan lain. itu satu satunya cara agar demamnya turun jika di biarkan lebih lama aku takut hal buruk terjadi padanya."

Delano segera membuka kemeja yang di kenakannya, menekspos dada bidangnya juga barisan otot otot yang terbentuk dengan sempurna. Devano menatap ke arah Shafira yang seluruh tubuhnya di penuhi oleh keringat.

"Aku harus menutup mata." Devano membuka satu persatu baju yang di kenakan oleh Shafira menyisakan pakaian dalam saja.

"Sebentar, kenapa aku harus menutup mata? lampunya sudah ku matikan jadi tidak akan terlihat apapun dan juga wanita ini adalah calon istriku, ke depannya aku juga akan sering melihat hal yang seperti ini." Devano mengangkat tubuh Shafira untung berbaring di atas tubuhnya.

"Tubuhnya ringan . . . juga kulitnya terasa sangat halus." Devano menyamankan posisinya agar Shafira merasa nyaman.

"Sial. . . sepertinya aku harus menarik kata kata ku. Dengan aromanya saja dia berhasil membuatku gila, bertahanlah Vano kau sudah berjanji untuk tidak meakukan apapun padanya." Devano memejamkan matanya berusaha kembali tidur.

Metode yang Devano lakukan adalah skin to skin contact, metode ini biasanya di gunakan pada bayi untuk menurunkan demam.

Pagi harinya

Shafira perlahan membuka matanya, hangat . . . itu yang pertama kali ia rasakan. Tetapi Shafira baru menyadari jika dia berada dalam pelukan Devano yang bertelanjang dada juga dirinya yang hanya mengenakan dalam saja.

Tanpa pikir panjang Shafira melayangkan tinjunya tepat di perut Devano, membuat Devano terbangun.

"Kenapa kau memukulku?" Devano mengalihkan pandangannya dari Shafira, sinar matahari masuk melalui celah celah ventilasi saat tubuh Shafira terpampang sangat jelas di hadapannya.

"Bukannya kau bilang tidak tertarik pada orang sakit? dasar brengsek." Shafira hendak memukul Devano tapi Devano berhasil menahan tangan Shafira.

"Kau boleh memukulku setelah kau menggunakan pakaian, jika seperti ini terus aku akan kehilangan kendali."

- To Be continued -

PULCHRA (  TAHAP REVISI ) [ END ] ✓Where stories live. Discover now