26. Berusaha

3.2K 116 15
                                    

"Berusaha untuk menjauh itu sulit. Tapi, berusaha untuk mempertahankan jauh lebih sulit."

***

Setelah menghela nafas panjang, Revan memberanikan langkahnya untuk masuk ke rumah Rahel.

Dia harus berani. Dia tidak boleh pengecut. Ini adalah kesalahan terbesarnya. Siapa suruh melarikan diri dari masalah dengan cara pindah sekolah?

Tanpa Revan menduga, caranya untuk melarikan diri dari masalah, adalah kesalahan besar yang justru berakibat fatal.

"Selamat malam."

Suara tersebut berhasil membuat Pak Andi berhenti memarahi Rahel. Tidak hanya itu, raut wajah terkejut juga terlihat jelas di wajah Pak Andi dan Rahel.

Revan memantapkan langkahnya untuk mendekati Pak Andi, dan menyalaminya.

"Wah, punya nyali besar juga kamu," ucap Pak Andi dengan tatapan sinis ke arah Revan yang kini berada tepat di sampingnya.

"Seorang cowok harus punya nyali, Om." Revan berusaha membuat dirinya terlihat santai, namun sopan.

Rahel menyeka air matanya. Dia tidak ingin Revan menilainya sebagai gadis yang lemah. Sudah cukup selama ini orang-orang menilainya sebagai pendiam, bahkan menganggapnya sebagai gadis lemah.

Perkataan Revan beberapa hari yang lalu, berhasil membuat Rahel membulatkan tekadnya untuk membuktikan kepada semua orang kalau dirinya tidak pantas disebut sebagai gadis pendiam yang lemah.

"Kamu gak pernah kapok, atau emang gak punya hati?"

"Kalau saya gak punya hati, saya udah mati kali, Om."

"Van, jangan becanda," ucap Rahel memperingatkan.

"Apa saya becanda dalam hal ini? Saya serius, orang yang gak punya hati, mungkin dia udah jadi hantu," ucap Revan.

Pak Andi menggeleng-gelengkan kepalanya. "Buat apa kamu ke sini? Sudah berapa kali saya peringatkan untuk jauhi anak saya?"

"Aku yang ajak Revan ket--"

"Jangan bela dia! Bela diri kamu sendiri!" tegas Pak Andi.

"Tadi aku sempet bela diri, trus Papa marah. Sekarang aku belain Revan, Papa marah juga. Apa semua yang aku lakuin selalu salah di mata Papa?" Rahel mengucapkan hal itu sambil menahan air matanya.

Revan dapat melihat dengan jelas, kalau Rahel sedang berusaha menahan tangis.

"Nangis aja, Hel. Jangan ditahan," ucap Revan.

"Kalian bersekongkol untuk melawan saya?" tanya Pak Andi geram.

"Bukan git--"

"Kamu gak diajari sama orang tua kamu untuk tahu diri? Saya tegur, kamu malah menjadi-jadi. Das--"

"Jangan hina orang tua saya, Om. Saya emang kurang ajar. Tapi, ini bukan didikkan orang tua saya. Jangan pernah bawa-bawa orang tua saya," potong Revan.

"Kalau kamu tidak ingin saya menganggap orang tua kamu mendidik kamu secara tidak baik, jauhi anak saya!"

"Cukup, Pa! Revan gak salah! Papa yang salah. Kenapa? Karena Papa selalu egois. Papa selalu mementingkan derajat Papa sendiri. Papa gak tahu betapa tersiksanya aku selama 10 tahun ini?" Air mata Rahel tidak dapat ditahan lagi. Air mata itu lolos begitu saja, tanpa permisi.

He is RevanWhere stories live. Discover now