33. Depresi

3.3K 139 6
                                    

"Hati yang sudah hancur tidak akan pernah menjadi utuh seperti semula."

***

Hari masih sangat pagi ketika Tari sudah berada di rumah Revan. Tari bahkan yang membangunkan Revan dan menunggu pemuda itu untuk siap-siap berangkat sekolah.

Bahkan saat sudah berada di mobil, Revan masih sempat-sempatnya tertidur. Tari menatap pemuda di sampingnya itu sambil tersenyum kecut. Ingin sekali ia kembali ke masa lalu, yaitu masa di mana dia dan Revan masih bersama. Namun, sekarang keadaannya sudah berbeda. Tari sudah menjadi milik Rian, sedangkan Revan sudah mencintai gadis lain.

Meskipun Revan belum mengungkapkan perasaan yang sebenarnya terhadap gadis yang diceritakan Raffi, namun Tari yakin, saat Revan menaruh hati kepada seseorang itu berarti Revan sangat mencintai orang itu.

Raffi sudah menceritakan semuanya kepada Tari. Tentang Revan dan Rahel yang sama-sama saling menyembunyikan perasaan mereka.

"Van, udah sampai." Tari membangunkan Revan.

Pemuda itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia kemudian melihat ke arah jendela. "Ya udah, makasih, ya. Pulangnya gak usah dijemput."

"Gak. Gue mau jemput lo pulang."

"Keras kepala banget, sih. Gak usah."

Tari melipat kedua tangannya di depan dada. "Emang lo gak keras kepala?"

"Terserah lo." Tidak ingin berdebat lebih lama, Revan pun segera turun dari mobil Tari.

"Van!" Langkah Revan kembali terhenti. Ia membalikan badannya dengan malas.

Tanpa aba-aba, Tari langsung memeluk Revan, sehingga berhasil membuat pemuda itu mendelik. "Tari, ih, lepasin!"

Tari mempererat pelukan itu. "Belajar yang bener, ya. Supaya kalau ujian gak remedial."

Pandangan Revan kini menatap ke arah Rahel yang baru saja memasuki gerbang. Rahel juga menatapnya. Namun, seperti ada yang berbeda dari tatapan Rahel. Mata gadis itu terlihat sembab dan wajahnya pucat.

Revan melepaskan pelukan Tari tanpa memalingkan pandangannya dari Rahel.

"Gue mau masuk." Revan kemudian meninggalkan Tari yang menatapnya sambil tersenyum.

Revan membuntuti Rahel. Ia mengamati sikap Rahel yang berubah. Meskipun terkesan kaku dan pendiam, Rahel tidak pernah terlihat seperti orang yang tidak bersemangat seperti saat ini.

Bahkan hal itu tetap sama ketika Rahel sudah bertemu Mira.

"Hai, Hel," sapa Mira.

Rahel duduk di kursinya, tanpa menanggapi Mira yang baru saja menyapanya. Hal itu tentu saja menimbulkan pertanyaan dalam benak Mira. Ada apa dengan Rahel?

"Hel, gue minta maaf kalau gue udah salah paham sama lo dan Raffi. Raffi udah jelasin semuanya sama gue. Dan, ya, gue minta maaf," ujar Mira dengan sejuta rasa bersalah dalam hatinya.

Rahel sama sekali tidak merespon ucapan Mira. Mira menatap Rahel dan memperhatikan gadis itu dengan teliti.

"Hel, lo kenapa, sih? Sakit?"

Rahel hanya menggeleng sebagai jawaban. Pikiran gadis itu benar-benar kacau. Pertama, ia sangat terluka melihat Revan sangat dekat dengan gadis lain, yang menurut informasi yang ia dapat kalau gadis itu adalah masa lalu Revan. Kedua, ia masih belum percaya dengan apa yang dilakukan ayahnya semalam.

He is RevanWhere stories live. Discover now