34. He Is Revan

3.4K 133 15
                                    

"Jangan menilai orang dari satu sisi saja. Kalian tidak akan tahu semenarik apa sisi yang lain."

***

Mira sama sekali bingung dengan Rahel. Gadis itu tidak pernah seperti ini. Rahel seakan tidak punya semangat hidup lagi.

"Hel, gue anterin lo pulang, ya?" Mira menawarkan diri.

"Gue ke rumah lo."

"Lo ada masalah apa, sih? Cerita dong sama gue. Jangan dipendam sendiri."

Rahel terus berjalan dengan tatapan kosongnya. Benar kata Revan, Rahel terlihat seperti mayat berjalan.

Saat sudah berada di depan gerbang, Rahel dan Mira sama-sama melihat Revan dijemput oleh gadis berambut pirang sebahu. Dari sana Mira menyimpulkan kalau Rahel sedang sakit hati karena mungkin Revan sudah jadian dengan gadis itu.

Mira memang tidak tahu kalau gadis itu adalah mantan Revan. Lagipula, Raffi tidak mengatakan hal ini padanya.

***

"Gimana sekolahnya?" tanya Tari membuka pembicaraan.

"Bagus. Catnya menarik, alat KBM-nya lengkap," jawab Revan asal.

Tari tertawa kecil. "Maksud gue, gimana belajarnya?"

"Gak enak."

"Terserah lo deh. Kita mampir makan dulu, ya."

"Gak, ah! Gue capek, mau tidur." Revan menolak ajakan Tari mentah-mentah.

Tari berdecak kesal. "Makan aja capek."

Tari membelokkan mobilnya dan memakirkan mobil itu di salah satu kafe. Melihat hal itu, Revan memberontak. "Ya udah, gue turun di sini. Lo aja yang makan."

"Van, ini mungkin akan jadi yang terakhir kita makan bareng. Please, ya?"

Dari dulu Tari selalu saja mempunyai cara tersendiri untuk membujuk Revan.

"Oke, terakhir."

Tari tersenyum menang. Mereka berdua akhirnya masuk ke dalam kafe dan memesan makanan sesuai selera masing-masing.

Beberapa menit tidak ada perbincangan di antara mereka. Tari merasa canggung untuk mengangkat suara duluan, tidak seperti dulu kalau ia ingin mengatakan sesuatu kepada Revan, ia bisa bebas mengatakannya. Sedangkan Revan, ia sama sekali tidak berniat untuk memulai pembicaraan. Ia hanya fokus pada apa yang sedang ia makan.

Tari gelisah sendiri. Ia ingin sekali mengatakan sesuatu, namun kata-kata itu seakan sulit untuk keluar.

"Mau ngomong apa? Gak usah ditahan." Revan mengatakan hal itu setelah ia menelan spagetinya. Revan seakan sangat mengerti dengan kegelisahan Tari.

"Eh?" Tari mendelik.

"Ya udah, kalau gak ada yang harus diomongin lagi, gue pulang." Revan berdiri dari tempat duduknya seraya memikul tasnya.

"Van," Tari menarik pergelangan tangan Revan, meminta pemuda itu untuk duduk, "ada yang mau gue omongin sama lo."

Revan mendesah. Namun, ia akhirnya menuruti permintaan Tari untuk duduk. "Jangan nembak gue, ya."

He is RevanWhere stories live. Discover now