Chapter 8; GREEN CHALCEDONY

341 95 16
                                    


Mina berjalan menuju jendela kaca. Mengulurkan tangan menutup bingkainya. Membatasi angin malam yang sebelumnya menerpa. Mark ikut berdiri namun langkah laki-laki itu menyusuri kulkas yang ada di pantry. Meraih sekaleng soda dan menyesapnya.

"Jadi, apa Jalan Para Kekasih itu hanya sebuah kisah mistis?"

Mina menggeleng dengan bahunya yang bergidik. Tak yakin. "Aku tak tahu persisnya. Namun, jalan itu benar-benar ada. Di sebuah desa bernama Manarola."

"Sungguh?" Mark berjalan mendekat. Mengikis jarak yang sebelumnya membentang di antara mereka.

"Kisah itu sudah lama. Namun Jalan Para Kekasih benar-benar ada di sana."

"Manarola bukankah sebuah desa kecil di Italia utara? Aku jadi penasaran."

Mina mengulum senyum. Langkahnya terhenti tepat di hadapan Mark. Wajahnya mendongak. "Apa kau ingin membuktikan kisah cintamu di sana, Mark?"

"Entahlah. Kepada siapa aku harus membuktikannya? Kau mau membantuku?" Mark bicara asal dengan kekehan.

Namun tanpa diduga, senyum Mina meluntur. Kepalanya tertunduk dan ia membalikkan tubuh.

"Kau takkan pernah tahu, Mark Ledger. Bisa saja kau sedang menjalaninya dengan seseorang yang sudah kau kenal sejak lama.

Takdir Tuhan jauh lebih tak teduga dari kejadian-kejadian esok hari yang bisa kita prediksi hal-hal apa yang akan terjadi."





Chapter 8

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Chapter 8.
GREEN CHALCEDONY.





Terkadang, Mark tak sepenuhnya mengerti perkataan-perkataan Mina. Mina mengucapkan sepengal kalimat, namun di dalamnya ada banyak makna yang tersirat. Mark berpikir mungkin begitulah cara Mina berbicara. Tutur kata serta prilakunya benar-benar tenang. Sejalan dengan iris birunya yang selalu menenggelamkan Mark tiap kali mereka saling melempar tatap.

"Mina."

Blitz kamera dengan cepat menyilaukan cahayanya. Membekukan potret Mina dalam roll film tepat setelah tombol shutter ditekan.

"Apa yang kau lakukan, Mark?" iris Mina membulat. Cukup terkejut dengan cahaya yang tiba-tiba. Namun Mark malah tertawa.

"Memotretmu, tentu saja."

Itu bukanlah pertama kalinya Mark memotret Mina. Karena sebelumnya, Mark memotret Mina diam-diam. Entah saat Mina tengah duduk tenang di sofanya ataupun membaca buku. Sedangkan potret Mina yang paling Mark sukai adalah ketika Mina tengah menatap ruang luar dari balik bingkai jendela. Dengan sorot matanya yang menerawang jauh, Mark mengabadikan hal itu untuk menilik perasaan Mina.

EVERGLOWWhere stories live. Discover now