• EPILOGUE •

822 98 18
                                    


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




December, 2020.
NEW YEAR'S EVE.


Malam semakin larut. Namun teriakan dan sorakan gembira khalayak sama sekali tak surut. Menyerukan berbagai ucapan selamat tahun baru pada siapapun yang tengah bersama mereka untuk merayakan malam pergantian tahun.

Namun, tidak untuk Mark.

Sendirinya, ia lebih memilih menghabiskan waktu seorang diri menikmati angin malam sembari berjalan mengitari pusat kota. Entah kemana angin akan membawa, langkahnya akan ikut serta. Sebab tak ada alasan kuat baginya untuk berdiam di rumah, malah akan menambah luka.

Serta, tak ada alasan kuat baginya untuk ikut berpesta dengan teman kantor sekalipun ada Lucas dan Diany di sana. Ia tak mau memenuhi ruang kepalanya dengan hal-hal yang orang perbincangkan.

Malam itu, salju tak lagi berjatuhan.

Lampu jalan, daun yang memenuhi dahan, serta puncak atap gedung-gedung tinggi telah dipupuki salju tebal. Namun, bintang masih berkilau. Bahkan lebih berkilau lagi saat kembang api berlomba-lomba bermuara di atas sana. Menguarkan warna-warni indahnya bak aurora.

Tiba-tiba, Mark menghela napas kasar.

Sebab kemanapun langkahnya menapak, akan ada hal-hal yang memicu ingatan lama untuk kembali terpikirkan.

Rasanya menjengkelkan.

Tapi tetap saja, Mark tak bisa menyanggahnya.

"Apa sudah waktunya aku pergi dari kota ini...?"

Ia bergumam seorang diri. Sembari terus melihati jalanan yang penuh dengan lampu-lampu berbagai warna, tak lupa pula ada senyum-senyum yang merekah di sana. Menikmati suasana.

Namun Mark merasa tak benar-benar sendiri. Entah kenapa. Rasanya ada seseorang yang berjalan mendampinginya di sebelah. Ikut menapakkan kaki menyusuri London Bridge yang membentang.

Mungkin Lucas dan Diany akan mengomelinya jika ia mengucapkan kalimat barusan. Sebab, sudah berkali-kali mereka berdua mencari alasan agar Mark tetap tinggal di London. Bahkan sejak beberapa hari yang lalu saat Mark benar-benar putus asa karena Flamina.

Lagi dan lagi.

Flamina beserta segala hal yang ikut terpaut dengan dirinya.

Mark tertawa samar. Mencoba menerima kenyataan dan melanjutkan hidupnya dengan kenangan lama yang masih terbawa-bawa. Berharap suatu saat akan ada hal baru yang membuatnya lupa.

Meski ia tak yakin entah kapan.

Lalu saat itu ponselnya berdering, membuat langkahnya terhenti. Lengannya merogoh saku jaket dan menatap sengit pada sebuah nama yang tertera di layar ponsel pintarnya. Ia berdecak sebelum menjawab.

EVERGLOWWhere stories live. Discover now