• Chapter 25.1

225 67 3
                                    


PASCA PERANG TERAKHIR.


"Hey, kau yakin dengan keputusanmu, Wiston?"

Mark menoleh sembari memasukkan beberapa butir peluru pada senapannya. Senyumnya tersungging lebar. "Tentu saja, Tn. Remus. Bukankah sudah kewajibanku untuk ikut andil dalam perang negara?"

Sam Remus tertawa. Nada suara beratnya menggema dalam ruang peralatan dan persediaan senjata. "Bagaimana dengan Putri Gwyneth?"

"Ia akan baik-baik saja, Tn. Remus. Lagipula, aku sudah berjanji akan kembali dan pulang. Bukankah karena sebuah alasan yang kuat begitu keinginan untuk kembali semakin besar?"

"Kau benar." Sam Remus mengangguk sembari tertawa.

"Bukankah kau juga punya alasan kuat untuk pulang, Tn. Remus?"

Tawa Sam Remus mereda. Kini ia mengembangkan senyuman. "Tentu saja. Aku juga punya seorang kekasih yang senantiasa menungguku pulang."

"Benarkah? Siapa gadis beruntung itu?"

"Lily. Namanya Emalia Lily Remus. Anak semata wayangku. Satu-satunya harta terbesar yang kumiliki."

"Nama yang cantik. Pastilah ia bangga memilik Ayah sepertimu, Tn. Remus. Jadi, mari kita berupaya maksimal agar bisa kembali lebih cepat."

Keduanya mengangguk sembari saling bersalaman. Dengan gurat penuh tekad dan keyakinan, keduanya sama-sama melangkah serentak menghampiri kawanan perwira lainnya yang telah berbaris rapi menunggu perintah lanjutan dari pemimpin angkatan darat. Bersiap menantang diri dan membela negara atas dendam yang telah membekas.

Namun,

Semuanya kembali pada kehendak Tuhan.

Semuanya kembali pada takdir yang telah ditulikan oleh Tuhan, termasuk dengan sebuah peluru yang bersarang mulus tepat di dada Mark tanpa bisa ia elak. Sebuah peluru yang mengucurkan banyak darah hingga tubuh Mark terhempas kuat dan terkapar tak berdaya.

Pasang maniknya mulai memburam. Seolah waktu sekitar berlalu dengan pelan, samar-samar Mark melihat secercah cahaya yang begitu menyilaukan. Lebih menyilaukan daripada cahaya matahari yang tengah menyengat cuaca. Ia tahu kalau ia sudah sampai pada batasnya.

"Oh, Tuhan. Wiston, Wiston bertahanlah!" Sam Remus berseru sembari menekan dada Mark yang bersimbah darah. Kedua kakinya menjadi tumpuan kepala Mark berharap Mark bisa bernapas lebih leluasa.

"Tn. Remus..."

"Wiston, Mark Wiston, bertahanlah. Bukankah kau berjanji akan kembali? Bertahanlah!"

"T-Tuan Remus ... tolong sampaikan pada Flamina..."

"Tidak, Tidak, Wiston. Sampaikan padanya dengan eksistensimu sendiri."

"S-Sampaikan padanya k-kalau ... a-aku mencintainya, T-Tuan Remus. Sampaikan kalau a-aku ... akan m-menunggunya."

"Wiston! Wiston! Wis –oh Tuhan! Terpujilah kau beserta kebaikan hati dan cintamu, Mark Wiston..."





...





EVERGLOWWhere stories live. Discover now