01

18.8K 1K 12
                                    


Banyak yang bilang jika keluarga Pranaja adalah keluarga yang sangat harmonis dan juga kompak. Semua pernyataan itu memang benar adanya. Keluarga Pranaja yang memiliki lima orang anggota didalamnya yaitu sepasang suami-istru dan juga tiga orang anak yang memiliki wajah yang cantik dan tampan, semakin menambah kesan bagus oleh semua orang yang melihat dan bertemu keluarga itu.

Tidak hanya memiliki wajah yang cantik dan tampan, keluarga Pranaja juga memiliki sikap yang sangat baik dan juga ramah. Mereka semua tidak pernah membeda-bedakan semua orang.

Naufal Pranaja, selaku kepala keluarga selalu mengajarkan ketiga anaknya untuk bersikap baik, ramah dan juga sopan kepada semua orang.
Naufal adalah salah satu pengusaha yang sangat sukses di bidang furniture dan juga restoran, namun semua kesuksesan itu tidak membuat dirinya menjadi sombong dan juga melupakan orang disekitarnya.

Naufal menikahi seorang perempuan cantik bernama Cantika Agustin, yang bukan berasal dari keluarga yang berada, keluarga Cantika adalah keluarga yang memiliki ekonomi cukup rendah. Namun Naufal tidak mempedulikan status sosial dan ekonomi Cantika, karena menurutnya cinta tidak memandang status ekonomi ataupun sosial, Cinta yang sebenernya akan datang dengan sendirinya dari hati yang tulus.

Setelah membangun rumah tangga cukup lama, akhirnya Naufal dan Cantika di karuniai oleh seorang bayi berjenis kelamin perempuan yang mereka beri nama Shanin Putri Pranaja yang tumbuh menjadi seorang perempuan yang berani dan juga baik hati, memiliki paras cantik seperti ibunya.

Empat tahun kemudian Cantika dan Pranaja kembali dikaruniai anak kembar berjenis kelamin laki-laki yang mereka beri nama Aditya Putra Pranaja dan Adinata Putra Pranaja keduanya lahir dengan normal, mereka berdua tumbuh menjadi lelaki yang baik dan sopan, mereka selalu menjaga kakak perempuan mereka yaitu Shanin, mereka berdua memang kembar namun belum tentu mereka berdua memiliki sifat dan sikap yang sama. Aditya memiliki sifat periang dan sedikit hyper, sedangkan Adinata kebalikan dari saudaranya, Adinata lebih pendiam dan jarang sekali mengungkapkan perasaannya. Namun perbedaan itu tidak membuat keduanya menjadi berbeda, terkadang jika mereka sedang kompak, mereka akan dengan kompak membuat ibu, ayah dan kakak perempuan mereka kelimpungan dengan sikap mereka berdua.

"Gimana sekolah kalian berdua? Apa semuanya berjalan lancar? Ayah dengar kamu jadi perwakilan sekolah untuk perlombaan Bulutangkis, apa benar?"

"Siapa yah? Aku atau Nata?"

"Nata, ogeb." Sahut Shanin ketika mendengar pertanyaan adiknya-Aditya.

"Ya sorry, gue kira ayah nanya ke gue, habisnya ayah ga nyebut namanya."

"Emang lu ngerasa ikutan lomba Bulutangkis?"

"Engga."

"Yaudah, berarti ayah engga nanya lu."

Cantika yang melihat anak pertama dan anak keduanya bertengkar hanya dapat tersenyum. "Udah-udah, kalian berdua kenapa jadi berantem? Liat yang ditanya ayah aja diem. Nat jawab pertanyaan ayah kamu."

"Iya yah, aku jadi perwakilan sekolah buat ikut lomba Bulutangkis. Doain Nata ya, Yah?"

Naufal tersenyum. "Pasti, ayah bakal terus doain kamu, semoga kamu menang lagi ya Nat."

"Pasti yah."

Cantika duduk di samping kanan sang suami ketika merasa semua makanan sudah berada di meja makan. "Oh iya Nat, gimana keadaan bahu kamu? Apa udah mendingan?"

"Emang bahunya Nata kenapa?" Tanya Shanin yang penasaran dengan keadaan sang adik.

"Emang lu ga tau kak? Bahunya Nata kan cedera."

Shanin membulatkan kedua matanya. "Seriusan?! Terus gimana bahu lu Nat?"

Adinata mengangguk. "Iya kak, tapi sekarang udah mendingan sih."

"Masih sakit ga?" Tanya Naufal khawatir.

Adinata mengangguk. "Sedikit Yah, paling juga nanti siang udah ga sakit lagi."

Cantika menatap anak bungsunya khawatir. "Ya ga bisa gitu dong sayang, nanti sepulang sekolah kita ke rumah sakit. Kamu harus di periksa, cedera kamu tuh udah lebih dari satu bulan, tapi kenapa ga sembuh-sembuh."

Shanin termenung. "Dan selama sebulan lu engga ngasih tau gue?!"

"Ya maaf kak, habisnya gue takut nambah beban lu, lu kan lagi sibuk sama tugas kuliah lu dan ga bisa di ganggu, takutnya lu jadi ga fokus. Kalo lu ga ngeberesin tugas lu cepet, kapan mau wisuda lu."

Aditya terkekeh ketika mendengar perkataan saudaranya. "Tuh kak kurang baik apalagi coba si Nata udah pengertian banget sama lu."

Cantika dan Naufal terkekeh. "Udah, makan makanan kalian. Bunda ga mau kalian telat berangkat ke sekolah. Abisin makanannya, Bunda udah buat makanan ini cape-cape."

"Iya Bunda ku sayang, cintaku.." Jawab Aditya sambil tersenyum.

°°°°°°°°°°°°°°

"Jadi gimana keadaan Nata, Di?" Tanya Naufal kepada Adi, teman dekatnya yang berprofesi sebagai Dokter.

Adi melepas kacamatanya. "Nata harus menjalani beberapa pemeriksaan lagi, gue takut diagnosa gue salah."

"Apa diagnosa lu?"

"Maaf Fal, gue ga mau kasih tau lu. Gue takut salah, lebih baik kalian berdua coba bujuk Nata buat pemeriksaan selanjutnya."

Cantika menghapus air matanya. "Apa Nata bakalan baik-baik aja? Nata sakit parah?"

Naufal mengusap pelan punggung istrinya. "Kita harus ngebujuk Nata buat pemeriksaan lebih lanjut sayang, aku gak mau sesuatu terjadi sama anak kita."

Cantika mengangguk. "Iya mas.."

Cantika dan Naufal keluar dari ruangan Dokter. Senyum sudah mengihiasi wajah Cantika ketika melihat anaknya sedang duduk di depan ruang Dokter. "Nunggu lama ya sayang?"

Adinata menggeleng. "Engga Bun, nih Bun, Yah. Tadi aku beli minuman buat Ayah sama Bunda."

Cantika dan Naufal menerima pemberian anaknya. "Makasih sayang, kita pulang yuk? Atau mau makan dulu?"

Adinata menggeleng. "Engga Yah, lebih baik kita pulang aja, masa kita makan di luar sedangkan Adit sama kak Shanin ga di ajak sih."

Naufal tersenyum, ia sangat bersyukur memiliki anak sebaik Adinata. "Yaudah ayo kiya pulang."

Mereka bertiga berjalan menuju parkiran dan memilih untuk kembali pulang ke rumah, tapi sebelumnya mereka mampir ke salah satu minimarket untuk membeli beberapa camilan dan minuman, serta membeli susu cokelat untuk Adinata dan Aditya. Karena mereka berdua memiliki kebiasaan meminum usu cokelat sebelum tidur.

Sesampainya di rumah, Adinata langsung mendudukan tubuhnya di atas sofa.

"Kenapa lu? Capek? Emang pemeriksaan nguras banyak tenaga?" Tanya Aditya ketika melihat saudaranya terduduk lemas di sampingnya.

Adinata mengangguk. "Tau deh, gue ga ngerti. Dit, besok ijinin gue ya, gue besoj ga bakalan masuk."

"Emang lu bakalan kemana?"

"Bunda sama Ayah bilang, besok gue harus jalanin pemeriksaan lagi."

Aditya mengangguk, namun hatinya sedikit gelisah ketika mendengar perkataan saudara kembarnya.
"Semoga hasilnya baik ya Nat, gue doain semoga lu baik-baik aja."

Adinata mengangguk. "Amin.."


















TBC

ADINATA ✔Where stories live. Discover now