Extra Part

7.9K 478 28
                                    


Beberapa jam yang lalu jenazah Adinata baru saja di kebumikan. Selama proses pemakaman Aditya hanya menatap kosong peti jenazah saudaranya dan juga dia tidak menangis histeris seperti di rumah sakit sebelumnya. Dan hal itu membuat Naufal dan Cantika khawatir.

"Adit, pulang yuk? Udah mau hujan." Ajak Naufal pada anaknya yang masih menatap kosong gundukan tanah dihadapannya.

"Ayah kenapa Nata ninggalin Adit disini? Nata udah janji bakalan nemenin Adit ke Puncak bulan depan." Kata Adit, tatapannya masih kosong.

Naufal menggenggam tangan anaknya. "Tuhan lebih sayang sama Nata. Ikhlasin Nata, kasian dia disana kalo kamu kayak gini."

Aditya menatap kedua mata Ayahnya dengan sorot terluka. Lalu dengan secara tiba-tiba Aditya memeluk tubuh Ayahnya, Aditya kembali menangis.

Naufal hanya mengusap punggung anak lelakinya itu. "Ikhlasin Nata, enggak apa-apa masih ada Ayah, Bunda, Kak Shanin. Kamu gak sendirian."

"Hiks...hiks...Ayah..hiks..Nata.."

Naufal mengangguk. "Pulang ya? Kamu juga butuh istirahat. Kita kesini lagi nanti, sebentar lagi bakalan hujan."

Aditya melepas pelukannya dari sang Ayah dan mengangguk.

"Nat, gue pulang dulu. Nanti gue kesini lagi. Maafin gue yang udah kayak gini sama lu, maaf gue gak bisa terus nemenin lu disini. Maafin gue.." Aditya mencium batu nisan saudara kembarnya itu.

Keluarga Naufal memilih untuk pulang, selama perjalanan hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Tidak butuh waktu lama mobil milik Naufal berhenti di halaman rumah milik Naufal.

Mereka semua memasuki rumah megah Naufal, dan betapa terkejutnya Aditya ketika mendapatkan pelukan dari kedua sahabatnya.

"Rahman? Arkan?"

Kedua sahabatnya itu menangis. "Maafin gue Dit, seharusnya gue ada buat nemenin lu. Maafin gue..hiks.."

Aditya kembali menangis. "Maafin Nata ya, dia selalu jail sama kalian berdua, dia selalu marah-marah gak jelas. Maafin Nata.."

Arkan dan Rahman mengangguk. "Kita udah maafin Nata, Dit.. Lu kuat ya?"

Aditya mengangguk, setelah mengusap air matanya.

"Dit.."

Aditya menolehkan kepalanya ke arah seseorang yang memanggilnya. "Naressa? Lu dateng juga?"

Naressa mengangguk, dapat Aditya lihat jika kedua mata teman sekolahnya itu sembab. "Makasih udah dateng, maafin Nata ya, Ress.."

Naressa mengangguk. "Gue udah maafin Nata, Dit. Lu kuat ya? Masih ada kita disini buat nemenin lu."

Aditya mengangguk. "Thanks Ress.."

"Mas Naufal, yang kuat ya.." Kata Arda yang sedari tadi berdiri di dekat anaknya-Arkan-.

Naufal tersenyum lalu memeluk adik iparnya itu. "Maafin Nata ya Ar, maafin anak Mas kalo dia punya salah sama kamu."

Arda mengusap punggung Kakak dari suaminya itu. "Yang kuat ya Mas, maafin aku yang gak bisa nemenin Mas disana."

Naufal melepas pelukannya dan mengangguk. "Makasih Ar. Yudha udah bantuin Mas urus semuanya."

Waktu terus berjalan hingga kini tidak terasa sudah seminggu lebih setelah kepergian Adinata dari keluarga Pranaja, membuat Aditya sedikit berubah. Dia menjadi pendiam jarang berbicara dan Shanin lebih menyibukkan dirinya di kampus.

"Dit, ini Bunda. Bunda masuk ya?"

"Masuk aja Bun, pintunya gak dikunci."

Cantika masuk kedalam kamar anaknya. Ia tersenyum ketika melihat anaknya tengah berkutat dengan buku.

"Udah makan? Bunda bawain makanan ya? Kata bibi kamu belum makan dari tadi siang."

"Gak usah Bun, aku gak laper."

Cantika mengusap punggung anaknya. "Sayang dengerin Bunda, kamu gak boleh kayak gini. Nata gak suka kalo kamu kayak gini, kamu jangan nyakitin diri kamu sendiri. Jangan sayang, Nata pasti sedih liat sodaranya murung kayak gini.."

Aditya memeluk tubuh kurus Bundanya. "Aku selalu mimpiin Nata Bun, semalem dia dateng di mimpi aku dan dia cuma senyum aja gak ngajak aku ngomong. Aku kangen Nata Bun.."

"Kita semua kangen Nata, Sayang. Tapi kita juga gak boleh kayak gini. Nata sedih sayang, kita harus bangkit jangan kayak gini yaa.. Bukan berarti kita lupain Nata, bukan sayang.."

Aditya mengangguk. "Iya Bunda, maafin Aditya ya Bunda.."

Cantika mengangguk. "Jangan murung lagi ya? Jadi diri kamu sendiri kayak dulu lagi.."

Aditya mengangguk dalam pelukan Bundanya.

"Besok kita ke tempatnya Nata ya, biar kamu gak murung lagi."

Aditya mengangguk semangat. "Iya Bun.."

Keesokan harinya keluarga Pranaja tengah bersiap untuk pergi ke pemakaman Adinata.

"Oma sama Tante Sella ikut?" Kata Shanin sinis.

Cantika mengusap punggung anak perempuannya. "Gak apa-apa sayang, Oma sama Tante Lani pengen ikut."

"Bunda, Oma sama Tante Sella pasti bakalan seneng-seneng disana."

"Shhtt, gak boleh ngomong gitu. Enggak, Oma sama Tante Sella bakalan ikut doain Nata disana, jangan kayak gitu sama Oma dan Tante Sella."

Shanin masuk ke dalam mobilnya ketika mendengar jika Nenek dan Tantenya ikut.

"Maafin Shanin ya Bu.." Kata Cantika pada Oma Lani.

Oma Lani mengangguk, mereka berdua mengerti mengapa Shanin dan Aditya bersikap seperti itu kepada mereka.

"Enggak apa-apa, Ibu ngerti."

Sesampainya di tempat pemakaman Adinata, semua keluarga Pranaja mendoakan Adinata.

"Nata, Oma minta maaf. Oma nyesel udah nyalahin kamu, udah bentak kamu. Maafin Oma.."

"Maaf dari Oma gak akan bisa buat Nata bangun lagi." Kata Shanin dengan nada yang dingin.

"Shanin.."

"Kenapa Bunda kayak gini? Ini semua salah Oma sama Tante Sella. Seharusnya mereka berdua enggak nyalahin Nata."

"Shanin, maafin Oma sama Tante Sella. Maaf.."

Shanin mendengus. "Minta maaf bukan sama aku, tapi sama Nata."

"Nata, gue dateng lagi. Maaf udah buat lu sedih disana. Gue janji bakalan jadi diri gue sendiri. Maafin gue. Semoga lu tenang di alam sana, gue disini bakalan baik-baik aja, Bunda, Ayah sama Kak Shanin juga bakalan baik-baik aja. Lu tenang aja disana, semoga lu bahagia di alam sana ya Nat. Gue sayang sama lu."

ADINATA ✔Where stories live. Discover now