16

4.9K 419 5
                                    


"Nata!!." Teriak Shanin ketika dia baru saja membuka pintu ruang rawat adik bungsunya.

Perempuan bertubuh mungil itu memeluk adiknya tidak terlalu erat. "Gue kangen lu."

Adinata mengusap punggung kakak perempuannya. "Gue juga kangen lu."

"Maafin gue ya Nat.."

"Maaf kenapa? Emangnya lu buat salah ke gue?"

Shanin mengangguk di dalam pelukan adiknya. "Gue ga bisa ngebantuin lu buat ngurangin rasa sakit lu waktu itu. Maafin gue."

Adinata tersenyum. "Bukan salah lu Kak. Itu udah takdir gue kaya gitu, maafin gue ya, yang udah buat lu khawatir."

Shanin melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya dengan kasar. "Lu jelek kalo nangis Kak.."

Shanin mencubit pelan pipi tirus adiknya. "Gue mau nangis juga tetep cantik Nat, lu aja yang matanya siwer." Shanin terkekeh. "Gimana keadaan lu? Terus Ayah, Bunda sama Adit kemana kok ga keliatan?"

"Mereka pulang, Ayah nganterin Bunda sama Adit biar pulang, istirahat. Nanti Ayah balik lagi."

Shanin mengangguk. "Keadaan lu gimana? Apa kata Om Adi?"

Adinata menggeleng. "Enggak tau Kak, gue ga dikasih tau sama Om Adi. Om Adi ngasih tau Ayah sama Bunda. Nanti lu tanya aja Bunda sama Ayah."

Shanin kembali mengangguk. "Lu udah makan?"

"Belom."

"Laper gak? Gue suapin ya?"

Adinata menggeleng. "Nanti aja Kak, lidah gue pahit terus perut gue juga sedikit sakit."

"Makan ya, sedikit aja. Tiga suap gimana? Gue suapin."

Adinata akhirnya menganggukan kepalanya. "Janji tiga suap ya?"

"Iye Bawel."

Shanin langsung membawa semangkuk bubur yang sudah disediakan di atas nakas yang berada disamping ranjang adiknya.

"Gue ga nafsu makan liat menunya Kak."

"Ya namanya juga makanan orang sakit, ya kaya gini lah."

Shanin menyendokan bubur di sendok yang tidak terlalu besar. "Buka mulut lu.."

Adinata membuka mulutnya, memakan sedikit bubur yang ada di sendoknya.

"Makan semuanya.."

Adinata menggeleng. "Udah gue makan Kak."

Shanin mendengus. "Tapi lu ga makan semua bubur yang ada disendoknya."

"Masih mending gue makan Kak, daripada engga sama sekali."

"Iya deh iya, gue kalah."

Saat suapan ketiga Adinata memolak suapan yang diberikan oleh Shanin. "Udah Kak."

"Lu udah janji sama gue, tiga suap. Tapi lu baru makan dua suap, satu suap lagi ya?"

Adinata menggeleng. "Engga Kak, udah. Gue pengen muntah."

Shanin melihat wajah adiknya yang pucat dan memerah, seperti menahan sesuatu dari dalam mulutnya. "Iya udah, minum ya?"

Shanin mengambil segelas air hangat yang ada di atas nakas. "Udah?"

Adinata mengangguk.

"Minum obat ya."

Shanin mengeluarkan beberapa butir obat dari dalam tabung dan memberikannya kepada sang adik. Dengan dibantu oleh air mineral, Adinata dapat menelan obatnya.

"Tidur lagi."

Adinata membaringkan tubuhnya dan menutup kedua matanya. Shanin menarik selimut adiknya hingga sebatas dada.

"Tidur yang nyenyak, gue sayang sama lu."

Sementara itu Aditya dan Cantika sedang berada di kediaman Pranaja. Naufal memilih untuk kembali ke rumah sakit menemani anak bungsunya.

"Bun, Nata bakalan baik-baik aja kan? Aku khawatir sama keadaan Nata."

Cantika tersenyum dan mengusap pelan punggung anaknya. "Kita harus berdoa Dit, terus kita juga harus nyemangatin Nata, supaya dia engga nyerah."

Aditya mengangguk. "Kak Shanin di rumah sakit kan?"

Cantika mengangguk. "Tadi Kakak kamu neleponin Bunda, katanya dia pengen nemenin Nata disana."

"Ya bagus deh, yang penting Ayah enggak sendiri disana."

Cantika tersenyum. "Tidur sama Bunda ya? Temenin Bunda tidur di kamar Bunda."

Aditya mengangguk. "Ayo Bun, aku cape. Pengen tiduran."

Akhirnya Cantika dan Aditya memilih untuk tidur. Aditya menamani tidur Bundanya.

Naufal baru saja tiba di ruang rawat anak bungsunya, senyum langsung terpatri di bibir Naufal ketika melihat anak perempuannya tengah tertidur di samping ranjang Adinata dengan tangan sebagai tumpuan.

"Sha.." Naufal mengusap pelan punggung anak perempuannya sambil memanggilnya.

Shanin membuka kedua matanya. "Ayah? Kapan nyampe?'

"Baru aja, tidurnya pindah ke sofa sana. Nanti punggung kamu sakit."

Shanin menggeleng. "Engga Yah, liat tangan aku dipegang sama Nata, Yah. Gimana aku mau pindah tempat tidur."

Naufal kembali tersenyum. "Dia kangen sama kamu Sha."

Shanin terkekeh. "Padahal dia ga liat aku baru tiga hari, apalagi nanti aku udah nikah ya, Yah."

"Kamu tuh, ada-ada aja. Kamu udah makan?"

Shanin menggeleng. "Belum Yah, tadi sepulang dari kampus aku langsung kesini."

"Ayah beliin makanan ya."

"Engga usah Yah, lagian aku ga laper."

"Jangan gitu ah, nanti kamu sakit. Ayah ga mau itu terjadi. Biar Ayah ajak kamu ke kantin."

"Terus Nata?"

"Ayah minta tolong Om Yudha."

"Om Yudha? Emang Om Yudha ada di sini Yah?"

Naufal mengangguk. "Ada, Om kamu lagi di jalan. Sebentar lagi Om kamu nyampe. Nanti pas Om kamu nyampe, kita langsung ke kantin."

"Tapi Yah, aku ga tega ninggalin Nata sendiri. Lagian Nata tidurnya keliatan nyenyak banget."

Namun perkataan Shanin sepertinya tidak benar, tidak lama setelah Shanin mengatakan itu, kedua mata Adinata terbuka. Kedua matanya masih sayu.

"Kamu bangun Nat? Maaf udah ganggu tidur kamu." Kata Shanin sambil mengusap pelan kepala Adinata.

Adinata menggeleng. "Enggak Kak, lagian aku juga tidurnya udah lama."

Naufal tersenyum, lalu ia berjalan ke arah lain ranjang anaknya. "Nat? Ini Ayah, sayang."

Adinata mengangguk. "Iya Yah, aku tau."

"Ayah takutnya kaya kamu pertama kali sadar nyampe ga kenal sama Ayah."

Adinata tersenyum. "Maaf Yah.."

Naufal mengangguk sambil tersenyum. "Enggak apa-apa Nat, Ayah ngerti kok."

"Om Yudha mau kesini."

"Beneran? Siapa aja Yah? Om Yudha doang?"

Naufal mengangguk. "Nanti kamu sama Om Yudha dulu ya, Ayah mau nemenin Kakak kamu makan dulu di kantin rumah sakit."

"Kak Shanin belum makan?'

Shanin menggeleng sambil tersenyum. "Belum.."

"Makan gih.."

"Nanti nunggu Om Yudha dateng baru Kakak makan."

"Iya deh terserah, yang penting Kakak makan."



















TBC

ADINATA ✔Where stories live. Discover now