25

4.2K 472 81
                                    


Cantika memasuki ruang rawat Adinata dan senyum miris terukir ketika melihat kedua putranya tidur dalam satu ranjang dengan posisi sambil saling berpelukan. Hatinya sedikit mencelos ketika melihat kedua putranya, mereka tumbuh menjadi remaja yang tampan dan juga baik hati, hanya saja saat ini keadaan keluarganya sedang tidak baik-baik saja.

Tangan lentik Cantika mengusap pelan rambut anak bungsunya, namun usapannya terhenti ketika melihat beberapa helai rambut yang menempel di telapak tangannya.

"Maafin Bunda sayang.."

Kedua mata Adinata terbuka ketika merasakan usapan di kepalanya, dan tersenyum ketika melihat siapa yang tengah berdiri di samping ranjang pesakitannya. "Bunda?"

Cantika mengangguk sambil tersenyum.

"Bunda kemana aja? Kenapa dua hari kemaren enggak kesini, kan aku kesepian."

Senyuman sendu menghiasi bibir tipis Cantika. "Maafin Bunda sayang, Bunda harus beresin sedikit masalah."

"Bunda yakin sedikit? Kata Bunda masalah perceraian Bunda sama Ayah itu hal sedikit? Iya?"

Kedua mata Cantika membola ketika mendengar perkataan anaknya. "Kamu."

"Aku tau semuanya Bun, aku tau dan juga aku dengar semuanya, aku dengar kalo Bunda sama Ayah mau pisah karena Ayah udah enggak bisa biayain pengobatannya Nata, Nata tau Bun. Aku emang nyusahin ya Bun? Sampe Ayah kandung aku aja bilang kalo aku nyusahin. Padahal Ayah bilang aku enggak pernah nyusahin Ayah, tapi pada kenyataannya Ayah nyembunyiin semuanya dari aku. Ayah minta aku buat berjuang, tapi kalo akhirnya kaya gini aku enggak akan berjuang Bun, kalo akhirnya aku tau aku emang nyusahin aku enggak bakalan pernah nerima semua persyaratan penyembuhan buat aku. Maafin aku ya Bun.."

"Sayang, enggak kaya gitu. Ayah sama Bunda milih pisah karena emang kita berdua udah enggak cocok sayang."

Aditya terkekeh kecil. "Enggak cocok? Bunda yakin? Bun, aku cuma minta satu aja tolong pinta Ayah suruh kesini, aku mau ngomong sama Ayah."

Cantika mengangguk, menghapus air matanya yang menetes. "Bunda bakalan telfon Ayah kamu."

"Makasih Bun.."

Setelah Cantika berjalan keluar dari ruang rawat Adinata. Aditya langsung terisak kecil di pelukan saudaranya.

"Cengeng lu.."

"Lu gak usah sok kuat deh Nat, gue tau lu juga sakit."

"Gue emang strong, buktinya gue udah koma beberapa kali, gue tetep hidup? Iya kan?"

Aditya mengusap air matanya kasar.

"Kak Shanin enggak ada kabar?"

Aditya menggeleng. "Enggak ada, gue udah gak akan percaya sama Kak Shanin."

"Kenapa? Dia kan Kakak kita."

"Bukan, gue udah gak mau tau kabar dia, cuma lu yang bisa gue percaya."

"Kalo gue bohong gimana?"

"Gue gak bisa benci sama lu Nat.."

Aditya kini sudah membersihkan dirinya dan ia saat ini sedang memakan makanan untuk Adinata, karena yang punya tidak mau makan.

"Lu bener gak mau makan?"

Adinata menggeleng. "Gue gak laper, abisin aja sama lu. Gue gak mau."

"Lu belum makan dari semalem Nat, makan ya? dua suap aja, gue suapin."

"Enggak Dit, gue kenyang."

"Kenyang makan apaan lu? Makan angin?"

Adinata terkekeh kecil. "Tau aja lu."

"Gue suapin buburnya ya?"

"Enggak Aditya Putra Pranaja.."

"Yaudah buat gue aja, enggak apa-apa lah gue makan makanan rumah sakit biar makin sehat."

Tidak lama kemudian pintu ruang rawat Adinata terbuka dan menampilkan Ayah mereka yang memasang wajah tidak dapat diartikan.

"Dit, bisakan lu biarin gue sama Ayah bicara berdua?"

Aditya menatap Ayahnya sinis. "Enggak! Gue bakalan disini nemenin lu."

"Dit..gue mohon, sebentar aja."

"Dua menit."

"Iya dua menit, kan gue pulang jam sebelas. Sekarang jam sepuluh."

"Terus?"

"Enggak, gue cuma ngasih tau lu aja."

"Gue udah tau ogeb.."

"Yaudah sana tinggalin gue sama Ayah disini, lu sama Bunda dulu oke?"

Aditya berjalan keluar ruang rawat saudaranya sambil membawa buah Apel yang tadinya sedang ia kupas untuk saudaranya.

Adinata tersenyum ketika melihat Naufal sudah berada di hadapannya. "Hai Ayah, apa kabar?"

Naufal menghela nafasnya berat. "Kamu mau ngomong apa sama Ayah? Kata Bunda kamu mau ngomong sama Ayah."

Adinata mengangguk. "Iya, apa Ayah lagi sibuk? Maaf Nata ganggu waktu Ayah kerja."

Naufal tidak menjawab perkataan anaknya, dan hal itu membuat Adinata merasa sakit di hatinya. "Yah Nata nyusahin ya?"

Naufal tidak menjawab, malah mengalihkan perhatiannya ke arah lain.

"Yah, Nata tau Ayah udah nyesel biayain pengobatan Nata, Nata tau itu. Lagian Ayah sendiri kan yang minta Nata buat berjuang dan ngelawan penyakit Nata, tapi Ayah malah nyesel udah buat Nata berjuang. Pasti Ayah cape ya? Uang Ayah juga abis ya? Ayah, Nata cuma mau bilang Ayah boleh benci Nata, Ayah boleh nganggep Nata anak yang nyusahin, Ayah boleh enggak peduli sama Nata, Ayah boleh ngelakuin semuanya yang Ayah mau ke Nata, tapi Nata cuma pengen Ayah jangan benci Adit, Kak Shanin sama Bunda. Apa enggak bisa Ayah sama Bunda gak cerai? Apa enggak bisa dipikirin lagi?"

"Kamu gak akan ngerti." Naufal berucap dingin.

"Dimananya yang aku gak ngerti? Ayah bisa jelasin ke aku? Yah, aku tau sebenernya masalah utama Ayah sama Bunda pilih pisah itu aku kan? Yah, aku mohon pikirin sekali lagi, jangan pisah sama Bunda kasian Kak Shanin sama Adit. Ayah boleh benci aku kaya Oma sama yang lain, emang bener apa yang dibilang Oma, aku emang anak yang gak berguna, apalagi sebentar lagi aku bakalan lumpuh dan itu makin buat Ayah susah kan? Ayah boleh kok biarin aku tinggal di panti sosial, enggak apa-apa aku rela kok asal Ayah enggak jadi pisah sama Bunda."

Naufal menatap anaknya tajam. "Kamu?"

"Iya Yah? Ayah maukan ngabulin semua permintaan aku?"

"Kamu bener mau tinggal di panti sosial?."

"Iya Yah. Aku mau, asal Ayah sama Bunda enggak jadi pisah."

"Akan saya pikirkan lagi."

Setelah mengucapkan kalimat itu Naufal langsung keluar dari ruang rawat anaknya.

Adinata tersenyum sendu. "Seenggaknya gue ngelakuin sesuatu yang berguna buat keluarga gue sendiri."

























TBC

ADINATA ✔Where stories live. Discover now