11

5.8K 519 9
                                    


"Udah Nat? Jangan dipaksain kalo udah, nanti perut kamu sakit." Kata Cantika yang masih memijat pelan leher belakang anak bungsunya.

Malam pertama, bermalam di Villa. Cantika dan Naufal sudah di buat khawatir dengan keadaan anak bungsunya yang tiba-tiba saja memuntahkan isi perutnya di dalam kamar mandi pada tengah malam. Sebelumnya mereka bertiga tengah tidur di satu kasur bertiga dengan Adinata tertidur di tengah antara kedua orang tuanya. Pada pukul satu malam, Adinata terbangun dan berlari ke arah kamar mandi yang berada di dalam kamar kedua orang tuanya dan memuntahkan isi perutnya. Dan terjadilah seperti sekarang, Cantika dan Naufal terbangun karena suara berisik dari arah kamar mandi, ketika mendengar suara muntahan seseorang, Cantika langsung berlari ke arah kamar mandi dan mendapati sang anak tengah mengeluarkan semua isi perutnya.

"Sakit Bun.." Kata Adinata kesakitan, dapat Cantika dan Naufal lihat terdapat kerutan di dahi anaknya.

"Apa yang sakit sayang, kasih tau Bunda. Apa yang sakit?"

"Se...semuanya sakit, badan aku sakit."

Cantika langsung memeluk anak bungsunya, Perempuan cantik itu tidak mempedulikan noda bekas muntahan yang terdapat dimulut anaknya menempel di pakaian tidurnya.

"Kita pindah ke kamar, Nat." Kata Naufal. "Kuat jalan?"

Adinata menggeleng. "Kaki aku ga bisa digerakin Ayah." Bisik Adinata.

Dapat Naufal dan Cantika dengar nada bicara anaknya sedikit bergetar.

"Kamu bakalan baik-baik aja, jangan takut."

Naufal menggendong tubuh kurus anak bungsunya dan menidurkannya di atas kasur. "Sakit banget ya sayang?"

Adinata sudah tidak mampu menjawab semua pertanyaan Bundanya, ia bukannya tidak ingin menjawab, namun tubuhnya terasa sangat lemas sehingga untuk mengeluarkan suara saja tidak mampu.

Dan ke-khawatiran Cantika bertambah ketika melihat darah mengalir dari hidung mancung Adinata.

"Kamu mimisan sayang, kepala kamu sakit?"

Adinata mengangguk. Naufal langsung menyandarkan tubuh anak bungsunya di dekapannya, sedangkan Cantika sibuk membersihkan noda darah yang keluar dari hidung anak bungsunya. Setelah lima menit berkutat dengan noda darah yang keluar dari hidung anaknya, Cantika langsung berjalan cukup cepat menuju dapur untuk membawa segelas air hangat untuk anaknya dan langsung kembali menuju kamarnya.

"Minum dulu sayang."

Dengan bantuan sang ayah, Adinata dapat meminum sedikit air mineral yang diberikan bundanya. "Gimana? Udah mendingan?"

"Mual Bun, Pengen muntah." Meskipun suara Adinata hampir menyerupai bisikan namun masih dapat terdengar jelas oleh keduanya.

Cantika langsung membawa sebuah wadah yang berada di dalam kamar mandi. "Muntahin aja sayang, tapi kalo udah ga ada yang pengen dimuntahin jangan dipaksain, nanti perut kamu sakit."

Huekk

Huekk

Huekk

Naufal terus mengusap punggung anaknya. "Udah Nat, udah."

Adinata membebankan tubuhnya di dada sang ayah. "Sa..sakit Yah."

Naufal mencium pipi anaknya. "Ayah tau sayang, maafin Ayah."

Kedua mata Adinata perlahan-lahan tertutup ketika dirasa mendapatkan usapan lembut dan hangat dari ibunya yang mengusap lengannya. "Tidur sayang.."

Keduanya terjaga hingga pagi menjelang, Adinata terus menerus merintih kesakitan, dan hal itu membuat Cantika dan Naufal panik setengah mati.

"Eunghh, Bunda.." Ucap Adinata lirih.

Cantika yang sebelumnya terlelap langsung membuka kedua matanya dan mengusap pelan tangan anaknya. "Iya sayang, kenapa? Ada apa? Apa kamu butuh sesuatu? Atau kamu mau apa?"

"Sakit.."

Cantika kembali meneteskan air matanya. "Apa yang sakit sayang? Kasih tau Bunda."

"Sakit Bunda..hiks..hiks.." Bukannya menjawab Adinata malah menangis.

"Jangan nangis, Bunda tau kamu pasti kuat, kamu anak yang kuat. Bunda percaya itu sayang. Yang kuat ya, engga apa-apa ada Bunda disini. Jangan nangis."

Adinata masih terus menggumamkan kata 'sakit' sambil menangis. Sedangkan Naufal hanya bisa mengusap pelan dada anaknya, ia merasa menjadi seorang ayah yang gagal ketika melihat anaknya kesakitan seperti ini dan dia tidak bisa melakukan apa-apa.

"Tidur lagi ya? Ada Ayah sama Bunda disini. Kita ga akan ninggalin kamu."

Adinata menggeleng. "Sakit Yah.."

Naufal mengangguk. "Ayah tau sayang, ada Ayah disini. Kuat ya, Ayah yakin kamu pasti kuat, ada Ayah sama Bunda disini."

Adinata menggeleng. "Cape Ayah.."

Naufal kembali mengangguk. "Ayah tau sayang, tapi kita berjuang lagi ya? Ayah yakin kamu pasti bisa, kita berjuang bareng-bareng."

"Sa..sakit Ayah. Aditya? Kak Shanin?" Dalam keadaan sakit seperti ini Adinata selalu menanyakan keberadaan kedua saudaranya.

"Pengen Ayah panggilin mereka?"

Pertanyaan Naufal dijawab oleh anggukan lemah Adinata.

Naufal bergegas menuju kamar yang ditempati oleh kedua anaknya.

"Kak, Dit bangun ya, kita pindah ke kamar Ayah sama Bunda.."

Shanin dapat mendengar sayup-sayup suara sang Ayah. "Kenapa Ayah?"

"Ikut Ayah sayang, ajakin Aditya ya."

Shanin langsung berjalan bersama Aditya menuju kamar kedua orang tuanya, namun mereka berdua langsung terdiam ketika melihat keadaan Adinata yang tengah menangis sambil merintih kesakitan.

Shanin dan Aditya langsung berlari menghampiri Adinata. "Apa yang sakit Nat? Ada gue sama Adit disini." Kata Shanin sambil menggenggam tangan adiknya.

Mata sayu Adinata menatap Shanin. "K..kak?"

Shanin mengangguk. "Iya ini gue, ada Adit juga disini. Kuat ya.."

Adinata menggeleng. "Sakit Kak.."

Shanin ikut mengangguk. "Iya gue tau, pasti sakit. Kuat ya? Ada gue disini sama Adit, ada Bunda sama Ayah juga."

Shanin sibuk dengan menguatkan Adinata, sedangakan Aditya sibuk menangis. ia selalu tidak bisaenaham tangsinya ketika melihat keadaan saudara kembarnya seperti ini.

Naufal memeluk Aditya dan menenangkannya. "Ayah bawa Nata ke rumah sakit..hiks..hiks.."

"Ayah bakalan bawa Nata ke rumah sakit, kalo keadaan Nata udah agak sedikit membaik sayang. Nata bilang dia ga bisa duduk, semua badannya sakit. Jadi kita tunggu keadaannya membaik ya?"

"Nata udah minum obat?"

Naufal mengangguk. "Udah sayang, kita berdoa buat Nata."

Setelah berkutat dengan rasa sakitnya selama semalaman, kini kamar Cantika dan Naufal diisi oleh ketiga anaknya. Naufal dan Aditya tidur di sofa dengan posisi duduk, Shanin dan Cantika tidur di samping Adinata.

Cantika membuka kedua matanya ketika sinar matahari sudah masuk ke dalam kamarnya lewat celah-celah gorden. Mata sembab Cantik terus memperhatikan wajah anak bungsunya, yang masih sedikit gelisah.

"Masih sakit ya sayang? Maafin Bunda yang ga bisa bantu kamu buat ngurangin rasa sakitnya."

Tidak lama setelah Cantika membuka mata, Naufal juga membuka kedua matanya dan membangunkan Aditya untuk pindah ke kasur yang sebelumnya ditempati oleh Cantika.

"Tidur lagi aja Dit."

"Nata?"

"Dia udah baik-baik aja, nanti Ayah bangunin kalian kalo udah waktunya makan."

Aditya mengangguk dan memeluk saudara kembarnya dengan tidak terlalu erat.

"Gue sayang lu, cepet sembuh. Gue janji, gue bakalan terus ada di sisi lu, saat lu berjuang buat ngelawan penyakit lu."















TBC

ADINATA ✔Where stories live. Discover now