08. The Party (Pt. 2)

527 50 6
                                    



"So, are you still virgin?" Gia mengangguki pertanyaan Moon lalu menenggak habis champage didalam gelasnya.

"Lalu apa saja yang dia lakukan padamu? Jangan bilang cuma ciuman dan raba sana-sini?"

"Yes, he touch me, no kissing and I never saw his dick. Jika kau tidak pernah melihat seorang pria mandi menggunakan celana dalamnya, mari kuperkenalkan dengan Tobias Alaric yang kau sebut sebagai bangsawan kaya itu. Entah bagaiman dia membersihkan asetnya, aku tidak pernah tau."

Moon dibuat melongo. Jika Moon tidak salah dalam perhitunganya, sudah hampir tiga minggu Gia dan Jey bersama, seharusnya temanya ini sudah tidak lagi perawan mengingat reputasi Jey tidak jauh bereda dengan prianya. Sekarang Moon bingung harus merasa prihatin atau merasa senang karena Gia masih perawan.

"Pria itu terlalu misterius dan sepertinya menyimpan banyak rahasia. Nama saja sampai sebanyak itu, dan aku hanya tau nama Jey. Menyebalkan!" Keluh Gia kemudian.

"Gia sadarlah, kau hanya wanita bayaran yang Hoseok sewa untuk satu bulan."

"Sorry? Kontrak kami tiga bulan, Moon."

"Apa?? Kenapa jadi tiga bulan? Setauku Hoseok tidak pernah mengontrak seorang wanita lebih dari satu bulan."

"Kenapa tidak kau tanyakan saja padanya. Aku tidak tau apakah aku harus bersyukur karena masih perawan atau bagaimana, segala yang ada pada dirinya membuatku gila, Moon. Jika diteruskan, aku bisa tergila-gila padanya."

"Kau menyukainya?"

Pertanyaan yang diberikan Moon kali ini sangat sulit untuk Gia jawab. Bahkan Gia sendiri selalu menanyakan hal serupa kepada dirinya sendiri tapi tidak pernah menemukan jawabanya.

"Entahlah.. Kau bilang tadi dia seorang bangsawan? Dari korea? Kenapa aku tidak familiar dengan nama Hoseok?" Gia mulai menelisik lebih dalam.

"Dia keturunan bangsawan Jerman dan memiliki gelar kebangsawanan, kau akan menemukan banyak artikel tentang Tobias Alaric di internet. Nama koreanya didapat dari ibunya, aku dengar ibunya adalah orang korea."

"Dia memiliki gelar kebangsawanan?? Berarti Rafael juga?"

"Kau pernah bertemu Rafael Alaric?" Anggukan Gia mendapatkan tatapan kagum dari Moon,

"Rafael terkenal sebagai pengeran dunia nyata di Jerman sana, banyak kalangan bangsawan hingga gadis biasa yang rela melakukan apapun untuk mendapatkan perhatianya. Tapi sayangnya dia tidak pernah muncul kecuali pada acara amal dan sosial. Berbeda dengan adik bungsu mereka, Manfred. Alaric bersaudara ini memiliki watak yang berbeda-beda." Lanjut Moon sembari meraih segelas champage yang dibawa oleh pelayan.

Gia kembali menghela nafas kasar. Bertambahlah sudah rasa penasaran dibenak Gia. Hanya perkara sebuah nama bisa menimbulkan banyak pertanyaan dikepalanya. Kenapa tidak sejak awal Jey mengenalkan dirinya sebagai Tobias atau siapalah itu, dan apa rencananya dengan tetap menahanya dengan cara seperti ini, bukankah akan lebih mudah jika Jey mendekatinya secara normal lalu mengencaninya. Dan lelaki bernama Manfred tiba-tiba muncul diantara perbincangan Moon juga Gia.

"Manfred??" Gia menaikan sebelah alisnya mencoba kembali menelisik.

"Araqiel Manfred Alaric, adik bungsu mereka. Kau tau?" Kali ini Gia menggeleng pelan menanggapi pertanyaan Moonlight.

"Seriously! Kau hidup dijaman apa young lady. Tapi saranku lebih baik jauhi Manfred, dia bastard nya para bajingan, kabar yang beredar menyebutkan bahwa hampir seluruh populasi gadis muda di Jerman pernah berakhir diranjangnya."

Gia menghela nafas kemudian mulai mengedarkan pandanganya kesetiap sudut ballroom. Sosok yang sedang dicarinya tidak dapat ditemukan oleh sensor matan Gia.

"Tae.. Kau sendirian? Mana temanamu?"

Suara manis Moon menyadarkan Gia bahwa lelaki yang sebelumnya bersama Jey kini menghampiri wanitanya sendirian. Lelaki itu mengatakan bahwa Jey bertemu dengan beberapa rekan kerjanya dan terpaksa harus berbincang dengan mereka. Karena Moon telah bersama dengan prianya, maka Gia cukup tahu diri untuk memberika privasi pada keduanya dan mencari lelaki yang telah membawanya ke pesta ini.

Lima belas menit tepatnya Gia menunggu, hingga kandung kemihnya yang penuh memaksa gadis ini untuk segera mengsongkanya. Didalam toilet, Gia memoles sedikit riasanya lalu memeriksa tampilanya didepan kaca sebelum melangkahkan kakinya keluar. Keanehan mulai dirasakan gadis ini ketika dirinya telah berada diluar pintu toilet. Banyak lelaki yang nampaknya sangat membutuhkan toilet, namun melewati toilet pria yang letaknya jelas-jelas berada dibelakang Gia. Para lelaki itu seakan tidak melihat tanda adanya toilet pria disana.

"Nona, kau tau dimana letak toilet pria?"

Tanya seorang lelaki yang tidak dikenal kepada Gia. Dengan polos gadis ini menunjuk pada toilet dibelakangnya, akan tetapi si lelaki justru mengerutkan dahinya dan menatap aneh pada Gia. Sepeninggal lelaki tersebut, Gia merasa penasaran kenapa keberadaan toilet tersebut seakan tak kasat mata bagi orang lain. Gia melangkahkan kakinya mendekat dan membuka pintu toilet sepelan mungkin.

Betapa kagetnya gadis ini mendapati apa yang ada dihadapanya. Dua kali sudah Gia disuguhi adegan tidak senonoh oleh pria yang membayarnya. Jey, pria ini sedang mencium seorang pemuda dengan begitu panas. Setidaknya begitu yang Gia lihat meski Jey sedang memunggunginya. Jangan berharap Gia mendapati celana pria itu masih berada ditempatnya dengan rapi. Memang tidak melorot tapi Gia dapat memperkirakan bahwa sesuatu dibalik celananya sudah mencuat keluar. Otot kekar paha sang pemuda dapat dilihat jelas karena kain yang membungkus kakinya telah teronggok mengenaskan disudut ruangan.

Gia mencoba membekap mulutnya untuk menahan pekikanya. Berbagai pikiran negatif mulai bergelayutan dibenak gadis ini. Pertama Christina dan sekarang seorang pemuda yang Gia tidak tahu identitasnya.

Gia mundur selangkah demi selangkah. Dilangkah ketiganya, Jey yang sebelumnya membelakanginya kini menolehkan kepalanya dan menyadari keberadaan Gia. Tatapan keduanya bertemu, tapi ada yang salah. Tubuh Gia tidak bisa digerakan, sementara Jey kembali melanjutkan urusanya yang tertunda. Detik kemudian tubuh sang pemuda terkulai dilantai dengan kondisi mengenaskan. Tubuhnya tidak lagi bergerak, hanya nampak tulang dan kulitnya saja. Tidak butuh waktu lama, api biru mulai membakar habis tubuh tidak bernyawa tersebut menjadi abu. Jey mulai mendekati Gia setelah merapikan posisi celananya, gadis ini masih sangat sadar untuk dapat menyadari apa yang baru saja terjadi dihadapanya.

"Ap-apa yang baru sa-saja terjadi?"

Jey nampak terkejut dengan pertanyaan Gia. Pria ini menatap horor pada gadisnya namun tidak ada perubahan dari ekspresi syok diwajah Gia.

"Kau masih sadar? Bagaimana bisa??"

Gia tidak menjawab pertanyaan dari pria yang sedari tadi dicarinya tersebut. Gadis ini mencoba mengintip sudut dimana tubuh pemuda sebelumnya terbakar, akan tetapi Jey berdiri tepat dihadapanya dan menghalangi pandanganya, pria ini menatap tajam seakan menembus masuk kedalam jiwa Gia. Tidak lama setelahnya Gia merasa matanya semakin berat dan akhirnya ia kehilangan kesadaran. Tubuh gadis ini berhasil ditangkap oleh Jey sebelum sempat terjatuh.

"Rafael harus turun tangan." Gumam Jey sebelum mengangkat tubuh Gia pergi meninggalkan hotel.

.
.
.

♥ —————— To Be Continue ————— ♥

.
.
.




The Devil Obsession [ COMPLETE ✔️ ]Where stories live. Discover now