19. His Kiss

305 40 3
                                    



Jey sudah gila, seorang Gianna-Han lah yang membuatnya gila. Sampai detik ini Gia benar-benar tidak bisa diprediksi kemana arah pemikiranya. Membaca gerak dan pikiranya pun percuma karena bahkan Rafael saja kesulitan dibuatnya. Sebenarnya Jey tidak benar-benar menghindari Gia, hanya saja pria ini mencoba menahan amarah didalam dirinya yang terkadang akan meluap tanpa terkendali. Dan jika hal tersebut terjadi maka tidak perduli siapa yang sedang ada dihadapanya, pria ini tidak akan segan-segan melenyapkan nyawanya.

Kejadian tersebut pernah terjadi sebelumnya. Nasib baik masih berpihak pada orang-orang biasa disekitar Jey pada masa itu, karena Araqiel dan Rafael ada disana. Amarah Jey yang sedang memuncak membuatnya menyerang adiknya tersebut dan menimbulkan perkelahian hebat. Akibatnya, Rafael terpaksa harus mengamankan pekerja dan prajurit yang berada di kastil kedalam bangsal bawah tanah. Dengan bantuan sedikit anugerah surgawinya, Rafael berhasil membangun tameng tak kasat mata, menghalau setiap ledakan serta bara api biru mematikan dari hasil pertarungan sengit kedua saudaranya tersebut. Pada masa itu, sihir dan segala macam yang dianggap tabu pada jaman modern masih dianggap hal yang lumrah, sehingga orang-orang tersebut sudah terbiasa karenanya.

Alasan itulah yang membuat Jey memutuskan untuk sementara waktu menghindari Gia. Gadis ini telah menguji kesabaranya hingga pada titik batas sabarnya. Jey tidak ingin membuat kesalahan yang hanya akan membuatnya menyesal.

Ditengah usahanya menjinakan amarah didalam dirinya, dia mendapatkan pengakuan tidak terduga dari Damian. Pria paruh baya ini mengaku tidak sedang bersama Gia ketika Jey menanyakan keberadaan gadisnya tersebut. Damian justru mengatakan bahwa seharuanya Gia sudah bersama dengan tuanya saat ini.

"Nona Gia meminta saya meninggalkanya dikantor, beliau ingin menunggu anda kembali. Bukankah seharusnya saat ini anda sudah bersama denganya?"

Pengakuan dari Damian tersebut cukup untuk membuat Jey berkendara gila-gilaan menuju kantornya.

Pukul 23.45 Jey meluncur dari penthouse milik Rafael menuju gedung kantornya. Kakak tertuanya ini memang lebih memilih tinggal di penthouse nya sendiri ketimbang tinggal satu atap di mansion besar milik Jey.

Jey memarkirkan super carnya ditempat parkir kusus gedung kantornya. Tentu saja gedung tersebut telah ditutup dan hanya terdapat beberapa penjaga malam saja. Ada perasaan tidak nyaman ketika pria ini turun dari super carnya. Pria ini menuju lift kusus yang hanya bisa diakses olehnya juga beberapa pejabat perusahaan. Dan rasa tidak nyamanya semakin menjadi ketika lift mulai mendekati ruang kerjanya.

*Ting!

Pintu lift terbuka menunjukan area depan ruang kerjanya. Meja sekretarisnya kosong, lampu malam yang seharusnya menyala, saat itu mati. Dinding ruang kerja Jey terbuat dari kaca yang hanya tembus pandang dari dalam. Meskipun demikian, sama seperti Araqiel, pengelihatan tajam pria ini dapat menembus kedalam dinding beton sekalipun.

Sangat jelas Jey melihat Gia sedang duduk nyaman menyandarkan punggung dan kepalanya disofa tunggu ruang kerjanya, gadis itu tertidur tapi tampak tidak tenang. Dan Jey tahu penyebabnya. Sosok bayangan hitam menyerupai tubuh lelaki sedang memerangkap tubuh Gia. Alasanya jelas, yaitu jiwa gadisnya untuk dibawa pergi.

Dengan cepat pria ini menerobos masuk dan menghempaskan bayangan hitam yang sedang memerangkap tubuh gadisnya. Dia terhempas keluar menabrak kaca hingga pecah. Tubuh Jey sudah menyala diselimuti api biru, nampak dingin dan juga panas disaat bersamaan. Tanganya mengepal memunculkan kobaran api dari sana. Dilemparnya bola api yang terbentuk dari kepalan tanganya secara beruntun.

"Kau akan selalu kalah olehku Tobias..! HAHAHA..!!" Suara tawa jahat itu menggelegar bagai petir ditengah malam.

"Itu dulu Asmodeus!!" Jey mendesis dan siap menyerang namun diurungkanya.

Gia sudah duduk tegak memperhatikan Jey tanpa ekspresi. Gadis ini nampak tidak terkejut ataupun takut. Ia hanya mengamati bagaimana tubuh prianya diselimuti oleh api biru yang tidak biasa. Ketika manik mata keduanya beradu, gadis ini tidak mendapati manik mata layaknya manusia pada diri Jey. Mata itu berwarna hitam, sama persis seperti didalam mimpinya sebelum Gia pindah kekamar Jey. Sosok prianya sama persis seperti yang ia lihat dimimpinya. Gia bangkit dan secara perlahan melangkahkan kakinya mendekati Jey dengan wujud tidak biasanya. Sosok bayangan sebelumnya masih melayang diluar jendela pecah sambil bertepuk tangan mengejek pada setiap momen yang disaksikanya.

"Well..Well..Well.. Kau ketahuan Tobias.. Dan gadismu akan dengan suka rela meninggalkanmu setelah malam ini."

Makhluk itu tertawa keras lalu melesat semakin naik keatas awan, dan Jey menyusulnya. Pria ini sudah tidak perduli jikalau Gia akan meninggalkanya pada akhirnya. Dipikirnya, dia masih bisa menjaga Gia dari jauh seperti sebelumnya.

Jey melesat semakin tinggi, namun jarak antara dirinya dan Asmodeus tidak memungkinkanya untuk mengejar iblis sialan itu. Pria ini berhenti kemudian memasang gestur seperti sedang membidik sasaran menggunakan panah. Bersamaan dengan itu api biru yang sama membentuk sebuah busur dan anak panah yang siap ditembakan. Dia menunggu hingga targetnya terkunci lalu melesatkan anak panah yang terbentuk dari api biru miliknya. Melesat sangat jauh tapi tidak sempat mengenai Asmodeus yang sudah menghilang dibalik portal yang telah tertutup.

"Sial!" Jey mengumpat frustasi.

Ia kembali kedalam ruang kerjanya yang sudah berantakan. Pecahan kaca tersebar dimana-mana. Pria ini sungguh tidak mampu hanya untuk sekedar berharap bahwa dirinya akan mendapati Gia masih berada disana.

Jey mendaratkan kakinya perlahan hingga benar-benar menapak pada lantai ruang kerjanya. Pria ini sedikit mengangkat kedua tanganya lalu menggerakanya tipis, dan semuanya kembali seperti semula. Kaca yang pecah kembali utuh, beberapa perabot yang tergeser atau jatuh kembali pada posisinya semula. Sempurna seperti tidak pernah tersentuh.

Pria ini mengedarkan pandanganya kesetiap sudut ruangan. Fokusnya tertuju pada satu titik dimana pintu keluar sedang tertutup. Matanya membulat, tubuhnya kaku seakan setiap sendi yang ada pada dirinya membeku.

Gia berdiri menyandarkan punggungnya tepat pada daun pintu yang tertutup. Gadis itu menunduk memperhatikan kakinya yang ia mainkan sendiri. Ia baru mengangkat wajahnya ketika menyadari bahwa yang ditunggunya sudah berdiri mematung tidak bergerak. Terjadi keheningan mencekam diantara keduanya. Gia menelan salivanya melihat sosok pria yang selama ini dikenalnya dalam wujud berbeda. Bukanya Gia takut, hanya saja masih tidak bisa mempercayai bahwa entitas apapun Jey sebenarnya, dia adalah nyata dan sedang berdiri gagah dihadapanya.

Perlahan namun pasti, api biru yang menyelimuti tubuh Jey mulai memudar. Warna matanya kembali normal. Gia tersenyum kikuk sambil melambaikan tanganya kaku.

"H-Hai...."

Sapaan canggung dari Gia tidak mendapatkan respon apapun dari Jey. Pria itu masih diam ditempatnya. Tatapan terkejutnya kini berubah menjadi sendu dengan mata berkaca-kaca.

"Fuck it! Gia, I love you!"

Tanpa peringatan Jey menghampiri Gia lalu mendaratkan sebuah ciuman dibibir gadisnya.

Butuh waktu beberapa saat hingga kesadaran Gia kembali. Ia terlalu terkejut dengan serangan mendadak dari prianya. Namun pada akhirnya Gia memejam merasakan manisnya ciuman lembut dan mendayu yang didapatnya. Bibir keduanya saling memangut penuh cinta, semakin lama semakin dalam dan menuntut, seakan tidak lagi ada hari esok.

Baik Jey maupun Gia menyadari bahwa ciuman ini menjadi semakin memanas setiap detiknya dan mungkin saja akan berlanjut seperti fantasy yang selalu Gia bayangkan selama ini.

.
.
.

♥ —————— To Be Continue ————— ♥

.
.
.




The Devil Obsession [ COMPLETE ✔️ ]Where stories live. Discover now