27. She's Missing

253 28 8
                                    





Gia dan Tamara menjadi semakin akrab. Kepindahan Tamara ke mansion besar milik Jey lah yang membuat dua gadis yang sebelumnya berseteru ini menjadi dekat. Mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama membicarakan keanehan prianya masing-masing. Keduanya juga menyadari bahwa mereka sedang mengencani lelaki tua berusia ribuan tahun.

Lama sudah, kontrak diantara Gia dan Jey hanya tersisa tiga hari saja. Beberapa waktu lalu Gia telah mencoba menanyakan apa yang akan prianya lakukan ketika waktu kontrak mereka benar-benar sudah habis, namun tidak ada jawaban pasti, hanya 'Tenang saja, tidak perlu dipikirkan... Aku memiliki rencana lain, kau tidak perlu cemas...' dan jawaban aman lainya.

Tidak hanya itu, Jey juga semakin sulit ditemui membuat Gia berpikiran buruk terhadap kelanjutan hubungan mereka. Pria itu akan pergi pagi-pagi sekali sebelum Gia bangun, dan kembali malam sekali setelah Gia tertidur pulas. Terkesan seperti sedang menghindari Gia, tapi jika benar demikian maka Jey tidak akan mengiriminya pesan bertubi-tubi setiap detiknya. Inikah pertanda akhir dari hubungan mereka. Atau mungkin Jey tidak akan melenyapkanya tapi akan meninggalkanya. Gia tidak mau menyimpulkan dengan mudah kali ini.


Hari ini, akhir pekan dibulan November, Jey telah merencanakan untuk membawa Gia kekediamanya di Jerman, kastil peninggalan mendiang Gabriella yang kini telah disulap menjadi mansion mewah bergaya Eropa. Untuk pertama kalinya pria ini akan menunjukan kehidupan lamanya kepada Gia sekaligus berencana melamarnya. Jey sengaja pulang ke mansionya jauh lebih awal berharap akan menghabiskan waktu bersama Gia, mengganti waktunya yang belakangan ini telah terbuang. Tapi sepertinya Gia tidak sedang dirumah. Pelayan mengatakan bahwa nona nya baru saja keluar bersama Tamara. Dan Gia membenarkan melalui pesan singkat yang dikirimnya untuk Jey.

Apa boleh buat. Jey akan menunggu gadisnya dengan sabar.

Pria ini sudah sangat terlalu sabar menunggu, hingga jam menunjukan pukul sepuluh lebih sepuluh malam. Kemana dan dimana gadisnya kini tak lagi Jey ketahui. Sudah ribuan pesan singkat dan ratusan telepon yang Jey kirimkan tapi tetap tidak mendapatkan respon sedikitpun dari Gia.

Ia gelisah. Ada yang salah, tapi entah apa.

Jey merasakan kehadiran Araqiel dan Tamara. Detik kemudian keduanya muncul dari balik pintu depan. Jey menatap tajam kepada Tamara. Insting posesif Araqiel merasa terusik ketika gadisnya ditatap sebegitu tajamnya oleh pria lain. Pemuda ini menarik tubuh Tamara menyembunyikanya dibelakang punggungnya. Araqiel menatap tidak kalah tajamnya mengancam pada Jey.

"Dimana Gia?" Tanya Jey dingin.

"Kau menanyakan keberadaan wanitamu dengan tatapan pemangsa seperti itu pada Tamara?"

"Dia keluar bersamamu tadi sore." Jey tidak merespon sanggahan Araqiel dan terus berbicara pada Tamara yang sedang meringsut dibalik punggung Araqiel.

Araqiel melirik mencoba menanyakan kebenaran ucapan kakaknya tersebut. Tamara menelan saliva mencoba menjelaskan dengan sebenar-benarnya.

"Me-memang Gia bersamaku tadi so-sore. Tapi Araqiel menelponku lalu aku meninggalkan Gia—"

"DIMANA?!"

Jey membentak Tamara tanpa membiarkan gadis itu melanjutkan ucapanya. Tamara menahan tangis ketakutan ketika lampu-lampu yang ada meledak bersamaan dengan bentakan dari Jey untuknya. Ditambah dengan wajah Araqiel yang sudah menegang, kedua tanganya mengepal, dan sorot matanya menajam menandakan bahwa pemuda ini siap untuk melakukan perlawanan. Tamara berusaha menenangkan amarah Araqiel dengan memeluk pinggangnya. Meskipun sedikit, namun cukup membuat kepalan tangan Araqiel mengendor.

"Caffee milik Nick. Aku tinggalkan Gia disana bersama Jimin." Tamara berucap yakin.

Tidak menunggu waktu lebih lama lagi Jey meraih gagang pintu terdekatnya dan langsung membuka paksa. Sampailah dia didalam caffee Nick yang sedang ramai. Caffee milik Nick ini bukan tipe caffee yang akan buka 24 jam, namun banyaknya pelanggan terkadang membuat pelayanya menutup caffee lewat tengah malam.

Yang mengejutkan bukanya ramainya caffee atau keberadaan Jimin dibelakang meja kasir. Akan tetapi Rafael yang nampak berbicara serius dengan sosok Jimin. Jey tidak pernah mengetahui bahwa kakaknya tersebut mengenal lelaki yang entah bagaimana sangat dibenci oleh Jey tersebut.

Tanpa permisi Jey menodongkan senjata api tepat kearah Jimin. Para pelanggan mulai panik tapi tanpa sebab tidak dapat menggerakan sendi-sendinya. Jimin menghela nafas mengetahui telah kedatangan pelanggan istimewa lainnya.

"Behave Tobi! Kau menakuti orang-orang ini!" Peringat Rafael tegas.

Jey tidak memperdulikanya dan malah menarik pelatuk senjata apinya tanpa aba-aba. Pria ini menarik senyum mengejek ketika dua peluru yang ia tembakan berhenti tepat didepan wajah Jimin. Seakan terhalang oleh sesuatu yang tak kasat mata, peluru tersebut mencoba memaksa menembus pertahanan apapun yang ada pada Jimin tapi berakhir terjatuh diatas meja.

"Tobias!!"

Rafael kembali memperingatkan, kali ini suaranya meninggi dan ia telah bangkit dari duduknya menghampiri sang adik. Pistol yang diacungkan Jey berusaha diturunkan oleh Rafael, tapi tindakanya ini justru membuat Jey semakin meradang, bagimana bisa Rafael tidak membelanya.

"Kau buta atau bodoh!! Lihat bagaimana dia menahan peluruku!!" Raung Jey tak kalah murka.

Jimin mengedarkan pandanganya kesetiap sudut caffee. Ia mendapati setiap pelangganya sedang menampakan raut wajah ketakutan dan panik, namun tidak bergerak seakan setiap sendinya membeku. Jimin yang sedang meracik latte, dengan sengaja meletakan cangkir latte nya cukup keras hingga menimbulkan bunyi dentingan nyaring, bersamaan dengan dentingan tersebut waktu seakan berhenti. Setiap orang membeku ditempatnya, jam dinding yang berdetik tidak lagi bersuara, hiasan caffee yang sebelumnya menggantung kini ikut berhenti membatu.

"Dimana Gia?!" Raung Jey yang siap menyerang.

Masih tidak bergeming ditempatnya, Jimin menatap Jey dengan tajam, tidak ada indikasi untuk melakukan perlawanan maupun pertahanan. Lelaki ini menyandarkan kedua tanganya diatas meja kasir dan hanya mengamati Jey sama tenangnya seakan ancaman kemarahan Jey bukanlah apa-apa baginya.

.
.
.

♥ —————— To Be Continue ————— ♥

.
.
.




The Devil Obsession [ COMPLETE ✔️ ]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu