15. Araqiel

360 39 11
                                    




Mendadak terjadi ketegangan diantara Manfred dan Jey. Manfred menanggapi Jey dengan santai bahkan cenderung mengejek, sementara Jey sudah menahan amarah seakan siap menerkam adiknya kapan saja dia inginkan.

"Biarkan Araqiel mengantarnya. Kau jangan khawatir Tobi. Sekeras apapun Araqiel menggoda Gia, gadismu tidak akan tertarik dengan lelaki seperti dia." Celoteh Rafael yang sukses membuat Manfred menyunggingkan senyum.

"Really??"

Lagi-lagi Jey menatap horor pada Manfred. Bukanya meringsut takut, Manfred justru terkekeh geli oleh sikap kakaknya.

"Santai saja.. Gadismu kali ini tidak akan aku rebut. And for you sweety, selesaikan sarapanmu secepatnya, aku sudah tidak sabar bertemu gadis-gadis cantik di kampusmu."

Bagai anak ayam, Gia menuruti perkataan Manfred dengan menyudahi sarapanya. Gadis ini mengikuti Manfred dari belakang. Pemuda itu meraih sebuah boomber jacket hitam yang dibawa oleh seorang pelayan, tidak lupa satu kedipan nakal diberikanya pada sang pelayan malang tersebut. Bagaimana tidak, pelayan wanita yang berusia sekitar dua puluhan tersebut langsung jatuh lemas karena ulah Manfred.

Manfred membuka pintu penumpang sebuah convertible car mewah berwarna abu, Gia dipersilahkan masuk dengan sopan. Sementara Manfred hanya cukup melompati pintu mobil tidak beratap tersebut. Gia mengamati interior mobil mewah tersebut dengan dahi mengkerut. Manfred sudah menyalakan mesin mobil dan mengenakan kacamata hitamnya. Pemuda ini sedikit melirik kearah Gia dan menyadari bahwa gadis tersebut sedang memikirkan sesuatu.

"Mau aku tutup atapnya?"

Gia menoleh lalu menggeleng dengan cepat. Manfred tersenyum sebelum menginjak pedal gas tanpa menunggu Gia yang masih memasang sabuk pengamanya.

'Sungguh luar biasa', sarkas Gia dalam hati. Lelaki ini jauh lebih mengerikan dari yang dia duga. Caranya memacu mobil benar-benar seperti orang kesetanan. Bahkan jauh lebih gila dari Jey sebelumnya. Jika Gia terpaksa harus menahan nafas ketika Jey mengemudikan super car nya, kali ini Gia merasa telah lupa bagaimana caranya bernafas. Atap mobil yang terbuka membuatnya semakin tidak bisa bernafas dengan bebas. Waktu yang diperlukan untuk sampai ke kampus Gia serasa dilewatinya tidak lebih dari lima menit saja. Manfred memacu mobilnya tak ubahnya di area balap.

Lelaki itu tertawa geli ketika memarkirkan mobilnya diparkiran kampus. Bukan karena merasa senang, tapi karena melihat penampilan Gia. Bayangkan saja, Gia membatu sambil memegangi sabuk pengamanya erat, rambutnya yang tidak diikat sudah acak-acakan diterpa angin tanpa ampun. Manfred menepuk pundak Gia menyadarkanya dari pikiran kosongnya. Gadis ini merapikan rambutnya beberapa saat sebelum turun dari mobil sempoyongan.

"Kau tidak apa-apa? Rambutmu kenapa?"

Sepasang tangan telah membantu Gia merapikan rambutnya dengan telaten.

Jimin.

Lelaki itu telah berdiri dihadapan Gia sambil membantu Gia merapikan rambutnya. Sesegera mungkin Gia mundur untuk menjauhi Jimin. Jantungnya masih tidak bisa dikendalikan ketika harus berhadapan dengan sikap manis mantan kekasihnya tersebut. Jimin yang sebelumnya memandang Gia, kini teralihkan oleh sosok pemuda berjakek boomber dibelakang Gia. Matanya menatap awas beberapa saat sebelum akhirnya Manfred mengeluarkan suaranya,

"Rambut gadis ini berantakan karena ulah mobilku."

Manfred menunjuk mobil berlambang trisula miliknya. Jimin hanya mengangguk kemudian mengulurkan tangan.

"Aku Jimin."

"Manfred Alaric. Akhirnya aku bertemu denganmu."

"Akhirnya.." Ucap Jimin sembari menyunggingkan senyum hangatnya. "Gia, aku harus segera menemui dekan. Sampai jumpa lagi.. Manfred.."

Dan begitulah Jimin pergi sebelum Gia sempat menyapanya.

Nampak atap mobil kembali ditutup ketika Manfred menekan tombol pada remot kunci mobilnya. Pemuda tersebut telah mengenakan sebuah tas punggung yang terselempang apik disalah satu pundaknya. Gia tidak memperhatikan jika Manfred mengikutinya hingga lelaki ini merangkulnya.

"Tunjukan jalan ke kantor dekan."

Gia menatap penuh tanya pada lelaki yang merangkulnya tersebut. Manfred mengerti arti tatapan Gia lalu tersenyum manis padanya.

"Gia..?"

Sebuah suara menginterupsi keduanya. Manfred dan Gia memandang kearah suara tersebut berasal. Gia menghela nafas sementara Manfred manatap santai pada sosok lelaki yang berjalan menghampiri mereka.

"Pucat sekali kau pagi ini."

Tanya lelaki tersebut dan lagi-lagi Gia hanya menghela nafas. Lelaki ini mengalihkan pandanganya dari Gia menuju pemuda yang sedang merangkulkan tanganya dibahu sahabatnya tersebut.

"Dia Manfred." Jawab Gia mengerti akan pertanyaan sahabatnya tersebut.

Manfred tersenyum lalu mengulurkan tanganya untuk menjabat tangan lelaki dihadapanya. Lelaki tersebut bergeming dan hanya menatap Manfred dengan datar. Tatapan yang sebelumnya menusuk langsung kedalam mata Manfred kini beralih pada tangan kiri Manfred yang masih merangkul pundak Gia. Manfred semakin menyodorkan tangan kananya dengan senyum lebar menunjukan dua gigi kelinci lucunya.

"Nicholas-Lee." Nick membalas jabatan tangan Manfred.

"Araqiel." Balas Manfred memperkenalkan diri.

Senyuman manis Manfred sesaat terasa begitu menakutkan bagi Gia. Mungkin hanya perasaanya saja, tapi seperti terdapat sebuah ketegangan yang sangat kuat diantara Nick dan Manfred. Raut wajah Nick masih sama seperti biasanya, datar dan tidak menunjukan bahwa dia keberatan dengan keberadaan Manfred. Berbeda ketika Nick berhadapan dengan Jimin untuk pertama kali, lelaki ini langsung menunjukan raut wajah ketidak sukaanya pada Jimin. Manfred pun demikian, pemuda ini juga tersenyum manis dan nampak tidak terganggu dengan pertemuan pertamanya dengan Nick. Akan tetapi sesuatu diantara keduanya membuat Gia merasa ngeri tanpa sebab.

"Senang bertemu denganmu, Nick. Sepertinya mulai sekarang kita akan sering bertemu karena aku sekelas dengan Gia mulai hari ini."

"What??" Pekik Gia seketika.

Mata Gia membulat. Dia terkejut bukan main dengan pengakuan dari Manfred. Pemuda ini benar-benar penuh kejutan. Manfred tersenyum sambil mencoba melepaskan jabatan tanganya, namun nampaknya ditahan oleh Nick.

"Semoga kau betah sekelas dengan Gia."

Tatapan Nick masih tetap sama, akan tetapi kalimat yang baru saja keluar dari mulutnya seakan mengandung makna ganda, antara sebuah sambutan dan ancaman.

"Aku harap kau betah melihatku berkeliaran." Balas Manfred yang kini telah berhasil melepas jabatan tanganya.



.
.
.

♥ —————— To Be Continue ————— ♥

.
.
.




The Devil Obsession [ COMPLETE ✔️ ]Where stories live. Discover now