24. Heat [16+]

389 40 9
                                    



*Present*

Setelah Gia mendapati sosok prianya jauh berbeda dari yang selama ini ia kenal, Gia ditinggal didalam ruang kerja Jey yang sudah berantakan. Bukanya Gia tidak terkejut, hanya saja baik sosok hitam menyerupai lelaki dan Jey yang bermandikan api biru sudah pernah Gia lihat didalam mimpinya.

Gia masih bingung mencoba menelaah semua yang baru saja ia saksikan. Api biru dan sosok melayang tersebut bukanlah satu-satunya kejutan yang Jey berikan padanya, tapi juga Jey yang dapat terbang melesat bagaikan kilat adalah kejutan utama malam ini untuknya.

Berkali-kali Gia menarik nafas lalu membuangnya kasar untuk menetralisir kebingungan didalam dirinya. Ia bahkan harus mondar-mandir kesana-kemari mencoba merangkai setiap kepingan fakta yang ada dikepalanya.

"Aku sudah gila." Cicit Gia.

Normalnya, gadis sepertinya akan langsung lari tunggang-langgang ketika melihat semua ini. Akan tetapi apa yang Gia lakukan, gadis ini malah berdiri menyandarkan punggungnya pada daun pintu yang tertutup, seakan mencoba menutupnya semakin rapat. Gia menunggu Jey kembali dari manapun dia terbang.

Beberapa menit kemudian suara benda-benda bergerak mulai menggema memecah hening. Jey sudah kembali. Gia semakin menundukan kepalanya bingung harus memulai pembicaraan dari mana. Setelah suara gerak benda didalam ruangan berhenti, hening kembali melanda, cukup lama hingga Gia dapat merasakan bahwa Jey sedang menatap intens kepadanya.

Diluar dugaan, Jey justru diam tidak bergerak ditempatnya berdiri. Lelaki itu tampak terkejut akan kehadiran Gia disana. Gia mencoba tersenyum meskipun terlihat sangat kikuk. Tanganya coba ia lambaikan dengan kaku sekedar untuk membantunya menyapa.

"H-Hai....."

Seberapa besar pun Gia mencoba mengatur suaranya, tetap saja terdengar canggung. Disisi lain, tatapan Jey mulai melunak dan sedikit berkaca-kaca. Manik mata keduanya bertemu hingga akhirnya pria ini mau membalas sapaan Gia.

"Fuck it! Gia, I love you!"

Tanpa peringatan, pria itu menciumnya, tidak tahu sejak kapan Jey sudah berada begitu dekat dengan Gia, yang pasti gadis ini dibuat kaget dengan serangan mendadak dari prianya. Butuh beberapa saat untuk Gia dapat memahami situasinya. Ciuman yang diberikan Jey begitu lembut dan mendayu, sehingga Gia dibuat melayang karenanya

Jemari Gia meremat kain kemeja prianya semakin erat saat pangutan itu mulai memanas. Gia sadar bahwa mungkin saja dalam waktu sepersekian detik, ciuman ini akan mewujudkan semua fantasy liar yang Gia pendam. Tapi mengingat ketakutan tanpa sebab prianya selama ini membuat Gia sedikit meragu karenanya.

Jika saja memang Jey masih berkeras dengan sikap konyolnya, maka pria ini sudah akan menepis tangan Gia yang merambat nakal pada dia yang selalu membuatnya penasaran.

Tetapi tidak, pria ini membiarkan tangan Gia menjelajah semakin dalam hingga benar-benar menyentuh nya.

Gia terdiam, seluruh tubuhnya kaku, bibirnya yang tadinya melumat panas, bertarung memperebutkan dominasi dengan prianya, kini tidak bergerak. Matanya mengerjap-ngerjap dengan tangan kirinya yang masih nyaman berada dibalik celana yang sudah dikendorkan ikat pingangnya. Jey melepaskan ciumanya untuk sekedar memperhatikan mimik wajah gadisnya. Gia nampak bingung dan tegang seperti dugaanya.

"Nervous?"

"I-I don't know..." Cicit Gia

"You'll be ok.. We'll be ok..."

Jey mencoba meyakinkan gadisnya, kemudian menuntun tangan Gia bergerak sebagaimana mestinya. Gelayar panas dan memabukan itu dirasanya tidak biasa, mungkin karena selama ini Jey hanya bisa membayangkan saja bagaimana rasanya ketika Gia mencumbunya seperti ini. Namun kali ini benar-benar terjadi, tidak perduli keduanya sedang berada di kantor sekalipun, Jey merasa sudah cukup bagi dirinya untuk menahan hasrat kelelakianya sendiri.

Godaan itu masih berlanjut, semakin bergairah setiap detiknya. Lagi-lagi Gia tidak menyadari jika dirinya sudah duduk diatas meja kerja prianya. Cumbuan itu masih berlanjut dan Gia menikmati setiap momenya. Gadis ini tidak mau lagi memikirkan seberapa sakitnya nanti jika pada akhirnya keperawananya harus hilang malam ini diatas meja kerja prianya. Gia tidak mau terlalu memikirkanya.

Akan tetapi terdapat satu masalah lain yang harus diselesaikan, yaitu api biru mengerikan yang keluar dari tubuh Jey. Semakin pria ini terangsang hebat, api itu tanpa permisi akan muncul. Tidak separah sebelumnya tapi cukup nampak jelas jika diperhatikan. Beberapa kali Gia berusaha menyadarkan prianya dengan membelai pipinya juga memberikan kecupan lembut dibibirnya. Cukup berhasil tapi akan kembali apabila hasrat kelelakianya kembali terstimulasi.

*Drrt. Drrt. Drrt.*

Getar ponsel didalam saku celana Jey mengganggu waktu intim diantara keduanya. Seketika Gia mengeluarkan tanganya lalu disembunyikan dibalik punggungnya. Rasa malu secara tiba-tiba muncul dibenaknya, meskipun seharusnya Gia lebih malu dengan dadanya yang sudah terbuka, resleting celana jeans nya pun sudah menganga seakan siap untuk diloloskan. Jey membuang nafas kasar, merasa terganggu oleh ponselnya yang bergetar tanpa henti.

Ternyata sang pengganggu adalah Rafael.

Rahang Jey kembali menegang sesaat setelah mendengarkan Rafael berbicara dari balik teleponya. Jey tidak banyak bicara dan langsung mengembalikan ponselnya kedalam saku celananya. Ia merapikan kemeja beserta celananya yang sudah tidak terkancing dengan benar. Kemudian menatap sesaat pada Gia,

"Rapikan bajumu...."

Gia tidak menjawab dan hanya diam karena bingung dengan ucapan Jey yang menurutnya tidak jelas. Pria ini sepertinya tidak ingin membuang banyak waktu, terbukti dia sedang membantu gadisnya mengembalikan posisi bajunya pada tempat yang semestinya.

"Ada masalah?" Tanya Gia sembari memperhatikan Jey menaikan resleting celana jeans yang Gia kenakan.

"Araqiel membuat masalah."

.
.
.

♥ —————— To Be Continue ————— ♥

.
.
.




The Devil Obsession [ COMPLETE ✔️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang