37. Lucifer

259 30 5
                                    




Sesaat setelah Nick memenuhi panggilan Gia dan datang menemuinya, ia mengamati sosok Gia dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dahinya mengkerut dengan raut wajah mengejek. Dengan jelas lelaki ini tahu bahwa gadis dihadapanya telah dimiliki oleh pria lain.

"Disgusting.." Komentar Nick dingin.

Gia menghela nafas, kemudian sebuah ide jahil muncul dikepalanya. Gadis ini tidak khawatir jika otak jahilnya dapat dibaca oleh Nick, karena faktanya tidak satupun dari mereka dapat membaca pikiranya.

Melihat senyum Gia membuat lelaki itu curiga. Berteman dengan Gia cukup lama membuat Nick hafal akan gerak-gerik gadis dihadapanya. Nick menegakkan tubuhnya, mengantisipasi rencana apapun yang ada dipikiran gadis itu.

Benar saja, tanpa ragu, Gia melompat kepelukan Nick dan berakhir memeluk lengan lelaki ini, menempel disana seperti permen karet. Nick berusaha menjauhkan Gia darinya, tapi bukanya menjauh, Gia malah semakin menempeli Nick dan tertawa puas.

"Gia! Minggir! Kau menjijikan!"

"Tidak mauuuu.. fufuh.. hahaha..."

"Gadis tidak waras! Kau sadar sedang memeluk siapa!"

"Aku memeluk sahabat yang sudah menjagaku seperti seorang kakak."

"Kau terlalu naif. Apa kau lupa jika aku adalah tokoh jahat didalam kisahmu?" Nick telah menyerah melawan tapi tetap berbicara dengan dingin.

"Aku tidak perduli mereka menganggapmu jahat. Bagiku kau bukanlah tokoh jahat, melainkan seorang anti-hero. Hero yang bersembunyi dibalik tokoh jahat."

Nick menatap dingin pada Gia, sementara Gia mengembangkan senyum lebar menyadari bahwa tatapan Nick sudah mulai melunak.

"Karena aku sudah memujimu, aku mau bertanya."

"Sudah kuduga. Dimana unsur pujianya."

Gia terkekeh memasang wajah seimut mungkin. Nick mengernyit geli dan tanpa ragu menyentil kening Gia. Gia mengusap keningnya sambil meringis kesal.

"Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Coba tebak..." Goda Gia.

"Aku pergi."

Nick hendak melangkah pergi namun buru-buru ditarik lagi oleh Gia, membuat lelaki ini kembali berdiri ditempatnya semula.

"Seriuslah sedikit!"

"Iya, maaf... Aku mau tanya dimana Araqiel?"

"Kenapa tanya padaku?"

"Kau 'pamanya'." Gia mendebat.

"Kami seumuran."

"Tapi dia memanggilmu 'paman' dan kau memanggilnya 'keponakanku sayang' waktu itu."

"Aku tidak menganggapnya 'keponakan'."

"Aha! Berarti benar dia 'keponakanmu'."

"Berhentilah mendebatku, Gia."

"Kau yang mulai, Nick."

"Tobias mengajarimu hal buruk."

"Kau mengajariku berdebat."

Nick menatap horor pada Gia, gadis ini nyengir sambil mengedip-ngedipkan matanya mencoba bersikap imut tapi malah semakin membuat Nick kesal.

"Jawab saja, dimana—"

"Kembali ke Hades. Sudah ku cegah tapi dia tidak mau mendengarkanku."

Gia terkejut oleh jawaban tiba-tiba yang muncul dari mulut Nick. Informasi ini terlalu beresiko untuk diberitahukan kepada Tamara, gadis itu sudah sangat putus asa karena Araqiel meninggalkanya tanpa pesan. Jika kabar ini sampai ditelinganya, Gia tidak tahu lagi apa yang akan dilakukan Tamara.

"Kau mencemaskanya?" Tanya Nick.

Gia menggeleng, "Aku percaya dia memiliki rencana lain."

"Kau benar-benar naif." Nick mengacak-acak rambut dipucuk kepala Gia, gestur yang selalu membuat Gia merasa bahwa lelaki ini bukanlah temanya melainkan kakaknya.

Gia tersenyum tipis kemudian kembali bertanya, "Menurutmu apa aku harus memberitahukan hal ini kepada Tamara?"

"Jangan repot, mungkin sekarang Tamara sudah mengetahuinya. Sebelumnya, Rafael menemuiku untuk menanyakan keberadaan Araqiel. Rafael tidak pintar menjaga rahasia, terkadang mulutnya seperti tante-tante."

Gia terkekeh geli. Nick ada benarnya. Ketika Rafael sudah mengomel, mulutnya seperti sedang merapalkan mantra dan akan berbicara tanpa henti. Nick yang sedari tadi menunjukan sikap ketus, pada akhirnya terkekeh geli bersama Gia. Keduanya mulai tertawa terbahak tanpa sebab.

Namun tiba-tiba Gia meringis memegangi dadanya. Gadis ini merintih kesakitan sembari meremat lengan Nick kuat-kuat. Nick dibuat cemas, ia memeriksa Gia. Keringat dingin mengalir dari dahinya, wajahnya memucat. Teriakan rasa sakit dari Gia berhasil mengundang Jey dan Rafael untuk menghampirinya.

"Kau apakan lagi Gia?!" Raung Jey.

"Bukan.. Ini bukan ulah Nick."

Ucapan Rafael membuat Jey geram, kemudian Rafael menunjuk benda yang menancap diatas dada Gia.

"Diabolos."

Diabolos adalah senjata berbentuk panah yang dimiliki oleh Lucifer. Sejauh ini hanya sang tuan dan seven deadly sins saja yang dapat memegangnya. Anak panah tersebut menancap tepat diatas dada Gia. Nick hendak mencabutnya ketika suara itu terdengar.

"Kau cabut Diabolos darinya dan aku akan menembakan Diabolos lainnya kepada Sarah, lalu tidak akan ada yang selamat."

Tuan dari senjata itu telah berdiri gagah diatas awan. Aura hitamnya menutupi keenam sayapnya yang terbentang disisi kanan-kirinya.

Nick menarik kembali tanganya yang telah terulur. Lelaki itu mundur dan hanya bisa menatap nanar pada Gia yang sudah sekarat.

.
.
.

♥ —————— To Be Continue ————— ♥

.
.
.




The Devil Obsession [ COMPLETE ✔️ ]Där berättelser lever. Upptäck nu