14. Manfred Alaric

390 44 10
                                    




Pagi harinya, seperti biasa, Gia sudah bersiap untuk turun dan sarapan. Namun sebelumnya ia harus melakukan tugas sederhanya, yaitu memainkan peran seorang istri yang mengikatkan dasi suaminya sebelum bekerja. Sejak Gia keluar dari walking closet, Jey sudah menatapnya seakan mengawasi setiap gerakanya, entah apa yang ada didalam benak pria itu, yang pasti hanya dipandangi tanpa henti begitu saja sudah membuat Gia tersipu malu.

Gia sedikit membungkuk untuk meraih tasnya diatas sofa ketika rok nya diangkat. Sontak Gia memekik karena kaget dan dengan reflek yang cukup baik, gadis ini berdiri tegak sambil menutupi bokongnya menggunakan kedua tanganya.

"I can see your butt."

"What— AH!"

Belum sempat Gia meraung melampiaskan jengkelnya, Jey sudah menarik pinggang Gia hingga tubuh keduanya menempel. Kedua tangan Gia yang berada didada prianya, berusaha memberi jarak seperti tidak ada gunanya. Gerak reflek kedua tanganya kali ini mendatangkan masalah baru, tidak tahu bagaimana Jey melakukanya, yang pasti dua tangan lebarnya telah sukses meremat keras bokong Gia. Gadis ini mendesis dan merintih karena rematan itu dirasa menyakitkan.

"Ah-aakh..! Sakit..!" Rengek Gia sembari menenggelamkan wajahnya didada prianya.

"Salahmu karena memakai dress sependek ini."

Komentar Jey memang tidak salah. Gia menggunakan simple dress yang kelewat pendek dan sukses menampilkan separuh pahanya. Ditambah belahan rendah dibagian dadanya yang tidak sanggup ditutupi hanya dengan jaket denim saja. Sekarang semakin parah lagi, karena bokongnya sudah terbuka akibat rok yang dinaikan tinggi oleh Jey. Cengkeraman tangan Gia pada kemeja prianya merenggang saat rematan tangan Jey melunak. Tidak lagi kuat dan kasar yang menyakitkan, sekarang justru membuat Gia menikatinya. Pria ini benar-benar pandai membuat Gia terlena.

Suara siulan diiringi ketukan pintu menyadarkan keduanya. Jey menurunkan rok gadisnya untuk menutupi tubuh bagian belakangnya. Keduanya mundur satu langkah bersamaan saat siulan menggoda itu kembali terdengar.

"Oh.. come on.. give me the show."

"Behave, Manfred."

"You know I can't"

Gia sedikit mengintip dari balik tubuh tinggi Jey. Sesosok lelaki muda berumur sekitar dua puluh tahunan sedang berdiri dengan senyum manisnya tepat didepan pintu kamar. Tubuh tinggi atletisnya tidak bisa dengan mudah ditutupi oleh busana serba hitam yang ia kenakan. Rip jeans hitam dipadu dengan kaos hitam polos yang dimasukan rapi memperlihatkan ikat pinggang berlogo huruf H yang ia kenakan. Rambutnya cukup panjang bagi rata-rata kaum adam, dibiarkan tergerai bergelombang hampir menutupi separuh wajahnya jika satu sisinya tidak diselipkan dengan apik dibelakang daun telinganya, tapi tetap tidak mengurangi kadar maskulin pada wajah cantik nya.

Tipikal badboy yang digilai wanita-wanita kurang waras, pikir Gia. Akan tetapi lelaki itu memiliki sisi manis yang jauh berbeda ketika dia tersenyum lebar, dua gigi kelincinya terlihat sangat manis dan lucu ketika muncul dari balik senyuman lebarnya. Kelinci berotot, mungkin itu panggilan yang lebih cocok untuk sosoknya dibandingkan dengan badboy.

"Morning sweety. Aku mendengar banyak tentangmu, Gia." Sapanya pada Gia.

Gia mengernyit mencoba menerka-nerka siapa lelaki muda nan tampan tersebut. Pemuda itu sedang merekahkan senyum padanya, dan mau tidak mau Gia membalas senyumanya dengan kikuk.

"Masuk! Dan ganti bajumu!" Titah tegas Jey pada Gia yang langsung dituruti olehnya.

Disisi lain pemuda tampan sebelunya tertawa geli melihat Gia dengan patuh berlalu memasuki walking closet bahkan tanpa membantah sedikitpun.

"Kau yakin dia orangnya? Gadis itu lebih seperti anjing peliharaanmu dari pada kekasihmu." Lelaki muda bermata bulat cerah ini masih tertawa geli.

"Ah, aku lupa kalau kita sama saja. Sama-sama suka memperbudak wanita sebelum dimakan." Lanjutnya sebelum diseret keluar oleh Jey.

Sementara Gia sudah mengganti dress kelewat pendeknya dengan celana jeans dan kaos. Setidaknya apa yang dia pakai kali ini akan menjauhkan dirinya dari 'peringatan tanpa kata' Jey seperti sebelumnya.

Gia melangkah keluar dan mendapati Jey dan lelaki sebelumnya nampak sedang berbincang tepat diujung lorong. Lagi-lagi pemuda itu menarik senyum manisnya menampakan dua gigi kelinci lucunya. Dia meghampiri Gia yang berhenti ketika melihatnya bersama dengan Jey saat sibuk berbincang.

"Araqiel Manfred Alaric. Orang memanggilku Manfred."

Manfred meraih kedua tangan Gia. Gia pikir lelaki ini akan sama seperti Rafael, sapaan serupa akan dilakukan oleh Manfred. Meraih tangan seorang gadis kemudian mengecup punggung tangan sang gadis. Akan tetapi Gia salah besar. Pemuda bernama Manfred ini jauh berbeda, bukanya punggung tanganya yang dikecup tapi malah keningnya. Bukan kecupan, lebih tepatnya dicium, karena entah untuk apa Manfred mendaratkan bibirnya cukup lama dikening Gia.

Yang menyebalkan bagi Gia sebenarnya bukanlah tindakan tidak terduga dari Manfred, tapi reaksi Jey yang biasa saja. Pria itu tampak tidak perduli dan acuh. Sekali lagi Gia dibuat bingung dengan posisinya sendiri disamping Jey. Terkadang Jey membuatnya merasa bahwa Gia adalah kekasih yang dicintainya. Namun terkadang Jey membuat Gia menyadari bahwa dirinya hanya gadis bayaran yang mungkin tidak ada artinya, seperti sekarang ini.

"Araqiel hentikan. Kau akan menghabiskan keningnya."

Rafael entah muncul dari mana, pria itu sudah berlalu melewati Gia yang masih tetap mematung. Satu kecupan terakhir kemudian Manfred melangkah mundur lalu pergi menuju meja makan.

Manfred memang benar berbeda dari kedua saudaranya yang lain. Pemuda ini lebih banyak bicara dan tidak bisa diam, selalu ada saja topik perbincangan yang ia kemukakan, ataupun kelakuanya yang tidak akan pernah membiarkan suasana menjadi sepi apalagi canggung.

"Aku dengar kau masih kuliah?" Tanya Manfred sambil menatap tajam pada Gia.

Gadis ini baru saja akan membuka mulut untuk menjawab namun Manfred menyelanya, "Kuliah dimana?"

Dan terulang lagi, kali ini Gia baru saja berniat menjawab tapi sudah kembali disela, "Kenapa tidak dijawab sih? Nervous ya..? Ah, belum juga aku menggodamu."

"Araqiel....."

Rafael mengingatkan dan yang diingatkan hanya nyengir sambil mengedipkan mata pada Gia.

"Hari ini aku yang akan mengantar Gia." Ucap Manfred serius.

Jey yang sedari tadi nampak tidak terganggu akhirnya menghentikan sarapanya, ia menatap horor pada adik bungsunya tersebut.

"Dia akan ikut denganku."

Mendadak terjadi ketegangan diantara Manfred dan Jey. Manfred menanggapi Jey dengan santai bahkan cenderung mengejek, sementara Jey sudah menahan amarah seakan siap menerkam adiknya kapan saja dia inginkan.



.
.
.

♥ —————— To Be Continue ————— ♥

.
.
.




The Devil Obsession [ COMPLETE ✔️ ]Where stories live. Discover now