Chap_12

13K 2.1K 261
                                    

Enjoy

.

Renjun tumbang di atas kasur, wajahnya bengkak dan punggung terasa nyeri, air matanya merembes membasahi seprai berwarna biru, ia menangis merasakan perih di sekujur tubuh.

Sampai tidak ada kata yang cukup menggambarkan bagaimana rasanya itu.

Namun tangisnya harus terhenti ketika ponselnya berdering, jika bukan nama Win Ge, mungkin sudah ia abaikan, Renjun ingin sendiri dan menenangkan diri.

|Halo| ucapnya parau.

|Kamu tidak apa-apa Renjun, sepertinya kamu sedang menangis|

|Ge sakit sekali.. hiks|

|Renjun apa yang terjadi pada mu|

|Sakit sekali Ge sampai rasanya ingin mati|

|Jaga ucapan mu Ren!, apa yang terjadi di sana, katakan pada Gege|

Renjun mematikan sambungan secara sepihak, melempar benda tipis itu sembarang arah lalu melanjutkan tangisnya, ia tidak bisa menceritakan itu, ia tidak ingin membuat Winnie khawatir.

Dia tidak ingin membuat orang-orang khawatir apalagi melihat wajahnya penuh lebam.

Mulai sekarang Renjun benar-benar tidak punya siapa-siapa di Korea, dia tidak punya Hyung yang bisa menjaganya, dia tidak punya satu orangpun yang bisa diajak bicara, dia tidak punya orang yang bisa diajak bercerita.

Benar-benar sendirian, sendiri itu menyiksanya, mengobrak abrik isi di dalamnya.

Sekali lagi ia ingin menyerah saja, sudah cukup! rasanya sangat sakit, namun setiap rasa sakit yang dia rasakan selalu muncul perasaan untuk tetap bertahan.

Benaknya selalu berteriak lakukan sekali lagi, bertahan sekali lagi, besok mungkin sudah berakhir, besok mungkin akan ada keajaiban, tapi bukankah sampai detik ini keajaiban itu tidak pernah datang, malah perlakuan tidak menyenangkan itu datang lebih banyak.

Datang terus menerus, lebih menyakitkan dan lebih menyiksa.

Entah hatinya terbuat dari apa sampai dia bisa se-sabar ini, selalu ingat dengan para anggota yang tidak pernah mengingatnya, tidak tega melihat mereka melakukan pekerjaan sendiri.

Tapi kenapa? Bukankah mereka tidak pernah menganggap kehadirannya, lalu kenapa dia selalu mementingkan perasaan orang lain dari pada perasaannya sendiri.

Otak dan hatinya terus memberontak menanyakan itu semua, lagi-lagi ego tidak sepihak.

Dan mungkin ~ Renjun memang harus bertahan sebentar lagi.

Jika dia menyerah sekarang, apa yang harus dikatakan kepada semua orang, akan sangat sedih orang tuanya di rumah, bagaimana para penggemar di luar sana, yup! cukup dia yang berkorban sedikit lebih lama dan semuanya akan baik-baik saja.

Derai air mata itu membuat pemilik kamar sebelah menutup jendela.

Menatap telapak tangan kanan yang masih terasa panas.

Tangannya saja panas karena menampar Renjun, bagaimana dengan wajah Renjun.

Jaemin tidak tau, yang jelas dia sudah berdiri di depan kamar Hyung tertua.

Seperti orang bodoh dan akhirnya kembali ke kamar, kembali membuka jendela dan menatap langit malam yang semakin kelam, ditemani suara lirih tangis Renjun.

Tamparan itu ku berikan supaya Hyung lebih kuat lagi.

**

Jaehyun menggeser duduknya setelah leader 127 duduk di sebelahnya, cuaca cukup cerah duduk dengan secangkir kopi dengan pemandangan langit tak mengecewakan, ditambah hembusan silir angin yang membelai rambut, sangat nyaman untuk merilekskan tubuh.

Poor Boy [Renjun] HIATUS PANJANG Where stories live. Discover now