kebohongan.

618 63 50
                                    

Beberapa kata tak cukup menyakinkannya, ia juga tidak mempercayai ekspresi-ekspresi yang ditampilkan oleh para saudaranya. Ia tahu, dibalik gurauan dan canda tawa itu mereka menyimpan sebuah kesedihan yang mendalam. Dan ia tak akan tertipu oleh omong kosong mereka.

Ini bulan ketiga sejak insiden penghukumannya. Dan selama itu, sama sekali tidak ada yang membicarakan tetsuya. Baik itu para saudaranya bahkan pelayan dan babu sekalipun.

Shintarou resah, memikirkan apa yang akan terjadi pada gadis polos itu. Bagaimana kabarnya? Apakah ia baik-baik saja? Shintarou khawatir pada kondisi mental dan fisik tetsuya, pada dasarnya tetsuya adalah gadis yang baru saja memasuki masa remajanya. Ia baru berumur 16 tahun, namun serangan mental terus menghantamnya. Apalagi kondisi fisiknya yang begitu lemah, shintarou hanya tidak dapat membayangkan betapa rapuhnya tetsuya.

"Berhentilah bertingkah kekanak-kanakkan." ucap shintarou tegas, saat itu mereka berdua sedang berada dihalaman belakang. Bertemu secara tak sengaja.

Seijuurou menoleh perlahan, wajahnya terlihat begitu tenang, seperti tak memiliki masalah sedikit pun. Entah mengapa itu membuat shintarou menjadi geram.

"tetsuya masih muda! Ia harusnya tidak mengalami semua ini!" serunya emosional, berusaha menahan dirinya untuk tidak bertindak gegabah. Tapi Shintarou justru malah mengungkapkan ketidaksukaan melalui intonasi suaranya.

"apa kau lupa?" seijuurou mengarahkan seluruh perhatiannya pada adik keduanya itu, shintarou mendadak merasa merinding karena tatapan kakaknya saat itu sangat mengerikan. Ia menelan ludah secara kasar.

"semua ini terjadi karena dirimu 'kan?" kata seijuurou dingin.

Shintarou terdiam ditempatnya. Iya. Ia memang salah. Tidak seharusnya ia menuruti nafsu birahinya semata ketika bertemu dengan tetsuya. Tapi tidakkah seijuurou memahaminya? Jika ia menyayangi tetsuya harusnya ia peduli dengan hal semacam itu. Tapi...pria ini...ia terlihat baik-baik saja dengan semua itu.

"kau tidak mengerti! Dia bisa stress!!" resah shintarou kacau, menjambak rambutnya sendiri frustasi.

"apa pedulimu? Kau bukan siapa-siapanya tetsuya. Aku adalah suaminya, aku tahu apa yang terbaik untuknya." kata-kata seijuurou diucapkan begitu lancar, sebaliknya ia berusaha menyadarkan shintarou bahwa ia tak layak untuk terlalu berlebihan mengenai tetsuya.

"kau!" geram shintarou antara speechless dan ingin lepas kendali. Ia benar-benar emosi, tangannya gatal ingin sekali menghajar seijuurou. Lelaki egois yang slalu memaksakan kehendaknya, ia sama sekali tak layak bersama tetsuya.

"aku mengenal istriku lebih baik dari siapapun. Jangan ikut campur masalah tetsuya, jangan kau anggap seolah-olah kau tahu yang terbaik untuknya. Sadari posisimu itu shintarou! Kau bukan siapa-siapa. Jangan membuat kebebasan tetsuya terbuang sia-sia, kau tahu persis apa yang dapat kulakukan'kan?" mata heterocome itu menatap shintarou tajam, memberi peringatan akan keselamatan shintarou jika ia ikut campur terlalu dalam maka mungkin saja ia tidak akan ada lagi didunia.

"tetsuya masih muda...." lirih shintarou, ia tahu betul. Berbicara dengan seijuurou adalah suatu kesia-siaan, tapi, siapa lagi jika bukan dia yang akan membicarakan ini?

"ia baik-baik saja." seijuurou menepuk bahu shintarou agak kasar.
"kau tahu mana yang terbaik untuk dirimu sendiri' bukan?"

Shintarou memejamkan matanya, merasakan sesaknya tidak dapat berbuat apa-apa. Ia benci keadaannya, benci tidak dapat melakukan apapun untuk gadis yang dicintainya. Shintarou tidak apa-apa jika tidak harus bertemu lagi dengan tetsuya. Asalkan gadis itu dapat bebas, itu saja. Kebahagiaan terindah jika dapat melihat tawanya sekali lagi saja.

Perlahan-lahan shintarou mengangguk, matanya menatap redup langit biru diatas mereka. Aah andai saja...ia hanya dapat berandai-andai.

💮💮💮



Vocation in the castleWhere stories live. Discover now