-4- Keputusan

32.5K 3.9K 27
                                    

*****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*****

Dengan nafas berat dan berusaha untuk tersenyum membalas pertanyaan dari anaknya. "Ica.. Allah sayang Ayah, Bunda dan Ica, Allah ingin kita belajar sabar Nak.. Ayah kamu kecelakaan waktu perjalanan ke kantornya dan sekarang kantornya Ayah sedang bangkrut karena Ayah kamu ditipu.." Lani mengambil nafas sejenak sambil melanjutkan bicaranya.

"Kita pindah rumah ya Ca, seadanya dulu Nak, sementara tempatnya nggak kecil kok Nak, lumayan besar.. Nggakpapa kan, Nak?" lanjut Lani sambil menatap anaknya sendu.

"Nggakpapa Bun, yang penting Bunda sama Ayah masih disini sama Ica. Uang bisa dicari Bun, tapi keutuhan keluarga dan kebahagiaan nggak bisa dicari," ucap Syifa sembari tersenyum tulus dan mengusap bahu Lani.

Syifa hanya tetap memandangi Ayahnya. Yang berbaring dan belum sadarkan diri, Lani yang sibuk dengan pikirannya sendiri dan Syifa juga begitu. "Oh iya Bun, Bi Sumi dimana?"

"Bi Sumi Bunda suruh pulang, Bi Sumi butuh uang juga Nak, sedangkan Bunda takut nggak ada biaya buat Bi Sumi kedepannya. Biarin Bi Sumi istirahat dulu dikampungnya," jelas Lani.

Syifa yang mengerti perkataan Bundanya hanya mengangguk-angguk.

"Bun.. Ica keluar sebentar boleh? Ica pengen cari udara segar," ucap Syifa sambil tersenyum.

Lani paham mungkin anaknya sedang ingin menjernihkan pikirannya "Iya Nak, jangan pulang malam-malam ya,"

*****

Aku berjalan menyusuri lorong Rumah sakit, hari masih sore matahari pun pelan pelan turun ke tempat persembunyiannya. Berjalan menuju tempat yang sering ku kunjungi pada waktu aku benar-benar rapuh. Sebuah pantai yang sudah sepi pengunjung sengaja aku mencari tempat yang sepi agar bisa melihat senja.

Senja itu indah. Meskipun sebentar, ia selalu memanfaatkan waktu dengan baik untuk memperlihatkan keindahannya. Senja selalu datang memuaskan mata yang melihat.

Desiran ombak terdengar gemeris ditelinga. Aku suka pantai, lautan yang luas, batu-batuan yang menahan ombak, angin yang membelai rambut dengan sangat lembut. Matahari yang tenggelam membentuk sebuah semburat warna yang indah adalah tempatku untuk mengagumi langit.

Airmata ku menetes ketika teringat pada perkataan Ayah tadi pagi tentang hijab yang harus nya melekat pada bagian kepalaku. Teringat ayahku semakin hari semakin tua.

Suara Adzan Magrib terdengar di telingaku sambil bergegas pergi meninggalkan air laut yang seolah menjadi teman senduku.Sengaja mampir ke Masjid untuk sholat Magrib. Tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya menghampiriku.

"Nak boleh ibu duduk?"

Aku mendongkak melihat wanita peruh baya berparas putih dengan memakai mukenah berwarna putih. "Oh iya Bu, silahkan,"

"Terimakasih," ucapnya sembari mendudukkan badannya. "Maaf sebelumnya, tadi Ibu lihat kamu sedang melamun ada apa, Nak?"

Aku gelagapan ternyata daritadi wanita ini memperhatikanku. Bagaimana tidak takut. Bukankah suatu yang wajar untuk takut pada seseorang yang aku tidak kenal?

Senja Assyifa [COMPLETED]Where stories live. Discover now