-34- Awal dari keawalan.

27.8K 3.4K 161
                                    

Anak kecil itu turun dari kursi setelah periksa gigi. "Terimakasih Bu Dokter, cantik."

Aku mengangguk dan tersenyum lalu menoel pipi gadis kecil ini. "Iya, sama-sama. Kamu juga cantik."

Melihat pasien selanjutnya masuk pada ruanganku membuatku berdiri dan membantunya duduk. Wanita tua ini adalah pasien terakhirku. "Mari Bu, duduk dulu."

"Terimakasih, tapi jangan panggil aku Ibu, panggil saja Oma," ucapnya setelah duduk pada kursi pasien.

Aku tersenyum dan mulai mengambil peralatan periksa. "Baik Oma, ada keluhan apa?"

"Gusi saya sebelah sini bengkak udah itu aja, Saya mau obatnya mbak." jelas wanita tua yang disebut—Oma.

Aku tercengang kaget hanya itu kata-kata yang disampaikan sangat simpel bahkan beda dari pasienku sebelumnya yang jika ditanya keluhannya malah jadinya curhat. "Baik, Saya catatkan dahulu ya,"

Wanita tua itu terus memandangiku yang sedang mencatat resep obat untuknya. "Ini Oma, cepat ditebus ya biar cepet sembuh. Mungkin Oma mau nyampaikan sesuatu pada saya? Karena maaf saya tadi sempet lihat Oma fokus pandangan pada saya, bukan saya terlalu percaya diri tapi mungkin jika ada masalah saya In Sya Allah bantu."

"Tidak Nak, Oma hanya kagum padamu. Wanita cantik berotak cerdas meskipun masih muda sudah jadi dokter benar-benar muslimah hebat."

Tidak lupa ucap syukur ketika dipuji. Karena yang hebat bukan kita, tetapi Allah.

Imam Al-Ghazali
rahimahullah mengatakan, "Orang yang dipuji hendaknya waspada, jangan sampai ia terjatuh dalam kesombongan, ujub dan bentuk futur lainnya. Seseorang bisa selamat dari hal-hal jelek tadi, hanya dengan mengetahui hakikat keadaan dirinya. Hendaklah ia renungkan akan bahaya jika berada dalam akhir hidup yang jelek. Hendaklah ia waspada akan bahaya riya' dan terhapusnya amalan. Hendaknya ia kenali diri yang orang yang memuji pun tidak mengenalnya. Kalau saja orang yang memuji itu tahu kejelekan yang ada pada dirinya, tentu ia tak akan memuji. Baiknya, ia tampakkan pula bahwa ia tidak suka pada pujian tersebut." (Ihya' Ulum Ad-Diin, 3: 236)

"Terimakasih Oma, Doakan saya ya semoga bisa selalu menolong orang atas izin Allah,"

Wanita tua ini tersenyum sendu. "Aamiin semoga Allah selalu melindungimu,"

"Aamiin.. Semoga Oma juga cepat sembuh ya," Aku menangkup tanganku dan mengusapkan ke mukaku seperti orang selesai berdoa.

Aku memang selalu meminta doa orang sekitar seperti Ayah, Bunda, Teman dan Pasienku juga.

Jika bertemu dan mengobrol dengan orang sempatlah meminta doa dari mereka, Karena kita tidak tau doa mana yang lebih dahulu dikabulkan oleh Allah. Perbanyak doa serta selalu berprasangka baik kepada Allah.

Karena ini pasien adalah pasien terakhirku. Aku menyempatkan untuk membantunya keluar dari balai desa tempatku membuka rumah sehat. "Oma dijemput atau bagaimana?" tanyaku sembari menuntunnya.

"Pulang sendiri, Nak."

"Naik apa Oma?"

"Jalan kaki Nak, lagian Oma juga hidup sama cucu Oma masih kecil juga. Anak Oma, udah nikah semua jadi pergi sama pasangannya masing-masing. Satu anak Oma meninggal jadi cucunya ikut Oma." jelas Oma dengan menyinggung senyum tipis. "Mereka tidak pernah berkunjung, Nak, mungkin sudah lupa dengan Oma tidak apa yang penting semoga Anak Oma dilancarkan rejekinya, serta dilindungi oleh Allah." meskipun wanita tua ini sebenarnya hatinya sakit terlihat dari gaya bicaranya namun, ia terlihat sangat tulus mendoakan anaknya.

Aku terenyuh betapa lembutnya hati Oma ini meskipun tak pernah dikunjungi anaknya, makan pun seadanya serta harus menghidupi dirinya dan cucu satu-satunya. Ia masih saja mendoakan anaknya tanpa ada nada paksaan.

Senja Assyifa [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant