C

13.9K 1K 38
                                    

Pagi itu, lagi-lagi Jimin dibuat mengerang kesakitan karena cidera pada tubuhnya. Padahal semalam ia sudah baik-baik saja, ya walaupun masih terasa sedikit nyeri setidaknya ia bisa berjalan-jalan sebentar kemarin.

Tapi pagi ini, ketika ia merasakan dingin pada sekujur tubuhnya hingga membuatnya membuka mata, tersadar akan alam mimpinya. Jimin bangun dalam keadaan wajah basah karena air mata, tubuhnya kaku dan kembali nyeri ketika ia menggesernya barang sedikit.

Seingatnya semalam ada Namjoon di sisinya, tapi pagi ini ia hanya sendiri. Mengerang karena tak bisa berteriak kencang minta tolong, sungguh Jimin merasa sangat ketakutan saat ini.

"Tolong.. hiks.. Hyung.." erang Jimin pelan-pelan, bibirnya yang bergetar tak henti menyebut nama semua member. Jemarinya bergerak terbatas, sorot matanya hanya mampu menatap langit kamarnya.

Sampai sekitar sepuluh menit setelah ia merasakan sakit, tiba-tiba pintu kamarnya dibuka oleh seseorang bersamaan dengan suara lembut menyapa.

"Jimin-ah, apa kau sudah bangun?" Suara riang dan lembut itu terdengar seperti kicauan sekelompok burung yang terhalang susunan baja. Melodi indah yang selalu dirindukan, seperti jarang sekali ia mendengar. Berlebihan memang.

"Hyung.. hiks.. Hobi hyung.."

Tepat saat itu kedua mata Hoseok membola terkejut ketika mendapati suara bergetar Jimin yang menyayat hati. Dengan sigap Hoseok yang berencana membangunkan Jimin langsung berlari ke tepi ranjang.

Tangan khawatir itu mengusap keringat yang telah membasahi dahi Jimin, rambut hitam pekatnya telah basah karena keringat. Sesakit itukah?

"Ya tuhan, Jimin. Apa masih terasa sakit? Hey, jangan menangis." Ujar Hoseok yang begitu khawatir diawal, lalu buru-buru ia menenangkan dirinya terlebih dahulu. Mencoba memperlihatkan pada Jimin kalau semua baik-baik saja.

Jimin menarik napasnya panjang, ia sudah jauh lebih tenang daripada sebelumnya. Melihat Hoseok datang bagaikan cahaya mentari dengan senyumnya yang menyapa dan usapan lembut pada kepalanya.

Sebelah tangan Jimin terangkat, padahal tadi ia hanya bisa menggerakkan jemarinya. Dengan lemah Jimin mengayunkan sebelah tangannya, meminta Hoseok untuk memeluk tubuhnya dengan tangan yang menganggur.

Hoseok menurut, ia tersenyum sebelum melingkarkan tangan kanannya pada pinggang Jimin. Menepuk-nepuk pelan punggung yang terluka itu.

"Hyung, disini saja." Kata Jimin masih terisak.

"Iya! Iya! Hyung tidak akan pernah kemana-mana. Sudah, jangan menangis."

Jimin menggeser pelan tubuhnya untuk mengeratkan pelukannya pada tubuh Hoseok. Sambil merintih kesakitan, ia menahannya agar bisa menaruh wajahnya pada leher Hoseok. Mencari kehangatan disana, begitu nyaman dan membuatnya kembali merasa kantuk.

"Apa punggungmu masih terasa sakit? Mau pergi ke dokter sebentar sebelum pulang ke Korea?" Tanya Hoseok begitu lirih, ia tak ingin mengejutkan Jimin yang mulai memejamkan matanya.

Jimin menggeleng pelan, membuat hidungnya menggelitik kulit leher Hoseok. "Tadi aku hanya mimpi buruk, Hyung. Lalu bangun dengan tubuh kaku dan sakit. Aku takut sendirian."

Hoseok mengerti, mendengar adik kecilnya kesakitan membuat hatinya tercubit. Diberikan kecupan hangat beberapa detik pada kepala Jimin, tangannya tak pernah berhenti untuk mengusap lembut punggung juga sesekali memainkan rambut Jimin.

"Kau hanya terkejut sampai lupa bagaimana caranya bergerak." Hoseok terkekeh kecil. "Maafkan hyung karena membuatmu tidur sendirian, setelah ini Hyung akan memastikan kau tidak akan pernah sendirian lagi."

Jimin sudah memejamkan matanya, tapi ia masih sadar dan mendengar turur kata Hoseok. Walaupun rasanya seperti bisikan malaikat melalui mimpinya. Sangat lembut.

"Hyung.. Jangan tidur duluan sebelum aku tidur, dan jangan pergi sebelum aku bangun. Aku ketakutan." Ujarnya terlampau lirih sebelum suaranya yang serak tergantikan dengan dengkuran halus yang terdengar menggemaskan.

Hoseok menerawang kearah cermin besar yang diletakan di samping kasur. Disana ia bisa melihat bagaimana caranya memeluk tubuh ringkih itu dengan posesif namun masih lembut. Karena Hoseok tau, jika ia menggunakan tenaganya terlalu banyak bisa saja ia menyakiti tubuh lemah itu.

"Ya tuhan, pinggangmu kecil sekali ternyata." Gumam Hoseok saat ia menyadari melalui pantulan cermin bahwa punggung Jimin tak lebih besar dari lebar punggungnya. Bahkan begitu kecil dengan pinggang sempit yang tertutup kaos putih menerawang kebesaran.

/Knock! Knock!/

"Hoseok, apa Jimin sudah-"

Seokjin diam mematung di dekat kasur, memandangi tubuh Hoseok yang tidur menyamping menyembunyikan tubuh yang lebih kecil dalam pelukannya. Seokjin tak akan pernah menyadari jika dibalik tubuh Hoseok ada malaikat kecil yang sedang terlelap sebelum ia menatap cermin.

Hati Jimin menghangat, ia membuang napasnya lega ketika ia melihat si kecil masih tidur dengan damai.

Melalui cermin Hoseok dan Seokjin saling menatap untuk beberapa saat, bermain dengan pikiran masing-masing.

"Kalau sudah mau berangkat panggil lagi, biar Jimin ku gendong ke mobil nanti. Biarkan dia seperti ini, jangan disuruh mandi. Kasihan." Kata Hoseok pelan, takut jika si kecil terbangun karena mendengar suaranya.

Seokjin yang mengerti pun segera berbalik membawa kembali paspor milik Hoseok dan Jimin. Sepertinya hari ini ia yang kembali mengurus paspor adik-adiknya.

How to protect our Mochi?Where stories live. Discover now