3. Resmi Putus

683 40 0
                                    

Semilir angin sore menerpa wajah tampan seorang lelaki yang tengah duduk di kursi panjang yang ada di rooftop sekolah.

Matanya menatap kosong ke depan. Lagi, cowok itu menghela napas berat. Sepertinya sedang banyak masalah. Terlihat dari raut wajahnya yang lesu, kusut, tidak bergairah dan tertampang jelas di manik matanya terdapat keputusasaan.

Cowok itu mengacak rambutnya frustasi. Ia bingung, harus bagaimana menghadapi semua masalah ini.

Hatinya sakit saat berpura-pura tidak peduli kepada gadis yang ia cintai, terbaring lemah di ranjang UKS. Sebenarnya cowok itu menjenguknya tadi saat pelajaran kedua selesai, tapi perempuan yang ia sayangi sedang memejamkan mata, mungkin sedang tidur pikirnya.

Lebih sakit lagi saat melihat perempuan itu makan bersama lelaki lain di kantin.

Ceklek

Suara pintu rooftop dibuka oleh seseorang.

Cowok itu menoleh kebelakang, ternyata seseorang yang membukakan pintu adalah perempuan yang sedari tadi ia pikirkan.

Elsa melangkahkan kaki gontai, ternyata lelaki yang ia cari ada di sini.

Elsa berdiri di samping laki-laki itu, ia gugup. Harus mulai dari mana membicarakan perihal hubungannya dengan cowok itu.

Bukannya sudah jelas, laki-laki itu yang mengakhiri hubungannya? Lantas untuk apa Elsa menghampirinya lagi?

Elsa berdeham untuk meredakan rasa gugupnya kemudian berujar, "Van, boleh ngobrol sebentar?"

Elsa menggigit bibir bawah, ia gelisah melihat Vano masih bersikap cuek nan dingin.

Elsa meremas ujung rok yang ia kenakan saat manik mata hitam tajam namun menenangkan, menatapnya.

Ya ampun sejak kapan Elsa merasa gugup seperti ini saat berada di dekat Vano? Bukan kah dulu perempuan itu selalu merasa nyaman saat dekat dengan lelaki itu?

Vano mengembuskan napas gusar, ia melirik Elsa sebentar sebelum mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Vano berdiri, kemudian berjalan pelan menuju pembatas rooftop.

Cowok itu menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum memulai obrolan dengan gadisnya.

"Mau ngomong apa lagi?" tanya Vano dingin tanpa melihat ke belakang.

Elsa tersenyum tipis, hatinya merasa lega karena cowok itu masih mau mengobrol dengannya, walaupun nada bicaranya terdengar malas bersuara.

Elsa menghampiri Vano di dekat pembatas rooftop, alangkah terkejutnya saat ia mencodongkan kepala ke bawah rooftop, ia melihat orang di sana sangat kecil, mungkin karena gadis itu melihatnya di gedung sekolah yang tinggi.

Ini baru kali pertama Elsa menginjakkan kaki di rooftop. Elsa selalu mematuhi peraturan sekolah yang di larang ke sini, untuk hari ini ia melanggarnya hanya demi ingin menemui Vano.

Sadar akan tatapan sinis Vano, Elsa mengingat tujuan utamanya.

Elsa menghela napas. Lalu di tatapnya manik mata Vano. "Van, beri aku kesempatan, aku janji aku bakalan nurut sama kamu, aku gak bakal lagi ngelarang kamu main bola, aku gak bakalan lagi ngelarang kamu ngerokok. Aku gak bakalan marah hanya karena kamu gak ngasih kabar. Mungkin sikap posesif aku yang membuat kamu gak nyaman atau bosan." kata Elsa to the point.

Elsa berkata seperti itu karena ia sadar, Elsa terlalu posesif, banyak melarang ini itu saat berpacaran dengan Vano.

Vano tidak menyangka gadis yang seminggu yang lalu ia putuskan akan berkata seperti itu.

Vansa [Completed]Where stories live. Discover now