30. Perbincangan

152 12 0
                                    

Citra dan Kiren memasuki kelas X-MIPA 1, mereka menunggu Elsa yang masih berkemas memasukan peralatan tulisnya. Di kelas itu hanya ada beberapa murid saja yang akan melaksanakan piket.

Setelah selesai, mereka berjalan menuju koridor sembari mengobrol. Citra menanyakan perihal tadi di taman, gadis itu bertanya kenapa Elsa menangis sebelum membahas soal Kiren.

Elsa menceritakannya dengan suara yang pelan, takut ada orang lain yang mendengarkan. Citra dan Kiren kaget, mereka tidak menyangka kalau Arvan ternyata mencintai Elsa.

"Dih si sok ganteng itu bilang lo takut bohong soal lo yang di minta sama Pak Wanwan untuk manggil dia? Dan dia gak percaya gara-gara dia pikir lo bohongin dia karena gak jadi menuhin permintaan dia di hari ulang tahunnya?" Kiren mengulang, sedikit tidak percaya atas sikap Arvan yang seperti itu, membawa-bawa soal perasaan ke sekolah. "Gila emang!"

Citra geleng-geleng, "Ckckck! Baperan ya dia jadi cowok, ditolak cewek aja langsung berubah gitu sikapnya."

"Ya sebenernya gak salah dia juga sih, gue yang salah karena gue janji mau nurutin permintaannya," ujar Elsa.

"Gak bisa gitu dong. Lo kan, gak tau kalo permintaan Arvan yaitu ngajak lo pacaran," kata Kiren tak terima.

Elsa menaikan bahu, tidak tahu siapa yang salah. Cuma ia merasa dirinya juga salah.

"Eh btw, kenapa lo nolak dia?" tanya Citra, "Jangan bilang, lo masih suka Vano ya?" tuduhnya.

"Gue nolak karena gue gak cinta, gue mau pokus dulu sekolah," Elsa memberi alasan. "Gak lah! Gue udah gak suka sama dia," elaknya.

Entah kenapa, Elsa menyembunyikan rasa yang masih ada di hatinya untuk Vano kepada sahabatnya.

"Awas lo ya masih suka sama dia. Dia itu udah ninggalin lo disaat lo lagi sayang-sayangnya!" Kiren mengingatkan.

"Ho'oh. Di tinggalin pas lagi sayang-sayangnya itu sakit," Citra ikut bicara, menyetujui ucapan Kiren.

"Eh si Arvan emang ganteng sih, putih, badannya atletis, cocok sama lo yang cantik, sama putih, badan lo juga bagus. Tapi ya, yang namanya cinta gak bisa dipaksain hanya karena punya persamaan fisik yang bagus." Kiren menilai, lalu cewek itu melirik Elsa sembari masih berjalan pelan menuju pelataran parkir. "Lo sama Vano beda jauh, tapi kenapa lo suka sama dia waktu itu?" tanyanya mulai kembali membahas Vano.

"Gue gak mandang dia dari segi apapun, lo tau itu kan?" Kiren mengangguk, ya, gadis itu memang tahu bagaimana sifat Elsa yang menurutnya tidak mudah gengsi hanya karena berpacaran dengan Vano, dulu. Menurut Kiren, kalau dilihat dari segi fisik, Elsa kurang cocok sama Vano. Kiren akui, Vano memang manis, kulit cowok itu sedikit gelap, hitam manis. Tetapi, dibandingkan dengan Arvan, lebih baik Arvan yang sudah banyak diincar oleh senior-senior di sekolah ini, udah cool, ganteng lagi.

Tetapi menurut Elsa dalam menilai Arvan, mungkin berbeda. Karena semua manusia mempunyai pendapat yang berbeda akan sesuatu hal.

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang sedari tadi mendengarkan pembicaraannya dari awal hingga akhir. Orang itu berjalan pelan dibelakang mereka dengan posisi yang tidak terlalu jauh, tetapi juga tidak terlalu dekat, orang itu Vano, orang yang sedari tadi mereka bicarakan.

******

Elsa merebahkan dirinya di atas kasur, gadis itu sedari tadi hanya memainkan ponselnya dengan malas, hanya melihat snap Wa teman sekolahnya yang berfoto dengan kakak perempuannya. Elsa jadi iri kepada Mira, anak kelas X-MIPA 2 yang mempunyai kakak perempuan. Betapa inginnya Elsa mempunyai seorang kakak cewek.

Enak ya, si Mira punya kakak cewek. Pasti ada temen curhat, temen ngobrol, temen main, batinnya bersuara.

Elsa bosan tidak ada temen di rumah selain mama. Selama ini jika ia sudah beres mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas, Elsa hanya memainkan ponsel. Tidak ada yang menarik lagi. Ia pun memutuskan untuk turun ke bawah.

Vansa [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang