23. Permintaan Arvan

180 12 0
                                    

Memasukkan buku serta peralatan sekolah ke dalam tasnya, cowo berkulit hitam manis itu langsung keluar kelas tanpa menunggu gadis yang sedari tadi memintanya untuk menunggu di luar selama cewek itu piket.

Alvano Wiliamsyahputra, cowok itu melangkahkan kaki lebar-lebar untuk mencari seseorang yang sedari tadi ia pikirkan.

Entahlah apa alasannya, yang jelas Vano ingin tau kenapa akhir-akhir ini Elsa sering murung, tidak seceria biasanya, mungkinkah gadis itu tengah banyak masalah?

Kalau dipikir-pikir untuk apa Vano mengkhawatirkan Elsa? Bukannya sudah jadi mantan? Lantas untuk apa saling mencemaskan? Hanya kasihan?

Seperti sekarang Vano menemukan Elsa di lorong menuju kelas X-Mipa 6 dengan tubuh yang sedikit bergetar.

Kemudian Vano berlari kecil setelah memanggil nama Elsa yang hanya dibalas tatapan terkejutnya oleh cewek itu. Setelah berada didepan Elsa, Vano mengerutkan kedua alisnya.

"Elsa, kenapa lo nangis?" tanyanya cemas.

Seperti sulit untuk berbicara Vano mengerti kalau gadisnya ini tengah terluka. Tanpa diminta Vano memeluk tubuh Elsa untuk menenangkannya.

Elsa masih menangis didalam pelukan Vano. Ia menumpahkan segala rasa sakitnya lewat air mata. Isakan kecil awalnya masih terdengar hingga Elsa mulai tenang dan nyaman isakannya terhenti.

Seharusnya Elsa menolak saat Vano memeluknya, seharusnya Elsa memukul dada bidang Vano karena seenaknya mencari kesempatan dalam kesempitan, seharusnya Elsa tidak merasa nyaman dalam dekapannya.

Tapi sayang Elsa tidak bisa. Gadis itu terlanjur rapuh dan lelah. Ia sangat membutuhkan kenyamanan, entah itu dalam pelukan atau bahu untuk bersandar.

Vano mengurai pelukannya kemudian menghapus sisa air mata yang ada di pipi Elsa.

"Masih suka cengeng ternyata," katanya dengan keukeuhan kecil.

"Maaf," ucap Elsa pelan dengan suara yang serak.

"Gapapa, gue suka kok liat lo cengeng pas ada gue," bernada jahil Vano berkata.

"Bukan itu."

"Terus?" tanya Vano heran.

"Maaf udah buat baju lo basah," dengan malu-malu Elsa berkata seperti itu.

Tapi memang benar baju Vano basah akibat air mata Elsa, meski tidak banyak namun cukup terlihat jelas kalau baju seragamnya itu bersimbah.

Vano tersenyum, "Gapapa." Lalu mengacak puncak kepala Elsa pelan, "mau pulang bareng?"

Elsa mengangguk kemudian Vano mengapit tangannya dengan tangan Elsa sehingga saling bertaut dan berjalan meninggalkan lorong.

Masih dibalik persembunyian, cowok yang sedari tadi melihat interaksi keduanya tersenyum sinis, hatinya terasa sakit saat melihat perempuan yang di sukainya lebih nyaman dengan lelaki lain.

"Waktu gue mau peluk lo aja kaya ogah-ogahan, bahkan sampe ngambek," cowok itu menjeda, "tapi ... Di peluk Vano lo gak berontak, kaya nyaman banget."

******

Reiskha menanyakan keberadaan Vano kepada siswa-siswi yang di jumpainya, sudah 20 menit ia tidak menemukan batang hidungnya.

Namun saat akan menuju parkiran cewek itu melihat Vano dengan perempuan.

Saat perempuan itu berbalik, Reiskha seketika menyipitkan matanya untuk memastikan kalau cewek itu Elsa, dan ternyata benar.

Kenapa Vano pulang bareng Elsa? Bukannya mereka gak terlalu dekat?

Vansa [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang