#1 - Sekolah

234 50 28
                                    

"ah elah ngerepotin banget sih!"

Arthur mengeluh karena PR sosiologi yang harus dikumpulkan hari ini justru tertinggal dirumah. Walau jam mata pelajaran sosiologi berada di jam terakhir, namun tetap saja merepotkan. Akhirnya, Arthur menelepon ayahnya untuk minta tolong diantarkan ke sekolah bukunya yang tertinggal itu.

"Halo? Pa, boleh minta tolong ga?"

"Minta tolong apa?"

"Buku kakak ada yang ketinggalan. Hari ini buku itu kudu dikumpulin."

"Haduuhh Arthur...." keluh ayahnya karena sifat anaknya yang teledor.

"Yaudah. Nanti papa anterin buku kamu kesana, sekalian papa jalan buat kerja."

"Okee. Makasih paa." balas Arthur.

"Iyaiya."

***

Bel istirahat berdengung di koridor gedung sekolah. Para siswa berhamburan keluar kelas. Arthur yang sudah kelaparan sedari tadi langsung berlari menuju kantin. Kebetulan ia bertemu Remi; teman baiknya disekolah. Bisa dibilang, diantara banyaknya teman yang Arthur miliki, Remi adalah yang paling dekat dengannya. Karena, Arthur dan Remi sudah berteman sejak kecil.

"Buseh, ada Remi!" begitulah Arthur memanggilnya.

"Hmm." balas Remi singkat. Ia sibuk dengan makanan yang ada di hadapannya.

"Et, sibuk amat ama makanan lo. Kaya takut amat diembat ama orang laen."

"Lah gua laper men."

"Pantes tu perut gapernah bisa jadi kotak-kotak roti sobek. Boro-boro kotak-kotak, kempes dikit aja kaga." gurau Arthur yang disusul dengan tawa terbahak-bahak Arthur.

"Yaa, sadar diri mas. Situ juga perut gapernah bisa kempes tuh. Padahal anak silat, hampir tiap minggu dapet latihan keras, tapi perut juga sama kerasnya tuh ampe gamau kempes." balas Remi dengan tawa mengejek. Disekolah, Arthur memang mengikuti ekskul Pencak Silat. Ia mengikuti ekskul itu sejak SMP. Maka di SMA ini, ia hanya melanjutkannya. Hitung-hitung juga sebagai media latihan tambahan untuknya mengejar kejuaraan nasional.

"Yaa iyadah bang. Emang dah abang paling top. Yang laen mah bengbeng."

Sepanjang istirahat, mereka makan dan mengobrol banyak hal. Dari yang ringan-ringan, hingga topik obrolan yang tergolong "berat" untuk ukuran anak SMA.

***

Waktu berjalan terasa sangat lama. Bahkan terasa seperti terhenti. Seperti itulah suasana kelas X IPS 7 di jam mata pelajaran sosiologi yang notabene berada di jam pelajaran terakhir. Arthur perlahan mulai mengantuk karena daritadi bu Lies hanya berceramah dan bercerita soal pengalaman-pengalamannya bersama geng teman-teman SMA nya dulu. Ditambah lagi, Remi yang duduk sebangku dengannya sudah berada di alam mimpi membuat Arthur sangat tergoda untuk menaruh kepalanya diatas meja yang terasa seperti bantal yang sangat empuk dan menyusul Remi ke alam mimpi sana. Namun ia mengurungkan niatnya ketika bu Lies mendadak meminta seluruh siswa di kelas untuk mengumpulkan buku tulis sosiologi mereka. Arthur sempat panik karena bukunya tidak ada di tasnya, namun kemudian ia ingat bahwa bukunya diantar oleh ayahnya dan dititipkan ke meja piket di lobby. Arthur pun meminta izin untuk ke meja piket untuk mengambil bukunya disana. Tak lupa Arthur membangunkan Remi dari alam mimpinya, karena apabila ia sampai ketahuan oleh bu Lies, maka masalah besar akan menghantuinya selama seminggu penuh.

Setelah Arthur mengambil bukunya di meja piket, ia berbelok sebentar ke kantin untuk membeli minuman kopi instan yang dapat langsung diminum. Tak lupa ia membelikan satu botol lagi untuk Remi. Ya, memang kebiasaannya untuk membelikan teman baiknya itu barang yang dia beli juga, karena terkadang barang yang ia beli juga dibutuhkan oleh Remi.

Arthur kembali ke kelasnya dengan menutupi botol kopi instan milik Remi di dalam buku tulisnya agar tidak ketahuan oleh bu Lies. Segera setelah ia duduk di bangkunya, ia langsung menaruh kopi instan tersebut di kolong meja Remi.

"Bre, tuh kopi. Minum biar ga ngantuk lu. Tau sendiri kan kalo si ibu umbrella tau ada yang tidur dikelasnya, anak yang kena pasti dapet masalah gede ama tu guru."
Bu Lies memang terkenal dipanggil dengan nama panggilan 'Bu Umbrella' karena ia sering membawa payung kecil di tasnya dan sering sekali berfoto dengan pose 'Wanita Payung' khas nya.

"Weh, tengkyu bat nih thur."

"ye."

"Eh thur, entar balik sekolah gua ngungsi ke rumah lu ya"

"Emang kenapa?"

"Biasaaaa~~" jawab Remi dengan gaya bicara khasnya. Ia bermaksud untuk numpang Wi-Fi dirumah Arthur, sekaligus bercerita hal-hal yang biasa mereka ceritakan bersama.

"Sudah kuduga." balas Arthur yang sudah mengerti maksud dari jawaban Remi barusan.

"Ya, yang ibu sebut namanya, maju kedepan buat presentasiin apa yang udah kalian tulis dari tugas ibu tadi." ucap bu Lies tiba-tiba. Arthur dan Remi baru menyadari bahwa mereka belum selesai menulis presentasi mereka. Arthur langsung buru-buru menulis apa yang ia dengar dari hasil presentasi teman-teman sekelasnya yang lain. Begitupun dengan Remi.

"Oke, lanjut. Arthur Nathanael dan Jeremi Matthew!"

Arthur dan Remi maju kedepan untuk mempresentasikan apa yang mereka salin dari teman-teman sekelasnya yang mereka ubah sedikit agar tidak ketahuan kalau mereka hanya menyalin hasil presentasi teman yang lain.

***

Bel tanda pulang berbunyi. Seketika setelah bel berbunyi, yang awalnya hening, seantero sekolah langsung mendadak ramai bak di pasar. Para siswa 'muka ngantuk' pun mendadak sumringah tiap kali mendengar bunyi bel tersebut, termasuk Arthur dan Remi.

Di lobby, mereka bersama dengan beberapa teman sekelasnya, Angel, Gaby, dan Artha membahas singkat soal tugas kelompok Sejarah dimana mereka harus membuat vlog tentang sejarah di suatu museum. Untuk golongan dua cowok ini, memang hal semacam ini adalah hal yang merepotkan, sebab banyak dari waktu mereka akan tersita di proyek kelompok ini.

"Yaudah, segitu aja dulu ya. Gue mau balik. Ada acara." oceh Remi.

"Halah, paling juga nge nolep di rumahnya Arthur." sambar Artha.

"Lah, suka-suka abangnya dek." jawab Remi santai.

"Et lu berdua kerjaannya berantem mulu sih. Thur, noh abang lu urusin napa. Ngajak ribut anak cewek mulu, heran gua." sahut Angel.

"Namanya juga Remi. Jadi ya jangan heran." balas Arthur setengah mengantuk.

Spring Day [COMPLETED]Where stories live. Discover now