#25 - Beruntung

28 10 5
                                    

Motor Arthur terparkir di halaman parkir rumah sakit bergedung sangat besar itu. Rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit elit di daerah Jakarta Selatan.

Setelah menaiki lift ke lantai 5, ia menuju ke kamar Josia. Sesampainya dikamar Josia, ia melihat seseorang disana, yaitu Zefa. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 9 malam, namun Zefa baru dapat berkunjung saat itu.

"Eh? Zefa?"

"Eh Ka Arthur."

"Malem banget lo baru kesini."

"Iya kak maaf. Soalnya tadi gue sempet pergi dulu."

Arthur menaruh plastik isi makanan ringannya diatas meja. Lalu menaruh tas berisi beberapa potong baju di dekatnya. Tak lupa tas gitar yang berisi gitarnya pun ia letakkan disana.

"Abis darimana kak?" tanya Zefa yang penasaran ketika melihat Arthur baru saja sampai.

"Dari rumah. Ngambil beberapa barang buat gue pake selama nginep disini." jelas Arthur.

"Hah Nginep? Kok nginep?" tanya Zefa kebingungan.

"Iyaa. Jadi, kata dokter, harus ada 1 orang yang nemenin dia disini selama beberapa hari. Berhubung mama sama papa gue lagi ga disini, berarti kan gue kudu stay disini selama beberapa waktu." ujar Arthur menjelaskan.

"Emangnya emak bapak lo kemana kak?"

"Oh, mereka lagi kerja diluar negeri. Jadi yaa gabisa nemenin gue ama adek-adek gue deh disini." jawab Arthur.

"Ohh..."

Keheningan sempat menyelimuti ruangan itu. Karena Zefa baru datang, ia berinisiatif untuk memberikannya segelas air. Arthur mengambil gelas bersih yang ada diatas meja, lalu mengisinya dengan air dari dispenser.

"Nih, minum dulu. Gue lupa kan lo baru dateng ya." ucap Arthur sembari memberikan segelas air tadi pada Zefa.

"Eh? Iya kak. Makasih." jawab Zefa yang kemudian meminum segelas air tersebut.

"By the way, gue masih penasaran deh. Kenapa lo mau jadi ceweknya adek gue?" tanya Arthur penasaran sekaligus menyambung obrolan yang ada. Zefa mendadak malu dan menjadi senyum-senyum sendiri ketika ingin menjawab pertanyaan kakak dari pacarnya itu.

"Yaaa. Gimana ya? Dia itu.... Beda buat gue." ucap Zefa yang tidak bisa menahan senyumannya mengembang di bibirnya.

"Beda gimana?"

"Iyaa. Beda. Buat gue sendiri, dia cowok pertama yang bikin gue bisa ngomong kayak gitu, sekaligus jadi cowok pertama yang bisa bikin gue salah tingkah sendiri." ucap Zefa menjelaskan.

"Hmmm..." Arthur menatap Zefa dengan fokus, mengisyaratkan Zefa untuk meneruskan kalimatnya. "Gue sebenernya tipikal cewek yang ga gampang buat dibaperin sama cowok. Walaupun dia ganteng ampe langit ketujuh kek, atau sweet sampe kayak apaan tau. Malah kalo terlalu sweet, gue eneg sendiri ngeliatnya. Banyak juga kakak kelas atau anak angkatan gue yang gue tolak mentah-mentah. Yaa soalnya, gue ga peduli ama cowok-cowok kayak gitu." jelas Zefa panjang.

Arthur bergurau atas pernyataan panjang Zefa barusan. Ia mengisyaratkan untuk Zefa melanjutkan kalimatnya.

"Banyak anak-anak angkatan gue ataupun kakak kelas bilang kalo gue tuh dingin, jutek, dan segala macemnya dah. Yaa memang gue akui itu. Dan gue ga masalah. Sampe akhirnya, dia mulai ngedeketin gue. Awalnya gue bodoamat. Cuma pas liat sikapnya... Pemikiran gue perlahan berubah." jelas Zefa panjang lebar pendapatnya mengenai Josia sembari menoleh ke arah sosok pacarnya yang masih terbaring disana.

"...Jadi?"

"Jadi yaa... Dia cowok yang berbeda. Pertama kalinya gue luluh sama sikapnya dia. Apalagi pas retreat itu. Lo pasti tau lahh kak." ucap Zefa.

"Hahaha. Iya gue tau. Bahkan gue juga denger dia ngomong apaan ke lo juga." ujar Arthur menimpali ucapan Zefa tadi.

"Hmmm. Gue merasa beruntung sih. Adek gue punya cewek baik kayak lo." ucap Arthur.

"Hehehe. Iya kak."

"By the way, gue masih agak ga nyangka kak ama hal kayak gini." ucap Zefa sembari memandangi pacarnya yang sekarang tidak dapat diajak bicara, ataupun sekedar mendengarnya berbicara.

"Yaa gitu deh. Gue juga ya gimana ya. Kaget sih iya." balas Arthur menimpali kalimat Zefa barusan. Zefa terdiam sambil memandangi wajah cowoknya itu. Melamun, membayangkan jikalau ia bisa mendengarnya dan berbicara sekarang ini, pasti Zefa sudah mendengar berbagai candaan yang keluar dari mulut Josia. Namun sekarang ini, untuk membuka mata saja ia belum dapat melakukannya. Zefa hanya dapat memandanginya dan kemudian mengelus kepalanya serta memegang tangan Josia.

"Cepet sembuh yaa..."

"Waw, ga nyangka ya adek gue yang bobrok ini punya cewek baik nan sweet banget kayak gini." gurau Arthur ketika mendengar perkataan Zefa barusan. Zefa mendadak malu dan salah tingkah mendengarnya. Iapun berdiri dari tempat duduknya tadi.

"Oh iya. Hati-hati ya dijalan."

Selesai dengan itu, Zefa segera pergi keluar meninggalkan kamar Josia. Arthur kemudian memandangi adiknya. Dan kembali mengingat hal yang dilakukan Zefa kepadanya.

"Gila sih, Jo. Lo punya cewek se sweet itu." gumam Arthur diakhiri dengan tawa kecilnya. Ia merasa beruntung, adiknya memiliki seorang cewek yang baik dan sangat perhatian kepadanya. Arthur bersyukur sekali, walaupun suatu musibah sedang menimpanya dan adiknya, namun masih ada orang-orang yang peduli pada mereka.

Tak lama kemudian, HP Arthur berdering. Tertera nama Rachel disana. Ia segera mengangkat telepon tersebut.

"Halo?"

"Halo~ lagi ngapain Thur?"

"Ga ngapa-ngapain sih. Kenapa?"

"Satuan kilogram disingkat jadi apa?"

"Kg."

"Coba tambahin n di belakangnya."

Arthur yang menyadari maksud Rachel langsung tersenyum dan mendadak malu sendiri.

"Iyaa, aku juga. Hehe."

"Btw, gimana kabarnya si Josia?"

"Masih sama, Chel. Belom bangun."

"Cepet sembuh yaa buat Josia."

"Aku engga?"

"Cepet masuk sekolah lo. Tar ga naek kelas, mampus dah." ucap Rachel dengan nada bercanda. Merekapun asyik bercakap-cakap ria. Terlarut dengan asyiknya percakapan. Arthur sempat teringat, jikalau ia sedang asyik bertelpon ria dengan Rachel, pasti Josia akan segera mengejeknya dengan mengatakan bahwa ia bucin akut.

Selesai bercakap-cakap dengan Rachel, tak lama Remi menelepon. Arthur mengangkat telepon tersebut.

"Ngapain lo nelpon malem-malem gini?" ucap Arthur di telepon.

"Hahaha. Gabut gue Thur."

Mereka asyik mengobrol ria di telepon. Hingga tak sadar sudah sampai tengah malam. Tepatnya sudah jam setengah 12 malam.

"Oiya. Besok gue mau mampir kesitu ya."

"Bawain makanan ya."

"Iyee. Ya udah. Gue mau tidur ya."

"Iyaa."

Sambungan telepon terputus. Arthur yang baru menyadari kalau ia sudah menghabiskan waktu hanya untuk bercakap-cakap ria dengan dua orang random hanya bisa tertawa kecil. Memang jika waktu dihabiskan bersama dengan orang-orang spesial di hidup, pasti waktu akan terasa berjalan dengan cepat tanpa disadari.

Spring Day [COMPLETED]Where stories live. Discover now