#26 - Panik

36 10 0
                                    

Hari ini ialah hari kedua Arthur menginap dirumah sakit. Menjaga Josia atas anjuran dokter yang menanganinya. Semalam sebelum Arthur hendak tidur, seorang suster masuk ke dalam kamar. Suster tersebut menyampaikan pesan dari bapak dokter yang menangani Josia yang lupa ia sampaikan pada Arthur. Ia berpesan bahwa lusa, Arthur sudah dapat bersekolah. Namun dengan catatan untuk tetap sering menjaga Josia.

Jam 8 pagi. Waktu dimana dokter akan datang ke kamar dan memeriksa Josia. Namun bapak dokter belum datang juga. Mungkin ia sedang sarapan sebentar di kantin rumah sakit.

Tak lama, dokter pun datang. Masuk ke dalam kamar bersama dua orang suster. Beliau mengecek keadaan Josia bersama dengan para suster yang mendampinginya.

Setelah melakukan pemeriksaan, dokter itu mulai berbicara pada Arthur.

"Kondisi pasien ada sedikit kemajuan, namun tidak signifikan. Belum ada tanda-tanda pasien akan siuman." ujar dokter tersebut.

"Ohh begitu ya dok..." ucap Arthur. Ia juga mengangguk pelan tanda mengerti akan penjelasan dari dokter itu. Dokter itupun ijin permisi untuk keluar. Ia akan mengecek kondisi pasien yang lainnya bersama 2 orang suster itu. Setelah mereka keluar, Arthur mengambil bangku plastik lipat yang ada di pojok ruangan. Lalu ia duduk di sebelah ranjang Josia. Ia memandangi adiknya itu dengan waktu yang agak lama.

"Sampe kapan lo mau tidur terus kayak gini?"

Arthur bergumam perlahan. Tanpa ia sadari, suaranya mulai bergetar ketika berkata itu.

Suara gumaman Arthur terdengar semakin kecil. Terdengar semakin bergetar pula. Tanpa sadar, air mata Arthur perlahan jatuh. Melihat adiknya yang masih belum dapat membuka matanya dan mendengarkan Arthur berbicara.

***

Surya sudah berada di titik tertingginya di langit. Bersinar terik menyinari bumi. Tanda hari sudah beranjak siang. Arthur yang sedari tadi hanya fokus berselancar ria di internet melalui HP nya mulai merasa lapar. Perutnya pun mulai berbunyi, seperti sedang memainkan sebuah lagu mars agar dapat segera diisikan makanan oleh Arthur.

Arthur turun ke lantai 1 dengan lift. Kala itu, lobby rumah sakit sedang tidak begitu ramai. Ia berjalan mengarah keluar untuk mencari makan. Awalnya Arthur berniat mencari makan diluar area rumah sakit. Namun karena cuaca yang begitu panas dan terik, jadilah ia memutuskan untuk pergi makan di tempat makan yang masih dalam area rumah sakit saja.

Selesai mengisi perut, Arthur memutuskan untuk berjalan-jalan sedikit. Kebetulan cuaca mendadak menjadi teduh. Karena didekat rumah sakit ini terdapat mall dan taman, jadilah Arthur memutuskan untuk berjalan-jalan ke mall. Jaraknya pun tidak begitu jauh. 15 menit berjalan, Arthur sudah sampai di mall tersebut.

Setelah asik berjajan ria di dalam mall, Arthur duduk sebentar di area food court. Sembari menikmati jajanan yang ada. Melihat orang berlalu lalang, orang berpacaran, asyik ber bucin ria, dan sebagainya.

Karena bosan, Arthur iseng menelepon Rachel. Kebetulan sekarang disekolah sedang jam istirahat kedua yang durasinya lumayan lama.

***


Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Tandanya sekarang ini sudah jam pulang sekolah. Arthur yang baru bangun dari tidur siangnya karena mengantuk pun mengechat Remi. Menanyakan apakah ia benar akan datang singgah ke tempatnya.

Setelah menunggu beberapa menit, Remi membalas chatnya dan mengabari kalau ia sudah di lobby rumah sakit dan sedang menuju ke kamar Josia sekarang.

Pip pip pip pip.

Namun tak lama, tiba-tiba Josia berkontraksi, bunyi alat monitor pasien yang memantau kondisi detak jantung, pernafasan, tekanan darah, dan lain sebagainya mulai menjadi cepat. Arthur yang mengerti bahwa itu pertanda buruk segera berteriak memanggil dokter dan suster.

Tidak sampai semenit, seorang dokter dan dua orang suster datang mengecek. Dokter segera mengambil alih dan mengecek keadaan Josia. Ketika dokter sedang menangani Josia, Remi datang dan langsung heran mengapa ada dokter dan suster di jam segini. Setelah ia mendengar suara bunyi alat pemantau pasien yang dipasangkan pada Josia berbunyi cepat, ia langsung mengerti.

"Tolong segera siapkan alat-alat diruang ICU. Pasien ini harus dibawa kesana." ucap sang dokter sembari tetap menangani Josia. Salah satu suster yang ada langsung keluar dan berlari menuju ruang ICU. Dibantu dengan suster lainnya. Suster dan dokter yang masih ada di dalam ruang kamar Josia langsung dengan sigap mulai memindahkan ranjang Josia dan mengantarnya ke ruang ICU.

Arthur panik. Sangat panik. Ia dan Remi mengikuti langkah dokter dan suster yang cepat menuju ke ruang ICU. Setelah sampai, dokter dan 3 suster sekaligus langsung masuk ke ruang ICU dan menangani Josia disana. Arthur yang masih panik terlihat kebingungan. Remi berusaha menenangkannya.

"Engga Thur. Josia gabakal kenapa-kenapa." ucap Remi berusaha menenangkan sahabatnya itu.

"Nanti kalo tiba-tiba jadi..." belum sempat Arthur menyelesaikan kalimatnya, Remi memotongnya.

"Engga Thur. Percaya deh. He will be fine. Gabakal ada apa-apa."

Tak lama, dokter keluar dari ruang ICU. Dokter menyatakan kalau Josia baik-baik saja. Namun untuk antisipasi, dia harus dirawat di ruang ICU untuk sementara waktu hingga kondisinya menjadi lumayan stabil. Arthur yang mendengar itu merasa lumayan lega.

Spring Day [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora