#6 - Cerita

74 29 4
                                    

Sedari siang, mereka sudah melakukan banyak sekali aktivitas bersama. Mulai dari jalan-jalan ke taman, makan-makan di mall yang sangat mewah di Bandung, dan lain sebagainya. Tampaknya mentari sudah berganti giliran dengan rembulan untuk berada di langit menyinari bumi dengan sinarnya. Tiba saat makan malam bersama. Masih dengan suasana hangat, terasa begitu menghangatkan. Remi pun yang hanya merupakan sahabat Arthur benar-benar merasa bahwa dirinya juga merupakan bagian dari keluarga kecil ini.

"Kak, sekolah di SMA tuh gimana sih rasanya? Enak ga?" tanya Josia yang sebentar lagi lulus dari SMP karena dalam beberapa bulan lagi, ia akan mengikuti Ujian Nasional. Sama seperti kakanya, ia mengikuti Ujian Nasional sudah menggunakan laptop. Ia menggunakan laptop kesayangannya yang diberikan oleh Arthur kepadanya sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke 15 tahun di tahun lalu.

"Yaa, ada enaknya dan ada ga enaknya juga. Ga selamanya SMA itu enak kaya di cerita-cerita novel ama film-film yang sering lu tontonin itu." Arthur yang sudh hafal sekali dengan adiknya yang ngebet ingin cepat-cepat masuk SMA karena membaca novel-novel fiksi remaja dan film-film remaja lainnya yang berlatarkan anak SMA dengan dunia SMA yang penuh dengan drama-drama kehidupan anak remaja SMA pada umumnya. Mama Tasia ikut menceritakan sedikit kisah masa lalunya ketika masih duduk di bangku SMA. Bagaimana ia menjalani hari-harinya sebagai siswi SMA di tahun 1990an. Yang dahulu belum terdapat teknologi smartphone yang dapat membuka berbagai macam aplikasi, mencari informasi lewat Google, menonton video-video di Youtube, dan lain sebagainya. Ia juga menceritakan bagaimana ia dulu bertemu dengan mantan-mantannya, hingga berkenalan dengan salah seorang murid cowok yang dulunya merupakan adik kelasnya, sekarang sudah menjadi suaminya. Walau sempat terukir wajah sedih sebentar, tapi Mama Tasia langsung menyambung kisahnya dengan bagian cerita lain. Arthur paham arti dari ekspresi ibunya barusan. Bahwa sebenarnya ibunya masih ingin untuk kembali satu atap dengan suaminya dan mengembalikan kondisi keluarga kecilnya seperti sedia kala; keluarga kecil yang bahagia. Karena, itu jugalah yang merupakan keinginan kecilnya dari lubuk hatinya yang terdalam. Melihat ayah dan ibunya dapat bersatu kembali di satu rumah dan benar-benar membangun sebuah keluarga yang bahagia seperti harapannya dan ibunya.

"Yaa, intinya sih kalo dari kakak, lu belajar yang rajin, jangan takut mencoba hal baru selagi itu adalah hal yang positif, dan jangan lupa buat sering-sering berdoa ya. Biar sekolah lu tetep lancar." ucap Arthur sesudah ibunya selesai bercerita.

"Terus, kalo yang kaya di film-film itu gimana kak? Kakak udah ngerasain belom?" tanya Josia yang masih penasaran dengan kehidupan anak SMA pada kakaknya.

"Yaa, kalo kakak sendiri sih, persahabatan. Satu hal yang udah kakak rasain dari masa SMA ya itu. Gimana kuatnya solidaritas tuh di SMA bener-bener kental banget. Walau ya sesekali engga kaya gitu, tapi tetep berasa solidaritasnya kok. Nih contohnya. Orang di sebelah kakak. Yaa emang sih temenan dari kecil, cuma ya tetep solid kan tuh ampe sekarang. Jadi, intinya lu rajin belajar aja dulu. Dikit lagi kan juga lu UN. Nanti juga pas SMA lu bakal ngerasain sendiri dan tau gimana kehidupan anak SMA yang sebenernya." balas Arthur.

"Hmm oke ka." balas Josia singkat sembari menghabiskan makanan yang tersisa di atas piringnya.

"Oh iya, dikit lagi UN ya? Josia, mau gue ajarin dikit-dikit gak? Beberapa materi di UN SMP gue ngerti kok. Mumpung gue juga masih disini." celetuk Remi tiba-tiba.

"Beneran kak? Iya kak mau." balas Josia cepat.

"Heleh, ngajarin adek gue? Ulangan MTK aja lu nyontek ke gue." timpal Arthur ke Remi.

"Eh, itu karena udah kepepet ya. Gue juga bisa ngerjain sendiri. Cuma karena udah kepepet ama waktu, kalo gua mikir dulu yang ada gak selesai ulangan gue. Yaudah makanya gue nanya ke lo." balas Remi.

"Heleh alesan! Bisa aja lo ngelesnya Rem. Awas aja kalo adek gue malah jadi makin ga paham, gue giles tar lu hahaha." balas Arthur yang kemudian mendapat hadiah sebuah jitakan di kepalanya dari Remi.

"Yaudah kak, abis ini bisa tolongin ajarin gue gak? Pelajaran Bahasa Inggris kak." pinta Josia.

"Oh oke. Yaudah lo ke kamar lo aja duluan. Siapin buku. Nanti gue nyusul." balas Remi.

"Oke kak."

***

"Iya pa. Kakak ini baru kelar makan." sahut Arthur yang sedang menelepon ayahnya di Jakarta.

"Ohh, terus si Remi gimana?"

"Yaa, biasa. Dia ngikut kalo Arthur ajak. Arthur ama dia juga sering jalan-jalan muterin komplek sini kalo pagi-pagi gitu."

"Ohh, ya udah. Papa mau lanjut ngerjain kerjaan kantor lagi ya. Numpuk banget soalnya ini."

"Iya."

Arthur memutus sambungan teleponnya. Tak lama setelah ia memutus sambungan telepon dengan ayahnya, sebuah notifikasi pesan chat masuk. Agnes mengirimnya pesan chat singkat.

"Thur"

"Kenapa nes?"

"Adek lu namanya siapa dah?"

"Lah, bukannya lu udah tau?"

"Lupa gue."

"Adek kedua gue itu Josia, yang ketiga Elizabeth."

"Ohh oke oke."

"Kenapa lu, tiba-tiba nanyain nama adek-adek gue?" Seakan paham bahwa ada yang tidak beres dibalik pertanyaan Agnes. Seperti ada maksud dan tujuan lain dari pertanyaan Agnes itu. Arthur sedikit memancing-mancing Agnes secara tidak langsung agar Agnes mau memberitahunya apa maksudnya dia tiba-tiba menanyakan mengenai adiknya. Bukan hanya nama, melainkan juga sampai ke hobi, kesukaan, dan lain-lain. Akhirnya, Agnes mengaku kalau salah seorang temannya, yang juga termasuk teman sekolah Arthur; Rahma ingin tau mengenai adik-adiknya, terutama Josia.

"Oh. Yaudah. Gue mau beres-beres kamar dulu ya." balas Arthur untuk mengakhiri pembicaraan yang mungkin saja tidak akan ada habisnya.

"Ohh, yaudah thur. Makasih ya."

"Makasih buat apaan?" tanya Arthur sedikit menyelidik.

"Eh? emm, engga-engga. Gapapa kok Thur hehehe." sesaat setelah Agnes mengirim chat singkat itu, chat sebelumnya Agnes yang berisi ucapan terima kasihnya kepada Arthur langsung di retract. Arthur hanya menghela nafas panjang. Mengetahui kalau adiknya sudah mulai ada yang melirik, membuatnya agak sedikit insecure. Bukan apa-apa, tapi ia hanya tidak ingin apa yang sudah pernah ia rasakan ketika masih di kelas 9 terulang lagi pada adiknya. Lagipun, ia juga tidak akan setuju apabila Rahma ingin berpacaran dengan adiknya. Sebab sejujurnya, Arthur kurang menyukai sifat dari Rahma yang agak hedon dan terlalu feminim. Jadi terkesan lebay. Ia hanya berharap adiknya tetap berfokus pada hal positif selama masa sekolahnya. Ia ingin yang terbaik untuk adik-adiknya.

Spring Day [COMPLETED]Where stories live. Discover now